BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan manusia bersumber pada pendidikan baik dari kehidupan keluarga di rumah, maupun pengalaman belajarnya di sekolah dapat memupuk bakat dan kreatifitas para peserta didik dalam mengembangkan sumber daya manusia (Semiawan, 1984). Hal ini merupakan tantangan yang berat bagi pendidik karena pendidikan yang berkualitas akan mencetak generasi masa depan yang juga berkualitas.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi setiap individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh setiap individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi siswa/peserta didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimikili menjadi kompetensi yang sesuai dengan cita citanya. Program pendidikan dan proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika seperti yang berlangsung saat ini hendaknya harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada individu peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
(Suherman, 2001: 8).
Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang karakteristik individu (Suherman, 2001: 9).
Salah satu karakteristik penting dari peserta didik yang perlu dipahami oleh guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individunya. Guru yang tidak memahami kecerdasan dari peserta didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Pada hakikatnya, kecerdasan menduduki tempat yang begitu penting dalam dunia pendidikan, namun seringkali kecerdasan ini dipahami secara parsial oleh sebagian kaum pendidik.
Guru perlu memiliki pengetahuan mengenai siapa siswa tersebut dan bagaimana karakteristiknya ketika memasuki suatu proses belajar dan mengajar di sekolah. Siswa mempunyai latar belakang tertentu, yang menentukan keberhasilannya dalam mengikuti proses belajar. Tugas guru adalah mengakomodasi keragaman antar siswa tersebut sehingga semua siswa dapat mencapai tujuan pengajaran (Supriadi, 2005: 79). Agar pelayanan pendidikan yang selama ini diberikan peserta didik mencapai sasaran optimal, maka pembelajaran harus diselaraskan dengan potensi peserta didik (Uno dan Masri, 2009: 3). Karena itu guru perlu melakukan pelacakan potensi peserta didik.
Pembelajaran akan efektif ketika memperhatikan perbedaan perbedaan individual. Setiap anak dilahirkan dengan kondisi yang terbaik (cerdas) dan membawa potensi serta keunikan masing-masing yang memungkinkan untuk menjadi yang terbaik. Hal ini telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat At-Tiin: 4
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk sebaik-baiknya. Setiap manusia memiliki keunikan tersendiri. Tidak seorangpun manusia di dunia ini yang diciptakan sama. Hal inilah yang sejak lama dalam ilmu pendidikan dikenal dengan konsep perbedaan individual.
Pola pendidikan yang terjadi saat ini masih banyak yang mengedepankan keseragaman dan pengukuran siswa yang cerdas hanya terbatas pada intelligence quotient (IQ) saja. Penggalian kecerdasan peserta didik masih sangat jarang dilakukan sebagai sandaran utama untuk mengawali setiap rancangan pembelajaran, strategi dan pendekatan yang digunakan, serta evaluasi yang ditetapkan. Kecenderungan minat, bakat, talenta dan keterampilan dasar belum menjadi bagian yang integral.
Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Menurut Hudojo (1988: 100), memang tidak ada dua individu yang persis sama, setiap individu adalah unik. Jika perbedaan individu kurang diperhatikan, maka banyak siswa akan mengalami kesulitan belajar dan kegagalan belajar Oleh karena itu pembelajaran yang dilakukan dengan sistem klasikal tidak sesuai dengan konsep perbedaan individual, karena sistem klasikal menganggap semua siswa yang di dalam kelas dalam banyak aspek dipandang homogen.
Seorang tokoh yang berpihak kepada perbedaan individu adalah Howard Gardner , seorang professor ilmu syaraf (neorology) dari Universitas Harvard pada tahun 1984. Adanya pandangan dari teori Howard Gardner mengenai perbedaan kecerdasan tersebut yaitu teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) telah membangkitkan gerakan baru pembelajaran khususnya pembelajaran matematika (Suparlan, 2004: 198).
Menurut Gardner (2003: 34), kecerdasan itu tidak hanya diartikan sebagai IQ saja, namun kecerdasan itu menyangkut kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu. Beliau juga mengatakan bahwa, setiap orang berbeda karena memiliki kombinasi kecedasan yang berlainan dan kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli di dalam kemampuan logis-matematis dan bahasa.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus teliti dan mempertimbangkan berbagai hal termasuk pendekatan pembelajaran matematika yang digunakan. Guru harus mengenali dan memahami kecerdasan siswa karena setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan yang menjadi bukti kemajemukan tersebut harus dijadikan sebagai acuan untuk memperluas fokus dan transformasi materi pada siswa sehingga berdampak pada hasil akhir dalam wujud praktik atau implementasi terhadap apa yang telah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila guru sudah menyampaikan dan menularkan pengetahuan yang dimiliki dengan teknik atau metode yang tepat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kecerdasan majemuk yang ada pada siswa serta peluang dan sumberdaya lokal yang ada maka semua siswa akan lebih mudah dan terangsang untuk memperhatikan dari awal pembelajaran sampai akhir dengan semangat belajar yang tinggi.
MIS Burujul Kecamatan Cimerak kabupaten Pangandaran memasukkan multiple intelligences sebagai salah satu strategi pembelajaran bagi siswa sekolah yang terintegrasi dengan kurikulum yang sudah ada. MIS ini membuktikan bahwa strategi multiple intelligences dapat diberikan dan diterima oleh siswanya. Penyampaian multiple intelligences berbeda dengan strategi-strategi yang lain, apalagi bila diterapkan pada usia Sekolah Dasar, tentunya memerlukan strategi khusus sehingga maksud dan tujuan dari proses pembelajaran ini dapat tercapai. Strategi multiple intelligences dalam pembelajaran harus menyesuaikan dengan keadaan jiwa anak dalam masa bermain, bebas berekspresi, dan mencoba-coba sesuatu yang baru sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimilikinya. (Sumber: hasil wawancara dengan Kepala Sekolah MIS Burujul, 1 Maret 2017).
Adapun penguat latar belakang melakukan penelitian mengenai implementasi multiple intelligences dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan Almira Amir (2013: 12) dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)” hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melaksanakan proses pembelajaran matematika agar tumbuh secara optimal, guru harus memperhatikan potensi yang dimiliki siswa, termasuk kecerdasan. Guru perlu menyadari bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa adalah berbeda-beda. Oleh karena itu, guru harus mampu mengemas setiap materi pembelajaran matematika dengan menarik yang disertai dan sarat dengan pengetahuan yang disesuaikan dengan kondisi lokal dan potensi yang ada pada siswa atau peserta didik.
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Maaratus, et.al (2015: 148-149) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas III SDN Brayublandong Mojokerto” rata-rata hasil belajar menggunakan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences adalah sebesar 81,04 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang tidak menggunakan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences sebesar 71,95. Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences dalam penelitian ini efektif dengan rata-rata hasil belajar siswa = 81,04 ≥ KKM = 70, rata rata aktivitas guru sebesar 3,88 dengan kriteria sangat baik, rata-rata aktivitas siswa sebesar 3,58 dengan kriteria sangat baik, dan rata-rata respon positif siswa sebesar 97,39% dengan kriteria sangat kuat.
Berdasarkan latar belakang di atas serta diiringi dengan keingintahuan yang lebih mendalam tentang penerapan multiple intelligences di sekolah maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul: Implementasi Konsep Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dalam Pembelajaran Matematika di MIS Burujul Pangandaran.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul?
3. Bagaimana evaluasi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul?
C. Tujuan Penelitian
Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) IAID (2001: 13) mengemukakan bahwa tujuan penelitian merupakan pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul.
2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul.
3. Mendeskripsikan evaluasi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul.
D. Kegunaan Penelitian
Arikunto (2006: 32) menyatakan bahwa syarat utama dalam penelitian adalah penelitian itu memberikan hasil yang berguna.
1. Kegunaan secara teoretis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat digunakan sebagi salah satu komponen teoritik dalam pendidikan, sehingga menjadi kontribusi pemikiran dan khazanah dalam pendidikan, serta sebagai wahana untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita terutama dalam bidang multiple intelligences. Tentunya, hasil penemuan ini di masa yang akan datang dapat lebih dikembangkan dan dilengkapi oleh para peneliti berikutnya dalam upaya pengembangan konsep-konsep pendidikan terutama yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
2. Kegunaan Secara Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh para praktisi pendidikan, baik pengelola lembaga atau para guru.
a. Bagi Sekolah
1) Memberi evaluasi terkait penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences di sekolah tersebut.
2) Meningkatkan motivasi untuk pihak sekolah agar bersama-sama menjadikan MIS Burujul menjadi sekolah yang lebih berhasil dalam menerapakan pembelajaran berbasis multiple intelligences untuk peserta didiknya.
b. Bagi Guru
1) Memberikan evaluasi pembelajaran berbasis multiple intelligences di kelas sebagai sarana evaluasi pembelajaran kedepannya.
