Sunday, July 23, 2017

Materi Macam-macam Pendekatan PKn Kelas 1 SD/MI Free eBook


Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai berikut :

1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat dari budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan tersebut tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut dengan “breaking the ice” agar setiap anak merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan kondusif untuk dapat “menyatakan dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan mengungkapkan perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan agar terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan dating mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut juga amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan pada stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat penting oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai mora yang dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di masyarakat. Jika tidak ada kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal conflict yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi yang disebut inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah-langkah penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan bahwa “…intellectual and ethical competence could be achieved only by reflecting on one’s actual, concrete, concrete experience.” Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah tetap saja mencontoh dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan aka nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang ideal yang diharapkan dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada kerangka kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam masalah yang katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains, politik, mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan dan nilai saling member dan menerima (mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul merupakan kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan Value Clarification Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa “Morality…depends on the orchestration of human caring, objective thingking, and determinan action. …Morality is neither good motives nor right reason, nor resolute action. It is all three. …three was no discernible separation between his feelings, thoughts, and action; they seemed to fit together at once, as part og a united front against a common threat.” Sikap atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin rumit terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.

2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu oleh guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai yang sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah yang menentuka kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai yang diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.

3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai-nilai tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela Johary (Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri orang lain.

4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus dapat diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah satu bentuk teknik mengajar nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI. Patut disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan sebagai stimulus dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan, gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut” dalam situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya terhadap suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar dalam pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan dilematis sebagai salah satu pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar dan perasaan siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau reasoning-nya, namun factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member alas an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal yang bersifat dilematis, akan mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat dalam masalah yang bersifat dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain atau umum dalam menghadapi masalah-masalah dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini yang menajdi focus adalah nalar atau yang berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang kita sebut dengan Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg terhadap kaitan yang erat antara perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral seseorang.

5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan moral. Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan kemampuan analisisnya. Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam tingkat pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir sebelum sampai pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu nilai itu dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan apa yang dilihat dan dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka jelas bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral. Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.

6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri (self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah. Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan factor kunci dalam model tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai hal yang benar atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya melalui cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya. Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai. Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf. Walaupun dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan. 

7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai-nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah menjadi komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya tanpa menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan dengan 
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta masyarakat dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan tindakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.

8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.

Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang dapat dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di kelas, dalam kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam prinsip pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal konkrit kepada yang abstrak apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula dengan mata pelajaran PKn SD.

Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai contoh perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi penting untuk dipahami anak-anak SD.

Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah kasih saying, saling menghormati, menyenangi kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti, saling menyayangi, tolong menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan tugasnya tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara kebersihan kelas dan sekolah, memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas sekolah lainnya.

No comments:

Post a Comment