Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn
adalah sebagai berikut :
1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya
secara spontan yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan
seperti ini baik sekali namun dilihat dari budaya masyarakat ini terumata yang
jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan tersebut tentulah menghadapi
kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan
pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut dengan
“breaking the ice” agar setiap anak merasakan adanya suasana terbuka,
bersahabat dan kondusif untuk dapat “menyatakan dirinya” menyatakan apa yang
menjadi pemikirannya dan mengungkapkan perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
pendewasaan agar terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga
untuk masa-masa yang akan dating mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan
melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut juga amat bergantung pada
dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan pada
stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan
masyarakat juga amat penting oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang
dibatasi oleh empat dinding kelas dapat member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai
mora yang dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan
dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di masyarakat. Jika tidak ada
kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri
anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal
conflict yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri
pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi yang disebut
inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang
dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat
secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan
langkah-langkah penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat
Dewey yang menyatakan bahwa “…intellectual and ethical competence could be
achieved only by reflecting on one’s actual, concrete, concrete experience.”
Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang
demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah
tetap saja mencontoh dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka
hangan diharapkan aka nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri
dalam pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak
membutuhkan moral yang ideal yang diharapkan dapat dikuasainya secara
intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada kerangka kerja Dewey adalah
kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam masalah yang
katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains,
politik, mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan dan nilai saling
member dan menerima (mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang
disampaikan oleh guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada
kegiatan-kegiatan yang betul-betul merupakan kepedulian dan perhatian mereka.
Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam menggunakan pendekatan ini
diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan Value
Clarification Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa “Morality…depends on the orchestration
of human caring, objective thingking, and determinan action. …Morality is
neither good motives nor right reason, nor resolute action. It is all three.
…three was no discernible separation between his feelings, thoughts, and
action; they seemed to fit together at once, as part og a united front against
a common threat.” Sikap atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi
tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin rumit
terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.
2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun
terlebuh dahulu oleh guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut masalah nilai tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi dan
sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai yang sudah
direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah
yang menentuka kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan
secara halus dan hati-hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan
dalam penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question
Technique) di mana target nilai yang diharapkan dapat dicapai dengan
memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.
3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina
kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada
orang lain. Tentu saja kesadaran itu akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan
kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai-nilai tertentu. Hanya dengan
kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan
oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang
lain. Jendela Johary (Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan
kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri orang lain.
4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak
dilibatkan dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap
dilemma moral harus dapat diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal.
Dilemma moral adalah satu bentuk teknik mengajar nilai dan miral yang dianggap
tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI. Patut
disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan
sebagai stimulus dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui
pertanyaan, pernyataan, gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat
dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang
“merasakan” dan “larut” dalam situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong
siswa menggunakan nalar dan perasaannya terhadap suatu situasi atau kejadian,
prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar dalam pendidikan
nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan
moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal.
Dalam pendekatan dilematis sebagai salah satu pendekatan akan lebih efektif
jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar dan perasaan siswa sebab
walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau reasoning-nya, namun
factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member alas
an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal yang
bersifat dilematis, akan mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral
yang terlibat dalam masalah yang bersifat dilematis tersebut. Dalam proses
pengkajian tersebut siswa akan melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya
dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masalah dilematis
tersebut. Dengan itu juga diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan
nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain atau umum dalam menghadapi
masalah-masalah dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini yang
menajdi focus adalah nalar atau yang berkaitan dengan kognitifnya maka
pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang kita sebut dengan Cognitive Moral
Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg terhadap kaitan yang erat antara
perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral seseorang.
5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang
ada dalam suatu media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam
mengajarkan pendidikan nilai dan moral. Dalam melakukan pengkajian tentu saja
para siswa sudah dibekali dengan kemampuan analisisnya. Melakukan analisis
sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam tingkat
pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan
berpikir sebelum sampai pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan
menilai apakah suatu nilai itu dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan
nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan siswa. Analisis nilai
dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan apa yang dilihat
dan dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih
teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan
kognitif maka jelas bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan
pendekatan empat yaitu penalaran moral. Pendekatan ini banyak sekali digunakan
dalam teknik mengungkap nilai.
6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan
kesadaran diri (self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring)
dan bukannya pemecahan masalah. Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan
dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman diri. Oleh
sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan factor kunci dalam model
tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang
disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang
sebagai hal yang benar atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang
ada dalam dirinya melalui cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji
kebenaran, kebaikan atau ketepatannya. Pengungkapan nilai tidak menganggap
nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai. Semua nilai
termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf.
Walaupun dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata
juga banyak menghadapi tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap
memiliki banyak kelemahan.
7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan
pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang
bertanggung jawab terjadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang
tentu yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai-nilai moral Pancasila serta
Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah menjadi komitmen bangsa
dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia.
Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai
sentralnya tanpa menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang
sesuai dan tidak bertentangan dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa Indonesia khususnya Orde Baru
untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk
terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang
tua, serta masyarakat dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi
keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola
pikir dan tindakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang
telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh karena nilai—nilai yang telah menjadi
komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka pendekatan tersebut
diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama
sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.
8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan
pengalaman dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses
belajar-mengajar. Proses penyatuan tersebut tidak lain adalah dimaksud agar
siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang
direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk
tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu,
guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi,
Sosio Drama, dan Studi Proyek.
Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang
lebih menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah
contoh-contoh perilaku yang dapat dilaksanakan dlaam kehidupan siswa.
Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di kelas, dalam kelompok bermain di
sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam
prinsip pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari
hal-hal konkrit kepada yang abstrak apalagi materi pendidikan moral pada
dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari
contoh-contoh konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan
anak. Apa yang secara langsung menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah
dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan
berbagai contoh perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh
berbagai perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan
kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya
sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa.
Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya
dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan
nilai-nilai moral yang disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai
yang mendasari sikap dan perilaku dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan
bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi penting untuk
dipahami anak-anak SD.
Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah kasih saying, saling
menghormati, menyenangi kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang
berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti, saling menyayangi, tolong
menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan
bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan kelas atau sekolah juga perlu
diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan tugasnya tepat waktu, berbari
dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara kebersihan kelas dan sekolah,
memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas sekolah
lainnya.
No comments:
Post a Comment