2) Meningkatkan motivasi bagi guru untuk lebih menyiapkan pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan pada peserta didik.
c. Bagi siswa
Dapat belajar sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya, siswa dapat mengembangkan potensi dan kecerdasan yang dimilikinya, karena evaluasi yang sudah diberikan untuk guru dan pihak sekolah (Kepala Sekolah).
d. Bagi penulis
Sebagai wahana penambah keilmuan tentang kependidikan terutama dalam bidang yang menitikberatkan pada konsep multiple intelligences yang diterapkan di sekolah.
BAB II
LANDASAN TEORI
E. Teori yang Digunakan
1. Konsep Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
a. Definisi Konsep
Menelaah pengertian mengenai konsep, “secara umum konsep adalah suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian” (Carrol dalam Kardi, 1997:2). Dalam kamus besar bahasa indonesia (Anonimous, 1995:456) konsep diartikan sebagai “rancangan ide atau pengertian yang diabstraksikan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain”
“Konsep adalah ide-ide, pengambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah dan kata” (malo et. Al., 1986:46). Sedangkan para ahli lain berpendapat bahwa pengertian konsep adalah “ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata atau lambang bahasa” (Soedjadi, 2000:14).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep adalah untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari pengertian yang dapat menghamburkan tujuan penelitian.
b. Definisi Kecerdasan
Pemahaman makna kecerdasan merupakan awal dari aplikasi banyak hal yang terkait dalam diri manusia, terutama dalam dunia pendidikan. Kesepakatan atas paradigma dan makna tentang kecerdasan selanjutnya dapat menjadi awal penyusunan dan aplikasi sebuah sistem pendidikan.
Pembicaraan mengenai makna kecerdasan sangatlah luas. Teori-teori kecerdasan terus berkembang, mulai dari Plato, Aristoteles, Darwin, Alferd Binet, Stanberg, Piaget, sampai Howard Gardner. Perkembangan yang pesat ini mengerucut pada pola yang sama, yaitu makna kecerdasan banyak ditentukan oleh faktor situasi dan kondisi (konteks) yang terjadi pada saat teori tersebut muncul.
Semula kajian tetang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman dengan teori “ Two Factor”-nya, atau Thurstone dengan teory “Primary Mental Abilities”- nya. Dari kajian ini, menghasilkan pengelopokan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Intelligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (Mental Age) dengan tingkat usia, merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Idiot sampai dengan Genius (Weschler dalam Syaodih, 2005: 25).
Istilah intelligence quotient (IQ) mula-mula diperkenalkan oleh Alfred binet, ahli psikologi dari perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan dikalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
Daniel Goleman (1999: 23), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenal dengan sebutan EQ (Emotional Quetion). Goleman mengemukankan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual yang cenderung bersifat permanen, kecerdsan emosional justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Perkembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan.
Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal- spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apa pun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya, pada saat-saat tertentu melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konotatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti ini menurut Zakiah Darajat (1992: 34) disebut sebagai pegalaman keagamaan (religious experience).
Izzudin (2009: 139), menyatakan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati, orang-orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.
Teori kecerdasan mengalami puncak perubahan paradigma pada 1983 saat Howard Gardner, pemimpin Project Zero Harvard University mengumumkan perubahan makna kecerdasan dari pemahaman sebelumnya. Teori Multiple Intelligences yang belakangan ini banyak diikuti oleh psikolog dunia yang berpikiran maju, mulai menyita perhatian masyarakat.
Semua definisi mengenai kecerdasan dibentuk oleh waktu, tempat, dan budaya tempat konsep itu berkembang. Walupun definisi ini mungkin berbeda dari masyarakat yang satu ke yang lain, kami yakin bahwa dinamika di belakangnya dipengaruhi oleh matriks kekuatan yang sama: (a) bidang pemikiran pengetahuan yang perlu untuk keberlangsungan budaya, seperti pertanian, sastra atau seni; (b) nilai yang ada dalam budaya, seperti penghormatan kepada orang yang lebih tua, tradisi ilmiah, atau kecenderungan pragmatik; dan (c) sistem pendidikan yang mengatur dan memelihara berbagai individual.
c. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Multiple intelligences adalah sebuah teori kecerdasan yang di munculkan oleh Howard Gardner, adalah seorang pakar psikologi perkembangan dan professor pada Universitas Harvard dari project Zero (kelompok riset) pada tahun 1983. Hal yang menarik dari teori kecerdasan ini adalah terdapat usaha untuk melakukan redefinisi kecerdasan. Sebelum muncul teori multiple intelligences, teori kecerdasan lebih cenderung diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan serangkaian tes IQ, kemudian tes itu diubah menjadi angka standar kecerdasan. Gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh para pakar psikolog di seluruh dunia (Chatib 2013: 132).
Sangat berbeda definisi kecerdasan yang dibuat Gardner dengan definisi kecerdasan yang telah berlaku sebelumnya. Menurut Gardner kecerdasan seseorang tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving) dan kebiasaan seseorang menciptakan produk-produk baru yang punya nilai budaya (creativity).
Multiple intelligences punya metode discovering ability, artinya proses menemukan kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa setiap orang pasti memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan tersebut harus ditemukan melalui pencarian kecerdasan. Dalam teori multiple intelligences menyarankan kepada kita untuk mempromosikan kemampuan atau kelebihan dan mengubur kelemahan kita. Proses menemukan inilah yang menjadi sumber kecerdasan seorang anak. Dalam menemukan kecerdasan, seorang anak harus dibantu oleh lingkungan, orang tua, guru, sekolah, maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan di suatu negara (Chatib, 2013: 74-78).
Thomas Armstrong (2009: 27) menjelaskan bahwa,
Teori multiple intelligences memperluas lingkup potensi dalam diri manusia di luar batas-batas nilai IQ. Dalam mengembangkan teori multiple intelligences harus berhati-hati untuk tidak menggunakan istilah kecerdasan diukur menggunakan IQ. Dalam menggambarkan perbedaan individual semua orang memiliki kecerdasan. Kemungkinan seseorang yang dianggap memiliki kecerdasan yang lemah dapat berubah menjadi kuat setelah diberi kesempatan untuk berkembang. Titik kunci multiple intelligences adalah kebanyakan orang dapat mengembangkan kecerdasan ke tingkat yang relatif dapat dikuasainya.
Muhammad Yaumi (2012: 12-14) menjelaskan dalam teori multiple intelligences dibagi dalam roda domain kecerdasan jamak untuk memvisualisasikan hubungan tidak tetap antara berbagai kecerdasan yang dikelompokkan dalam tiga wilayah atau domain yakni: interaktif, analitik, dan introspektif. Ketiga domain ini dimaksudkan untuk menyelaraskan kecerdasan dengan siswa yang ada kemudian diamati oleh guru secara rutin di dalam ruang kelas.
Menurut Julia Jasmine (2012: 11),
Teori multiple intelligences adalah validasi tertinggi, gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam pendidikan sangat tergantung dalam pengenalan, pengakuan, dan penghargaan terhadap setiap atau berbagai cara siswa (pelajar) belajar, di samping pengenalan, pengakuan dan penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing pembelajar. Teori multiple intelligences bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian tetapi juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat berharga. Teori ini merupakan langkah raksasa menuju suatu titik dimana individu dihargai dan keragaman dibudidayakan.
Teori multiple intelligences adalah gagasan bahwa perbedaan individu sangat penting. Pemakaian dalam pendidikan sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan dan penghargaan terhadap setiap atau berbagai cara siswa belajar, disamping pengenalan, pengakuan dan penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing pembelajar.
Dalam Islam sebenarnya sudah dikemukakan berbagai pengembangan tentang kecerdasan manusia, yaitu terdapat di dalam ayat- ayat Al-Qur’an. Kecerdasan eksistensial spiritual merupakan kemampuan untuk menempatkan diri dalam hubungannya dengan suatu kosmos yang tak terbatas dengan kondisi manusia seperti makna penciptaan dirinya, kehidupan, kematian dan perjalanan akhir dari dunia. Hal ini sesuai dengan ayat :
Artinya: “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. (QS. Al Fatihah: 6)
Dari ayat tersebut dapat diambil hubungan antara kecerdasan eksistensial spiritual dengan hidayah (petunjuk) yang Allah berikan kepada manusia melalui naluri, pancaindera, akal, maupun benih agama dan akidah tauhid pada jiwa manusia. Manusia memahami dengan akalnya bahwa Zat Yang Gaib itulah yang menciptakannya, yang menganugerahkan kepadanya dan kepada jenis manusia seluruhnya, segala sesuatu yang dibutuhkannya yang ada di alam ini, untuk memelihara diri dan mempertahankan hidupnya. Karena merasa berhutang budi pada Zat Yang Gaib, maka dia berfikir bagaimana cara berterima kasih dan membalas budi serta bagaimana cara menyembah Zat Yang Gaib itu.
Dalam dunia pendidikan, teori Multiple Intelligences memberikan pendekatan pragmatis pada bagaimana kita mendefinisikan kecerdasan dan mengajari kita memanfaatkan kelebihan siswa untuk membantu mereka belajar. Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi sembilan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003: 17).
Setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.
d. Macam-macam Kecerdasan
Menurut T. Amstrong ( 2004: 25) dalam bukunya “kamu itu lebih cerdas daripada yang kamu duga” anak-anak memliki Multiple intelligences. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.
Suyadi, dalam bukunya “Anak yang Menakjubkan”, menuliskan kembali definisi setiap kecerdasan Gardner dengan cara sederhana dan mudah dipahami (Chatib, 2012: 88-89) , yaitu:
1) Linguistic intelligences: kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan menangkap kata-kata dan kemampuan menyusun kalimat.
2) Logical mathematical intelligences: kemampuan menghitung, aritmatic, dan berpikir logis, analitis sampai pada sistem berpikir yang rumit.
3) Musical intelligences: kemampuan memahami nada musik, komposisi
4) Spatial intelligences: kemampuan untuk melihat sesuatu dalam perspektif (think inpicture), mampu mempersepsi lingkungan, mengekspresikan gagasan dalam gambar, coretan, atau lukisan.
5) Bodily kinesthetic intelligences: kemampuan mengkoordinasikan fisik/tubuh, utamanya kita lihat para atlit.
6) Interpersonal intelligences: kemampuan memahami orang lain
7) Intrapersonal intelligences: kemampuan memahami emosinya sendiri.
8) Naturalist intelligences: kemampuan mengenal benda-benda di sekitar
9) Kecerdasan eksistensial: kemampuan merasakan dan menghayati berbagai pengalaman nurani atas pelajaran atau pemahaman sesuai keyakinan kepada Tuhan. Biasanya, kecerdasan ini dimiliki oleh para hali spiritual (sufi), ruhaniawan (tokoh agama), atau filsuf.
Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk berbicara dalam menggunakan kecerdasan linguistik, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir logis dan menggunakan angka dalam rangka mengembangkan kecerdasan logis-matematis, memberikan kesempatan siswa mendapat informasi dari gambar dalam mengembangkan kecerdasan visual, memberikan kesempatan siswamengarang lagu dan menggunakan musik dalam menerima informasi untuk mengembangkan kecerdasan musikal, memberi kesempatan siswaberakting dan pengalaman fisik lainnya dalam mengembangkankecerdasan kinestetik tubuh mereka, mengadakan refleksi diri dan pengalaman sosial dalam rangka mengembangkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal siswa. Serta dengan mengadakankegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mengembangkan ragamkecerdasanyang dimiliki siswa, pada saat pembelajaran berlangsung.
Biasanya guru, karena memiliki kecerdasan tertentu yang menonjol, cenderung menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kecerdasan tersebut secara terus menerus. Guru yang menonjol dalam inteligensi linguistik akan senang mengajar dengan menggunakan model inteligensi itu, seperti berceramah, bercerita panjang lebar, dengan puisi, membaca, dan sebagainya. Guru yang memiliki kecerdasan matematis-logisnya menonjol akan lebih senang mengajar dengan menekankan cara pendekatan matematis-logis; secara sistematis, dengan skema, bagan, rumus, dan sebagainya. Guru tersebut jarang mengajar dengan menggunakan kecerdasankinestetik-badani, interpersonal, ruang-visual,natural, atau lainnya, yang mungkin lebih cocok untuk siswa. Akibatnya, siswa yang tidak memiliki kecerdasan yangsama dengan yang digunakan guru kurang merasa terbantu secara baik dalam belajarnya. Bahkan bisa jadi siswa tersebut merasa tidak belajar apapun, karena guru mengajar dengan pendekatan yang cocok untuk dirinya sendiri.
Chatib (2013: 70) memaparkan dalam bukunya yang berjudul “Sekolahnya Manusia”, bahwa dalam faktanya, banyak siswa mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru. Banyaknya kegagalan siswa mencerna informasi dari gurunya disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, apabila gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran (termasuk pelajaran matematika) akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru juga senang karena punya siswa yang semuanya cerdas dan berpotensi untuk sukses.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran sebagaimana didefinisikan oleh Oemar Hamalik (2001: 57),merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,internal material fasilitas dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran secara umum adalah suatu proses belajar mengajar. Sama halnya dengan belajar, mengajar pada hakikatnya juga suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar (Sudjana, 1995: 29).
Perlu dipahami pula bahwa aktivitas belajar ditekankan pada terjadinya perubahan tingkah laku manusia, sehingga belajar cenderung melakukan aktivitas. Belajar berdasar aktifitas secara umum jauh lebih efektif daripada yang didasarkan presentasi atau ceramah karena peserta didik tidak sepenuhnya terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Dave Maler (2003: 90-91), gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental peserta didik sebab otak manusia yang terlibat dalam dalam gerakan tubuh (korteks motor) terletak tepat di sebelah bagian otak yang digunakan untuk berpikir dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, menghalangi gerakan tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal, sebab melibatkan kecerdasan terpadu manusia sepenuhnya. Kegiatan belajar dalam proses pembelajaran merupakan subsistem yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain secara fungsional.
Menurut Amin Suyitno (2006: 1),pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik.
Ismail SM (2008: 9),dalam bukunya “PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenagkan)”, menyebutkan bahwa istilah pembelajaran merupakan perubahan istilah yang sebelumnya dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) atau Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dalam proses pembelajaran melibatkan dua pihak, yaituguru dan peserta didik yang di dalamnya mengandung dua proses sekaligus, yaitu mengajar dan belajar (teaching and learning).
Dari penjelasan di atas dapat didefinisikan kembali bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah laku yang tampak sebagai hasil dari pengalamannya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa dimaksud dengan pembelajaran matematika adalah suatu proses interaksi dalam kegiatan belajar mengajar yang terjadi antara guru, peserta didik dan lingkungan sekitar dalam menguasai beberapa kompetensi terkait matematika.
a. Definisi Matematika
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang menggunakan prinsip deduktif, yaitu suatu prinsip dari tinjauan umum ke tinjauan khusus. Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Ruseffendi, 1988: 148).
Menurut James dan James (2001: 18) dalam kamus matematikanya yang dikutip dalam buku Erman Suherman, bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Erman Suherman, 2003:16). Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu: Aritmetika, Aljabar, Geometri dan Analisis. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya bahwa matematika itu tidak bergantung pada bidang studi lain. Sementara menurut Depdiknas (2006: 346), bahwa matematika meliputi aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran serta statistika dan peluang.
Menurut Abdul Halim Fathani(2009: 19), matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.
Dari beberapa definisi tentang matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan angka, struktur dan hubungan-hubunganya yang diatur secara terorganisasi menurut urutan yang logis dan matematis.
b. Karakteristik Matematika
Karakteristik matematika (sumardyono, 2004: 30-42) yaitu sebagai berikut: matematika memiliki objek kajian abstrak yang terdiri dari: Fakta Fakta adalah pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan melalui simbol-simbol tertentu, Operasi atau relasi Operasi adalah pengerjaan hitung, Konsep Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, Prinsip Prinsip adalah objek matematika yang terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi.
Matematika bertumpu pada kesepakatan Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting.Hal tersebut dapat dicontohkan yakni lambang bilangan yang digunakan sekarang adalah 1, 2, 3 dan seterusnya yang merupakan contoh sederhana dari sebuah kesepakatan matematika.
Berpola pikir deduktif dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.
Konsisten dalam sistemnya dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan namun ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya. Sistem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat dipandang lepas satu dengan lainnya.
Memiliki simbol yang kosong dari arti dalam matematika banyak sekali simbol baik yang berupa huruf latin, huruf yunani maupun simbol-simbol khusus lainnya. Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam matematika yang biasa disebut model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan maupun fungsi.
Memperhatikan semesta pembicaraan Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, bila kita menggunakannya kita harus memperhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau biasa disebut semesta pembicaraan bisa sempit bisa pula luas. Bila kita berbicara tentang bilangan-bilangan maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula. Begitu pula ketika kita berbicara tentang transformasi geometris seperti translasi, rotasi dan lain-lain maka simbol-simbol matematikanya menunjukkan suatu transformasi pula. Benar salahnya atau ada tidaknya penyelesaian suatu soal atau masalah juga ditentukan oleh semesta pembicaraan yang digunakan.
Berdasarkan pengertian dan karakteristik matematika tersebut, maka proses pembelajaran matematika dapat digunakan dengan model kecerdasan ganda (Multiple Intelligences). Berdasarkan teori kecerdasan majemuk, untuk melaksanakan proses pembelajaran matematika agar tumbuh secara optimal, guru harus memperhatikan potensi yang dimiliki siswa, termasuk kecerdasan.
Relevansi teori multiple intelligences dengan pembelajaran matematika adalah penyajian konsep-konsep matematika akan lebih mengena jika dikaitkan dengan karakter (tipikal) masing-masing anak. Hal ini sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan
Guru perlu menyadari bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa adalah berbeda-beda. Oleh karena itu, guru harus mampu mengemas setiap materi pembelajaran matematika dengan menarik yang disertai dan sarat dengan pengetahuan yang disesuaikan dengan kondisi lokal dan potensi yang ada pada siswa atau peserta didik. Dengan begitu, pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh siswa berdasarkan tingkat kecerdasan yang berbeda akan lebih membantu penyesuaian materi dengan melihat kondisi rill yang ada.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Matematika SD / MI.
Beberapa ciri pembelajaran matematika SD/MI adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, dalam pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan materi sebelumnya.
2) Pembelajaran matematika bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari halyang sederhana ke hal yang kompleks atau dari konsep-konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit.
3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa SD/MI, pada pembelajaran matematika di SD/MI digunakan pendekatan induktif maka digunakan penalaran induktif untuk menjelaskan matematika kepada siswa SD/MI. Metode penalaran induktif yaitu suatu proses berpikir yang berlangsung dari kejadian khusus menuju umum.
4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lainnya.
5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna Pembelajaran secara bermakna merupakan cara pengajaran materi pembelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan.
d. Tujuan Pembelajaran Matematika
Prihandoko (2006: 5) mengemukakan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi materi-materimatematika pada tingkat pendidikan lanjutan. Depdiknas (Prihandoko, 2006: 21) menguraikan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah
Wakiman (2001: 4) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika di Sekolah Dasar dibagi menjadi dua tujuan sebagai berikut:
1) Tujuan umum, dalam tujuan umum matematika SD bertujuan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan, dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika.
2) Tujuan khusus, dalam tujuan khusus matetaika SD bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan, keterampilan berhitung, menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan, mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar di SMP, dan membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat serta disiplin.
Selain itu, matematika mempunyai manfaat yaitu dapat membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan (Subarinah, 2006: 1). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sujono (Prihandoko, 2006: 10) mengemukakan bahwa nilai utama yang terkandung dalam matematika adalah nilai praktis, nilai disiplin dan nilai budaya. Matematika dikatakan mempunyai nilai praktis karena matematika merupakan suatu alat yang dapat langsung dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Matematika terdapat nilai kedisiplinan dengan maksud bahwa belajar matematika akan melatih orang berlaku disiplin dalam pola pemikirannya. Matematika mempunyai nilai budaya karena matematika muncul dari hasil budaya manusia dan berperan besar dalam perkembangan budaya itu sendiri.
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika bertujuan melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat lanjut, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah dan mempunyai nilai utama yang terkandung sehingga matematika bermanfaat dalam membentuk pola pikir siswa.
3. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
a. Persiapan
Pembelajaran dengan teori inteligensi perlu dipersiapkan sebaik-baiknya. Guru perlu merancang pembelajaran dan apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran. Paul Suparno (2004: 79) menjelaskan beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan pembelajaran berbasis multiple intelligences agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan harapan yang diinginkan. Adapun Langkah-langkah tersebut yaitu:
1) Mengenal kecerdasan ganda pada siswa, untuk dapat meneliti kecerdasan siswa, antara lain melalui tes, observasi siswa di kelas dan observasi siswa di luar kelas.
2) Mempersiapkan pengajaran, pada langkah ini guru perlu mempersiapkan lebih dulu bagaimana ia akan mengajar dengan teori inteligensi. Dalam persiapan itu guru akan meneliti kemungkinan-kemungkinan bentuk kecerdasan ganda yang dapat digunakan untuk mengajar suatu topik untuk diajarkan. Setelah itu guru guru menyusunnya dalam urutan yang nantinya dapat digunakan dalam mengajar. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan mengajar yaitu berfokus pada topik tertentu, mempertanyakan pendekatan kecerdasan ganda yang cocok dengan topik serta mengurutkan dalam rencana pelajaran.
3) Strategi Pengajaran disesuaikan dengan kecerdasan siswa yang akan diajar pada saat itu juga.
4) Menentukan Evaluasi/ penilaian, penilaian yang akan digunakan oleh guru sebaiknya sudah disiapkan terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran, hal tersebut akan berguna untuk memudahkan guru dalam hal penilaian.
Selain langkah-langkah yang diungkapkan oleh Paul Suparno di atas, beberapa ahli menyebutkan bahwa dalam pembelajaran perlu adanya sebuah persiapan terlebih dahulu, yaitu dengan membuat sebuah rencana pembelajaran yang kemudian disebut dengan lesson plan. Hal tersebut ditegaskan oleh Munif Chatib ( 2013: 192) bahwa lesson plan digunakan
sebagai perencanaan yang dibuat oleh guru sebelum mengajar untuk memberikan arahan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Struktur dan bentuk lesson plan menurut Munif Chatib (2012: 57) meliputi:
1) Header atau pembuka berisi identitas dan keterangan silabus. Identitas mencakup keterangan lesson plan yang memiliki beberapa aspek, antara lain:
a) Nama guru, berisi nama lengkap guru yang membuat lesson plan.
b) Sekolah berisi nama instansi tempat pembelajaran akan berlangsung.
c) Bidang studi berisi mata pelajaran yang akan dipelajari. Selain itu, isian pada bidang studi dapat diganti dengan tema atau subtema. Tema berisi tentang ide pokok dari materi yang akan dipelajari meliputi gabungan dari kompetensi dasar beberapa mata pelajaran, sedangkan subtema mencakup bagian kecil dari tema.
d) Kelas/semester berisi kelas tempat melaksanakan pembelajaran dan semester yang sedang berjalan pada waktu pembelajaran berlangsung.
e) Tanggal pembuatan yaitu tanggal pembuatan lesson plan.
f) Tanggal pelaksanaan yaitu tanggal pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan lesson plan yang telah dibuat.
2) Content atau isi, berupa aktivitas pembelajaran yang terdiri dari:
a) Apersepsi, meliputi zona alfa, warmer, pre-teach, dan scene setting.
b) Strategi pembelajaran.
c) Prosedur aktivitas, berisi rangkaian tahap dari kegiatan pra pendahuluan, kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
d) Teaching Aids, peralatan atau perlengkapan yang diperlukan guru untuk mengajar.
e) Evaluasi, berisi tentang teknik yang digunakan guru untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi yang sudah dimiliki siswa saat dan setelah pembelajaran. Alat ukur dalam evaluasi berupa tes. Sedangkan berdasarkan cara pelaksanaannya, tes dibedakan menjadi tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
3) Footer atau penutup, pada bagian ini berisi tentang keterangan pembuat lesson plan dan kepala sekolah, serta lampiran yng memuat rubrik penilaian, ringkasan materi, dan komentar guru.
b. Pelaksanaan
Menurut Munif Chatib (2010 : 108) multiple intelligences awalnya merupakan teori kecerdasan dalam ranah psikologi. Ketika ditarik ke dunia pendidikan multiple intelligences menjadi sebuah strategi pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Selanjutnya dijelaskan lagi oleh Munif Chatib (2011 : 33) bahwa setiap siswa punya gaya belajar masing-masing, yang juga dapat berubah. Informasi akan masuk ke dalam otak siswa dan tak terlupakan seumur hidup apabila informasi tersebut ditangkap berdasarkan gaya belajar siswa tersebut. Hal senada dikemukakan oleh Paul Suparno (Suparno, 2004 : 56) bahwa Setiap siswa mempunyai kecerdasan yang dapat berbeda dan siswa akan lebih mudah belajar bila materi dapat didekati dengan inteligensi mereka yag menonjol.
R. Hoer (2007 : 119) menjelaskan mengenai beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk menerapkan teori multiple intelligences di dalam pembelajaran, antara lain:
1) Kecerdasan bahasa, hal yang dapat dilakukan guru dikelas adalah mendorong penggunaan kata-kata lazim, dan palindrom, melibatkan siswa dalam debat dan presentasi lisan, dan menunjukan bagaimana puisi dapat menyampaikan emosi.
2) Kecerdasan logika mtematika, hal yang dapat dilakukan guru dikelas adalah menggunakan diagram venn untuk membandingkan, mengunakan grafik, tabel, dan bagan waktu, meminta siswa mendemonstrasikan dengan benda-benda nyata, dan meminta siswa menunjukkan urutan.
3) Kecerdasan musikal, hal yang dapat dilakukan guru di kelas adalah mengubah lirik lagu untuk mengajarkan konsep, mendorong siswa menambahkan musik dalam drama, menciptakan rumus atau hafalan berirama, mengajarkan sejarah dan geografi melalui musik dari masa dan tempat terkait.
4) Kecerdasan kinestetik, hal yang dapat dilakukan oleh guru di kelas adalah dengan menyediakan kegiatan untuk tangan dan bergerak, menawarkan kesempatan berakting, membiarkan murid bergerak selama bekerja, memanfaatkan kegiatan menjahit, membuat model dan lain-lain yang memerlukan keterampilam motorik halus.
5) Kecerdasanvisual-spasial, hal yang dapat dilakukan oleh guru di dalam kelas adalah dengan menggambar peta dan labirin, memimpin kegiatan visualisasi, mengajarkan pemetaan pikiran, menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan pemahaman melalui gambar, meminta siswa merancang bangunan, pakaian, pemandangan untuk peristiwa atau sejarah periode.
6) Kecerdasan interpersonal, hal yang dapat dilakukan guru di dalam kelas antara lain dengan meminta siswa menegrjakan proyek bersama, diskusi dan debat panel, bermain peran dan wawancara.
7) Kecerdasan intrapersonal, hal yang dapat dilakukan guru di dalam kelas antara lain dengan melakukan survei (untuk memudahkan siswa membandingkan diri dengan orang lain), aotobiografi dan jurnal, grafik pengalaman dan portofoli.
Muhammad Yaumi (2013: 47) menjelaskan strategi mengajar dengan menggunakan multiple intelligences sebagai berikut:
1) Mengembangkan kecerdasan Linguistik-verbal, dapat dilakukan oleh guru dengan cara: sumbang pendapat (brainstorming), mendongeng/ bercerita, menulis jurnal, membaca biografimewawancarai, bermain berbalas pantun, membuat laporan buku, berdebat, dan membuat humor.
2) Mengembangkan kecerdasan logis-matematis, untuk menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan ini antara lain: mengajak siswa berfikir kritis, bereksperimen, penyelesaian masalah, membuat (simbol-simbol abstrak, pola-pola, dan kategorisas), membuat silogisme (jika... maka...) dan membuat diagram venn.
3) Mengembangkan kecerdasan visual-spasial, untuk mengembangkan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki peserta didik, guru dapat menerapkan strategi-strategi dengan cara: membuat potongan-potongan kertas warna-warni, mewarnai gambar, membuat sketsa, membuat visualisasi, pemetaan ide, membuat peta, membuat diagram, membuat karya seni, melukis dan membuat ukiran.
4) Mengembangkan kecerdasan kinestetik,untuk menumbuhkan dan mengembangkan kecerdsan kinestetik ini antara lain: studi lapangan (field trip), bermain peran, berpantomim, menggunakan bahasa tubuh, demonstrasi, menggunakan anggota tubuh untuk melakukan sesuatu, bermain tebak-tebakan bermain teater di ruang kelas, dan bertukar kunjungan di kelompok kelas.
5) Mengembangkan kecerdasan musikal, beberapa strategi pembelajaran yang dipandang dapat mengembangkan kecerdsan musikal adalah: menciptakan dan menyusun musik, membuat konsep lagu untuk materi pembelajaran.
6) Mengembangkan kecerdasan interpersonal, berbagai aktivitas pembelajaran yang sesuai adalah sebagai berikut: dengan cara jigsaw, mengajar teman sebaya, bekerja tim, diskusi kelompok, membuat dan melakukan wawancara, menebak karakter orang lain (teman satu kelas).
7) Mengembangkan kecerdasan intrapersonal, untuk mngembangkan kecerdasan intrapersonal peserta didik antara lain: melakukan tugas mandiri, melakukan relfeksi, mengungkapkan perasaan, membuat identitas diri, dan membuat autobigrafi sederhana.
8) Mengembangkan kecerdsan naturalistik, aktivitas yang dapat megembangkan kecerdsan naturalistik adalah: belajar melalui alam, menggunakan alat peraga tanaman, membawa binatang peliharaan dalam ruang kelas, mengobservasi flora dan fauna, dan mengumpulkan gambar binatang.
9) Mengembangkan kecerdasan eksistensialis,adapun strategi pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan eksistensial adalah: membuat respon tentang sesuatu, membuat panggung beramal, berdiskusi tentang isu-isu sosial, menulis tentang persoalan sosial.
Pelaksanaan Pembelajaran (Chatib, 2013: 165-167):
1) Kegiatan Pendahuluan (Apersepsi)
Pada kegiatan pendahuluan atau apersepsi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences, setidaknya beberapa langkah yang harus dilakukan guru:
a) Ice Brekingmerupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengantarkan peserta didik memasuki zona alfa. Tindakan yang dilakukan dapat berupa permainan singkat yang melibatkan semua peserta didik dalam satu kelas.
b) Warmer atau pemanasan adalah mengulang kembali materi yang sebelumnya diajarkan oleh guru.
c) Pre-Tech adalah aktivitas yang harus dilakukan sebelum kegiatan inti pembelajaran, yang berupa pengarahan tentang tatacara menggunakan peralatan, alur diskusi, atau prosedur yang harus dilakukan siswa sebelum berkunjung ke suatu tempat.
d) Scene Setting adalah aktivitas yang paling dekat dengan strategi pembelajaran dengan maksud untuk membangun konsep awal pembelajaran. Pada tahap ini guru mulai mencoba mengkontekstualkan materi yang akan disampaikan dengan masalah nyata.
e) Teaching aid, merupakan perangkat-perangkat pendukung yang dipakai guru dalam memilih model atau strategi pembelajaran. Fungsi utamanya sebagai alat peraga pembelajaran.
2) Kegiatan Inti
Sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007, secara garis besar kegiatan inti mencakup tiga aspek:
a) Eksplorasi pada tahap ini guru beserta peserta didik mencoba mengkontekstualkan materi yang akan dipelajari dengan permasalahan disekitarnya atau mengkaitkan dengan materi yang lain. Dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences, tahapan eksplorasi melekat pada tahap scene setting.
b) Elaborasi merupakan kegiatan yang melibatkan peserta didik secara penuh dalam proses pembelajaran. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat berupa diskusi, mencatat, atau melakukan tugas lain. Tahapan ini dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences yang disebut sebagai prosedur aktivitas.
c) Konfirmasi pada tahap ini guru melakukan umpan balik dari hasil eksplorasi dan elaborasi.
3) Kegiatan penutup Pada tahap ini guru bersama murid melakukan review terhadap hasil pembelajaran.
c. Evaluasi/ Penilaian
Teori multiple intelligences menganjurkan sistem yang tidak bergantung pada tes standar atau tes yang didasarkan pada nilai formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik, Munif Chatib (2012: 155).
1) Pengertian Penilaian Autentik
Menurut Abdul Majid (2007: 186-187), penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Selanjutnya, Udin Syaefudin Sa’ud (2011: 172) menjelaskan, penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terusmenerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan meliputi seluruh aspek domain penilaian. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses pembelajaran bukan kepada hasil belajar.
Kunandar (2013: 36) yang menyatakan bahwa penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai baik prosesmaupun hasilnya dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di standar kompetensi atau kompetensi inti maupun kompetensi dasar. Senada dengan pendapat Kunandar, Abdul Majid (2007: 186-187) menjelaskan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas terkait penilaian autentik, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik merupakan jenis penilaian yang bukan hanya dilihat dari hasil saja, namun juga penilaian yang menekankan pada proses pembelajaran berlangsung, karena dalam penilaian autentik ini dinilai terus menerus selama proses pembelajaran.
2) Jenis-jenis penilaian autentik
penilaian autentik memiliki ciri-ciri yang lebih komprehensif atau lebih menyeluruh dalam menilai siswa. (menurut Munif Chatib (2013: 168) terdapat 3 ranah dalam penilaian autentik, yaitu:
a) Penilaian Kognitif, terdapat beberapa tingkatan yang terdapat pada ranah kognitif siswa. Kompetensi ranah kognitif tersebut meliputi tingkatanmenghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintetis dan mengevaluasi. Adapun alat penilaiannya adalah sebagai berikut:
(1) Tes lisan, berupa pertanyaan lisan yang digunakan untuk mengetahui daya serap siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan kognitif. Indikator skala penilaianya dari salah benarnya jawaban siswa dan kualitas jawaban.
(2) Tes tertulis, berupa isian singkat, pilihan ganda, menjodohkan, uraian objektif, uraian non objektif, hubungan sebab akibat, hubungan konteks, klasifikasi, atau kombinasinya. Indikator skala penilaiannya melalui perbandingan antara jumlah soal yang benar dan jumlah soal, lalu kualitas jawaban siswa dalam menjawab pertanyaan esai.
b) Penilaian Psikomotorik, kompetensi ranah psikomotorik merupakan kompetensi yang dapat dinilai dengan siswa melakukan kegiatan pembelajaran bukan tes, melainkan sebuah aktivitas yang memerlukan gerak tubuh atau perbuatan. Kemendikbud (2014: 36-37) menyebutkan bahwa penilaian keterampilan (psikomotorik) dapat menggunakan penilaian unjuk kerja atau praktik, projek, dan portofolio. Skala penilaian ranah psikomotorik dapat berupa penentuan rubrik penilaian, penentuan angka skala penilaian, dan pencatatan hasil aktivitas. Skala penilaian psikomotorik ditentukan secara subyektif oleh guru.
c) Penilaian Afektif, Kemendikbud (2014: 35-36) menjelaskan penilaian sikap dapat dinilai dengan menggunakan teknik observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, dan jurnal catatan guru. Penilaian pada ranah afektif meliputi penilaian pada peningkatan pemberian respon, sikap, apresiasi, penilaian, minat, dan internalisasi. Penilaian afektif ini digunakan untuk mengetahui karakter siswa dalam proses pembelajaran.
Terdapat bermacam-macam indikator penilaian afektif, namun minimal harus memenuhi lima persyaratan indikator (Munif Chatib, 2013: 174), sikap siswa terhadap dirinya sendiri selama proses pembelajaran, hubungandengan guru selama proses pembelajaran, sikap dengan teman-temannya selama proses pembelajaran, hubungan dengan lingkunganya selama proses pembelajaran, dan Respon siswa terhadap materi pembelajaran.
Peneliti menyimpulkan bahwa dalam penilaian autentik terdapat tiga ranah yang harus dinilai, yaitu: ranah kognitif, ranah pikomotorik dan ranah afektif, dimana ketiga ranah penilaian tersebut masing-masing memiliki alat penilaian sendiri-sendiri
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didasari oleh konsep konstruktivisme yang memiliki pandangan bahwa realita bersifat jamak, menyeluruh dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Selain itu penelitian ini lebih dicurahkan untuk memahami fenomena fenomena sosial dari perspektif partisipan yang diperoleh melalui pengamatan partisipatif. Dalam penelitian kualitatif peneliti lebur dalam situasi yang diteliti. Peneliti adalah pengumpul data, orang yang memiliki kesiapan penuh untuk memahami situasi.
Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi, menggambarkan dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan (Sukardi, 2009: 14).
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif karena data yang dianalisis tidak untuk menerima atau menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil analisis itu berupa deskriptif dari gejala-gejala yang diamati (Subana dan Sudrajat, 2001:15).
Jenis dan metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif karena melalui pengamatan partisipatif dengan tujuan untuk menggambarkan apa adanya dan mengungkap bagaimana implementasi multiple intelligences pada pembelajaran Matematika di MIS Burujul Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.
B. Seting Penelitian
Seting yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian kualitatif deskriptif ini meliputi latar tempat (lokasi) dan waktu. Lokasi atau tempat yang dijadikan penelitian yaitu MIS Burujul Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian diantaranya yaitu: 1) Di lokasi ini menerapakan pembelajaran dengan multiple intelligences yang ingin diketahui oleh peneliti, 2) peneliti merasa sekolah tersebut cocok untuk dijadikan tempat penelitian.
Waktu yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian kualitatif deskriptif ini adalah bulan april tahun 2017. Kegiatan akan berjalan dengan lancar, apabila tersusun atau tejadwal sesuai dengan rencana dan prosedur yang berlaku. Penelitian kualitatif deskriptif ini akan di laksanakan pada rentang waktu tiga bulan berturut-turut dibulan Maret, April, dan Mei pada tahun 2017.
C. Sumber Data
Sumber data primer (utama) dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data sekunder (tambahan) seperti dokumen-dokumen dan foto. (Moleong, 2009: 157) Adapun sumber data dalam penelitian ini antara lain:
1. Data Primer.
Moh Nazir (2005: 50) menjelaskan bahwa data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama. Hasil dari pengamatan dan wawancara mendalam membatasi kata-kata dan tindakan yang relevan saja kemudian dianalisis menjadi sumber data primer. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber utama yaitu: kepala sekolah, guru, dan siswa di MIS Burujul Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.
2. Data Sekunder
Sumber tertulis merupakan sumber kedua dan merupakan bahan tambahan yang dapat dibagi atas sumber buku, majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan resmi. (Moleong, 2009: 159). Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung pembahasan-pembahasan yang ada dalam penelitian ini. Adapun data sekunder meliputi dokumen-dokumen yang berupa program sekolah, rencana pembelajaran, data siswa, fasilitas, foto, serta penilaian/ evaluasi yang kesemuanya berkaitan dengan penerapan multiple intelligences di MIS Burujul Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dikenal oleh penelitian kualitatif pada umumnya pertama adalah wawancara mendalam, Kedua teknik observasi dan ketiga teknik dokumentasi (Hamidi, 2004: 72). Ketiga teknik tersebut digunakan dengan harapan dapat saling melengkapi antar ketiganya. Lebih jelasnya ketiga teknik tersebut adalah:
a. Wawancara Mendalam
Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi (Nasution, 2011: 113). Wawancara secara garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak tersetruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, terbuka, etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur disebutwawancara baku yang susunan pertanyaannya sudah dibakukan sebelumnya dengan pilihan jawaban yang tersedia (Mulyana, 2004: 180).
Sedangkan menurut Patton (Moleong, 2009: 187), macam-macam wawancara dibedakan menjadi 3 antara lain:
1) Wawancara pembicaraan informal. Jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara itu sendiri. Jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan terwawancara dalam suasana biasa, wajar, seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara.Pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.
3) Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan kata-katanya dan cara penyajiannyapun sama untuk setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan pendalaman terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi wawancara dan kecakapan pewawancara.
Moleong (2007: 190) wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan, sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak disusun terlebih dahulu pertanyaannya dan disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden.
Esterberg (Sugiyono, 2011: 233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur. Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunkan wawancara semiterstruktur dengan alasan jenis wawancara ini dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Jenis wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka sehingga peneliti dapat menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk mengungkap pendapat dan ide dari responden.
Sebelum melakukan kegiatan wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara agar proses tetap terfokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu implementasi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligencesdi MIS Burujul. Pelaksanaan wawancara tersebut dimaksudkan agar peneliti dapat menggali informasi lebih dalam kepada guru kelas,kepala sekolah maupun siswa terkait penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences. Berikut adalah pedoman wawancara untuk membantu peneliti mendapatkan data yang dibutuhkan.
Tabel 1
Kisi-kisi Pedoman Wawancara dengan Guru
Aspek
Sub Aspek
Keberadaan Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Mengenali inteligensi siswa
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/ Lesson Plan
Pelaksanaan Pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences Zona Alfa
Warmer
Pre-teach
Scene setting
Penerapan kecerdasan linguistik/ verbal
Penerapan kecerdasan matematis-logis
Penerapan kecerdasan visual- spasial
Penerapan kecerdasan kinestetik
Penerapan kecerdasan musikal
Penerapan kecerdasan interpersonal
Penerapan kecerdasan intrapersonal
Penerapan kecerdasan naturalis
Penerapan kecerdasan eksistensialis
Penilaian Pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences Sistem penilaian
Penilaian kognitif
Penilaian afektif
Penilaian psikomotor
Tabel 2
Kisi-kisi Wawancara dengan Kepala Sekolah
Aspek
Sub Aspek
Keberadaan pembelajaran berbasis multiple intelligences
Persiapan pembelajaran berbasis multiple intelligences Mengenali inteligensi siswa
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/ Lesson Plan
Penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences
Penilaian pembelajaran berbasis multiple intelligences
Tabel 3
Kisi-kisi Wawancara dengan Siswa
Aspek
Sub Aspek
Pengalaman belajar matematika melalui Multiple Intelligences Linguistik –verbal
Matematis-logis
Visual-spasial
Kinestetik
Musikal
Interpersonal
Intrapersonal
Naturalis
Eksistensialis
Kegiatan di luar sekolah
b. Observasi
Observasi atau pengamatan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian. Untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yang diinginkan atau studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala psikis dengan jalan mengamati (Mandalis, 2003: 63). Dalam observasi ini diusahakan mengamati keadaan yang wajar dan yang sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi mengatur atau memanipulasikannya.
Dalam penelitian kualitatif, metode pengamatan berperan sangat penting. Karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi secara lengkap. Bentuk kegiatan peneliti dengan mengamati secara terjun langsung ke lapangan atau ke sekolah sehingga peneliti ikut aktif di dalamnya, langsung dapat melihat situasi yang diamati dan dipaparkan melalui pengamatan dan pencatatan. Pengamatan berlatar alamiah atau tak terstruktur karena terjadi secara naturalistik dan apa adanya yang terjadi di sekolah (Moleong, 2009: 176).
Sugiyono (2005: 68), menyatakan bahwa observasi terdiri atas tiga komponen: place (tempat) yaitu berlangsungnya interaksi sosial di dalam kelas,actor (pelaku) yaitu orang-orang yang sedang memainkan peranan tertentu (guru dan anak), activity (kegiatan) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial, dalam hal ini adalah kegiatan pembelajaran.
Sugiyono (2010: 204) dari segi proses pelaksanaan pegumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation(observasi berperan serta) dan non participant observation (observasi non partisipan).
Sebelum melakukan observasi, peneliti membuat pedoman observasi sebagai acuan agar proses observasi tetap fokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan implemetasi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul. Oleh karena itu, pelaksanaan observasi bertujuan untuk mengetahui secara langsung terkait penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Berikut adalah kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan untuk melihat pembelajaran di dalam kelas.
Tabel 4
Kisi-kisi Pedoman Observasi
Aspek
Sub Aspek
Kegiatan awal a. Mempersiapan pembelajaran
b. Pemberian apersepsi dan motivasi
Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences a. kecerdasan Linguistik/ verbal
b. kecerdasan matematis-logis
c. kecerdasan visual- spasial
d. kecerdasan kinestetik
e. kecerdasan musikal
f. kecerdasan interpersonal
g. kecerdasan intrapersonal
h. kecerdasan naturalis
i. kecerdasan eksistensialis
Kegiatan akhir Penyimpulan materi dan evaluasi
Penilaian Autentik Penilaian Autentik
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen tersebut diurutkan sesuai dengan kekuatan dan kesesuaian isinya dengan tujuan pengkajian. Isinya dianalisis, dibandingkan dan dipadukan membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh (Syaodih, 2008: 221-222).
Lexy J. Moleong (2009: 217-219), macam-macam dokumen antara lain:
1) Dokumen Pribadi.
Dokumen pribadi merupakan catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaannya. Maksud mengumpulkan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di sekitar subyek penelitan. Contoh dokumentasi pribadi adalah buku harian, surat pribadi dan otobiografi.
2) Dokumen Resmi.
Dokumentasi resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial misalnya majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada media massa.
Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011: 149) studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumendan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Sedangkan, menurut Suharsimi Arikunto ( 2010: 247) metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.
Adapun data dokumentasi yang akan didapat oleh peneliti yaitu: dokumen-dokumen yang berupa rencana pembelajaran, kurikulum sekolah, silabus, data siswa, fasilitas, serta penilaian/ evaluasi yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences di MIS Burujul. Dengan demikian, dokumentasi ini bertujuaan sebagai data pelengkap dan bukti penerapanpembelajaran matemattika berbasis multiple intelligencesdi MIS Burujul.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang utama ialah peneliti sendiri. Pada awal penelitian penelitilah alat satu-satunya. Ada kemungkinan hanya dialah merupakan alat dari awal sampai akhir penelitian. Namun setelah penelitian berlangsung diperoleh fokus yang lebih jelas melalui wawancara (Nasution, 2003: 34).
Dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi (Sugiyono, 2010: 307). Agar penelitian ini terarah, peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-kisi instrumen penelitian yang selanjutnya dijadikan acuan untuk membuat pedoman wawancara dan observasi.
E. Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2010: 336) meliputi credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji kredibilitas untuk menguji keabsahan data.
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data. Pelaksanaan teknik pemeriksaan data didasarkan pada derajat kepercayaan (kredibilitas). Derajat kepercayaan ini berfungsi untuk: melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaanpenemuannya dapat dicapai dan untuk mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti (Moleong, 2009: 324).
Berbagai cara dapat dilakukan untuk memenuhi kriteria derajat kepercayaan (Nasution, 2003: 114-117), antara lain:
1. Memperpanjang masa observasi: harus cukup waktu untuk betul-betul mengenal suatu lingkungan, mengadakan hubungan baik dengan orang-orang di sana, mengenal kebudayaan lingkungan dan mengecek kebenaran informasi.
2. Pengamatan yang terus-menerus: memperhatikan sesuatu secara lebih cermat.
3. Triangulasi: data atau informasi yang telah dikumpulkan dalam suatu penelitian kualitatif perlu diuji keabsahannya melalui teknik triangulasi metode, triangulasi sumber (Hamidi, 2004: 83). Untuk menguji keakuratan data digunakan triangulasi metode pengumpulan data yaitu dengan caramenggunakan beberapa cara pengumpulan data seperti observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
4. Membicarakan dengan orang lain: diskusi dilakukan dengan orang yang sebaya dengan peneliti.
5. Menganalisis kasus negatif: kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian hingga saat tertentu.
6. Menggunakan bahan referensi: sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data, dapat digunakan hasil rekaman atau video atau dokumentasi.
7. Mengadakan member check: salah satu cara yang sangat penting melakukan member check dengan cara pada akhir wawancara kita ulangi dalam garis besarnya, berdasarkan catatan kita dengan maksud memperbaiki kekeliruan atau menambah apa yang masih kurang (Bungin, 2003: 105).
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu (Sugiyono, 2010: 368). Triangulasi yang digunakan peneliti untuk mengabsah data adalah triangulasi teknik dan sumber.
a. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara menegecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti mengungkap data tentang penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences dengan teknik wawancara, observasi, dan kemudian dengan dokumentasi.
b. Triangulasi sumber triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti menggali informasi dari guru kelas, lalu triangulasi ke kepala sekolah kemudian merambah ke siswa. Data dari sumber-sumber tersebut dideskripsikan, dikategorikan, mana yang memiliki pandangan sama atau berbeda, dan mana yang spesifik.
F. Analisis Data
Analisis data penelitian kualitatif dimulai dengan menyusun fakta-fakta hasil temuan lapangan. Kemudian peneliti membuat diagram-diagram, tabel, gambar-gambar, dan bentuk-bentuk pemaduan fakta lainnya. Hasil analisis data, diagram, bagan, tabel, dan gambar-gambar tersebut diinterpretasikan, dikembangkan menjadi proposisi dan prinsip-prinsip (Syaodih, 2008: 115).
penulis mengacu pada (Moleong, 2002: 190-193) yang mengatakan bahwa untuk menganalisis data yang bersifat kualitatif dalam penelitian ini adalah:
1. Pemrosesan data yaitu mencari dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas dari berbagai sumber dan dipelajari secara teliti seluruh data yang sudah terkumpul kemudian satu-satunya diidentifikasi.
2. Kategorisasi yaitu data-data yang sudah terkumpul dapat dikelompokan atas pikiran, pendapat, dan kriteria tertentu yang selanjutnya dikategorisasikan kedalam isi pembahasan penelitian yang berkaitan.
3. Penafsiran data yakni setelah tersedia data-data yang lengkap dan kategorisasi telah dilakukan, maka dilakukan analisis, yang akhirnya dilakukan penafsiran kesimpulan dari apa yang telah dibahas.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran dari konsep kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) serta Implementasi konsep kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) dalam pembelajaran Matematika di MIS Burujul Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.
F. Jadwal Penelitian.
Penelitian ini direncanakan akan selesai dalam jangka waktu tiga bulan, terhitung sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2017. Dalam jangka waktu tiga bulan tersebut dilakukan kegiatan penelitian mulai dari penyusunan proposal penelitian, pengajuan proposal ke Tim Pemeriksa Proposal Skripsi (TPPS), pengajuan Surat Keputusan (SK) pembimbing, pengumpulan data, pengolahan data, dan penulisan laporan penelitian.
Waktu dan kegiatan penelitian sebagai dikemukakan di atas, dapat digambarkan sebagaimana tampak pada tabel jadwal penelitian berikut:
Tabel 5
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Maret 2017 April 2017 Mei 2017
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan proposal
2 Pengajuan proposal penelitian ke TTPS
3 Pengajuan SK pembimbing
4 Pengumpulan data
5 Pengolahan data
6 Penulisan skripsi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MIS Burujul yang merupakan salah satu sekolah dasar di Kecamatan CimerakKabupaten Pangandaran. MIS Burujul berada di Dusun Burujul RT 02 RW 03, Desa Limusgede, Kecamatan Cimerak kabupaten pangandaran. Yayasan tersebut di naungi oleh yayasan pendidikan Miftahul Ulum Ciakar, dengan Akte notaris organisasi penyelenggara: 002/Tanggal 05 September 2016. Luas tanah MIS Burujul 1.560 m2 dengan status wakaf dan merupakan lokasi yang startegis untuk lingkungan pendidikan. MIS Burujul memiliki Nomor Statistik Madrasah (NSM) 111232180013 dan terakreditasi dengan predikat B.
Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Burujul Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran dilihat dari sarana fisiknya, madrasah (sekolah) ini cukup memadai untuk kelangsungan proses belajar mengajar, selain bangunan permanen, fasilitas siswanya pun cukup tersedia. Dalam rangka menyediakan tempat belajar bagi siswa secara optimal, MIS Burujul memiliki beberapa fasilitas. Berikut ini diantaranya fasilitas yang terdapat di MIS Burujul untuk mendukung pembelajaran berbasis multiple intelligences: ruang kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, WC guru, WC siswa, printer dan lain-lain.
Penggunaan MI (Multiple Intelligence) sebagai pendekatan dalam pembelajaran mulai menjadi kebijakan umum yang digunakan pada seluruh kelas di MIS Burujul di mulai pada tahun 2016. Keterangan ini disampaikan langsung oleh kepala sekolah MIS Burujul. Ibu Atih pada saat proses wawancara tanggal 8 April 2017. Sejarah atau alasan yang melandasi pemakaian pembelajaran berbasis multiple intelligence adalah karena ketertarikan pada saat membaca buku karya munif chatib, serta melakukan diskusi dengan guru-guru.
Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, MIS Burujul menetapkan 6 hari untuk jam kondusif belajar, yaitu pada hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Kegiatan dimulai pada pukul 07.00 sampai dengan pukul 11.45. Namun, pada pukul 07.00 sampai dengan pukul 08.00 terlebih dahulu digunakan untuk kegiatan membaca surat-surat pendek (juz ‘ama) dan sholat Dhuha berjama’ah dan dilanjutkan dengan pembelajaran oleh guru di kelas.
Dalam merumuskan visi, misi serta tujuan MIS Burujul, pihak-pihak terkait (stakeholders) melakukan musyawarah sehingga visi, misi serta tujuan tersebut mewakili aspirasi semua pihak yang terkait. Harapannya, semua pihak yang terkait dalam kegiatan pembelajaran benar-benar menyadari visi, misi serta tujuan tersebut untuk selanjutnya memegang komitmen terhadap visi, misi serta tujuan yang telah disepakati bersama.
Adapun visi, misi serta tujuan MIS Burujul adalah:
1. Visi
Mencetak Peserta Didik Berkarakter Famili ( Favorit, Amanah, Mandiri, Ikhlas, Luwes, Inovatif).
2. Misi
a. Melaksanakan kurikulum seutuhnya sebagai standar pelayanan minimal proses belajar mengajar.
b. Mengembangkan kecerdasan anak didik dan keteladanan akhlakul karimah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, ilmu pengetahuan, kemasyarakatan, partisipasi dan kemandirian.
c. Membangun suasana kondusif dalam mewujudkan kondisi kerja dan belajar yang nyaman, tenang, kesejahteraan rohani dan jasmani berdasarkan etika ilmu dan profesionalisme kependidikan serta keteguhan nilai agama Melaksanakan pembelajaran efektif yang aktif, kreatif dan kondusif.
3. Tujuan
a. Memenuhi akan keadilan dan pemerataan pendidikan di lingkungan Madrasah.
b. Memenuhi akan pendidikan yang bermutu menghasilkan prestasi akademik dan non akademik.
c. Memenuhi sikap, budi pekerti yang luhur didasari iman dan taqwa.
d. Memenuhi akan sistem partisipatif, transparan, dan akuntabel antara pihak-pihak terkait .
Dilihat dari visinya MIS Burujul bercita-cita mencetak peserta didik yang berkarakterFamili (Favorit, Amanah, Mandiri, Ikhlas, Luwes, Inovatif), yaitu ingin mencetak peserta didik yang menjadi favorit di lingkungannya, amanah apabila diberi kepercayaan, ikhlas, luwes serta inovatif. Dari misinya MIS Burujul ingin menciftakan pembelajaran yang mengaitkan secara mendalam pengetahuan, kemandirian dan akhlakul karimah. Serta ingin menciftakan kondisi belajar yang nyaman dan melaksanakan pembelajaran efektif yang aktif, kreatif, dan kondusif. Dari misi ini terlihat keseimbangan antara ilmu agama dan juga ilmu pengetahuan umum sehingga menghasilkan manusia yang berkualitas baik agamanya, ilmu pengetahuan ataupun keterampilan serta berakhalkul karimah .
Guru yang mengajar di MIS Burujul berjumlah 8 guru, dengan rincian dua guru laki-laki, dan guru perempuan enam. Dengan latar belakang pendidikan berbeda-beda mulai dari setingkat SMA sampai sarjana. Yaitu ibu Atih, S.Pd.I sebagai kepala sekolah, Suryono, S.Pd.I, Nina Nurlina, S.Pd.I, Irawati, S.Pd.I, Yani Haryani, S.Pd.I, Kusmiati, S.Pd.I, A. Pipih Hopiah sebagai guru kelas, serta Ismail sebagai guru olahraga. Sedangkan jumlah peserta didik berdasarkan data tahun ajaran 2016/2017 berjumlah 96 peserta didik. Dengan rincian kelas I 18 peserta didik, kelas II 14 peserta didik, kelas III 17 peserta didik, kelas IV 16 peserta didik, kelas V 16 peserta didik, kelas VI 14 peserta didik.
B. Hasil Penelitian
Keberhasilan yang diperoleh instansi tidak lepas atas kerja keras serta keuletan segenap penyelenggara pendidikan untuk menyediakan layanan pendidikan terbaik kepada peserta didiknya. Upaya itu diimplementasikan dalam bentuk pelaksanaan proses pembelajaran yang beragam salahsatunya strategi pembelajaran yang berbasis Multiple Inteligences. Untuk menujang keberhasilan proses pembelajaran di MIS Burujul maka dipilihnya proses pembelajaran berbasis multiple intelligences karena dipandang suatu pembelajaran yang ramah anak, hal ini disampaikan Kepala Sekolah MIS Burujul: Pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah pembelajaran yang ramah anak karena menyesuaikan dengan gaya belajar anak, sebuah pembelajaran dalam multiple intelligences itu punya rumus, yaitu: belajar yang efektif itu jika gaya mengajar guru sama dengan gaya belajar siswa (wawancara, tanggal 8 April 2017).
Dalam praktiknya, secara garis besar penerapan pembelajaran berbasis Multiple intelligences di MIS Burujul memuat tiga tahapan. Ketiga tahapan tersebut meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.
1. Deskripsi perencanaan pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences
Atih, Kepala Sekolah MIS Burujul menuturkan, bahwa perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru sangat menentukan keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Menurutnya, rencana pembelajaran yang baik dan terperinci akan membuat guru mudah dalam menyampaikan materi pelajaran, pengorganisasian peserta didik, maupun saat evaluasi pembelajaran. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan terarah dengan rapi dan baik (wawancara, tanggal 30 maret 2017).
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan sama halnya dengan di sekolah-sekolah pada umumnya. Guru diminta menyiapkan perangkat pembelajaran seperti Rencana Silabus, RPP, agenda harian serta catatan kecil untuk mempersiapkan pembelajaran guna mempermudah guru proses belajar mengajar supaya lebih efektif dan efisien.
Pembelajaran dengan menerapkan teori kecerdasan perlu disiapkan sebaik-baiknya. Hal tersebut akan berkaitan dengan keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Secara umum, MIS Burujul memiliki dua tahap dalam mempersiapkan pembelajaranberbasis multiple intelligences, yaitu:
1) Mengenali Kecerdasan Siswa
Hal yang dilakukan guru untuk mengenali kecerdasan masing masing siswa adalah dengan secara sederhana dengan melihat keseharian siswa serta nilai akhir, hal ini dituturkan oleh guru kelas IV yang bernama Yani haryani: “Yang pertama disini di lihat dari nilai harian, yang kedua nilai sikap,kemudian yang ketiga kegiatan sehari-hari” (wawancara, 6 April 2017). Begitu juga kepala sekolah MIS Burujul mengungkapkan bahwa untuk mengenali kecerdasan siswa adalah: “Ya bisa di lihat ketika ada latihan untuk menjelang kenaikan kelas, siswa-siswa kan di latih seperti dalam nyanyian atau dalam musik, jadi ketahuan mana siswa yang berbakat dan tidak dalam bidang tersebut” (wawancara, 8 April 2017).
2) Menyusun Rencana Pembelajaran/ Lesson Plan
Rencana pembelajaran/ lesson plan digunakan sebagai perencanaan yang dibuat oleh guru sebelum mengajar untuk memberikan arahan dalam pelaksanaan pembelajaran.RPP berisi gambaran umum alur pembelajaran guru yang akan dilaksanakan.Dari hasil observasi peneliti, lesson plan yang dibuat oleh guru disiapkan secara sederhana dengan menuliskan rencana pembelajaran dalam buku yang sudah sengaja disiapkan khusus untuk menuliskan rencana pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan peryataan kepala sekolah: “Rencana, RPP untuk pembelajaran. Selain RPP juga untuk kegiatan sehari-harinya biasa diadakan agenda harian, punya catatan kecil sih setiap guru untuk mempersiapkan pembelajaran” (wawancara, 8 April 2017). Serta penyataan guru : “Kalau rencana yang pertama membuat RPP, kedua agenda harian serta ketiga membuat catatan kecil supaya pembelajaran lebih terarah” (wawancara, 6 April 2017).
Berikut ini adalah gambar rencana pembelajaran/ lesson plan yang dituliskan oleh guru sebagaimana disebutkan oleh guru dan Kepala Sekolah berupa coret-coretan:
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 gambar 4
Peneliti mengetahui aspek yang terdapat dalam lesson planyang dibuat guru melalui data wawancara guru, kepala sekolah dan observasi dokumen rencana pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara guru dan kepala sekolah aspek yang terdapat dalam lesson plan antara lain: Standar kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, alfa zona, scene setting, warmer, pre-teach, kegiatan pembelajaran dan terkadang menambahkan materi dengan mengaitkan yang ada di Al-Qur’an. Hal ini di ungkapkan oleh guru kelas II yang bernama Nina Nurlina, aspek yang terdapat dalam lesson plan: “Yang terdapat dalam RPP itu ada alfa zona,kemudian ada warmer, scene setting ya” (wawancara, 6 April 2017). Ditambahkan oleh kepala sekolah: “Ya setidaknya aspek yang ditulis dalam catatan kecil guru atau yang disebut agenda harian itu mencakup ada alfa zona, ada scenesetting, warmer, pre-teach termasuk juga KD, indikator dan sebagainya itu ada” (wawancara, 8 April 2017).
Kemudian, Secara umum berdasarkan hasil analisis dokumen lesson plan, rencana pembelajaran yang dibuat guru adalah memuat aspek-aspek sebagai berikut:
a) Standar Kompetensi
b) Kompetensi Dasar
c) Indikator
d) Alfa zone
e) Scene setting
f) Kegiatan
g) Teaching Aids, peralatan atau perlengkapan.
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran oleh guru dilakukan sebelum Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai pada awal semester. Meski demikian, sekolah tetap memberikan wewenang kepada setiap guru untuk melakukan perubahan-perubahan, selama hal itu dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran.
Sebelum Rencana Pelaksanaan Pembelajaran diterapkan di kelas, setiap guru harus mengkonsultasikannya terlebih dahulu dengan kepala sekolah. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa pelaksanaan pembelajaran nantinya akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip multiple intelligences.
2. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran matematika Berbasis Multiple Intelligences
Aktivitas dalam pelaksanaan pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences di MIS Burujul secara garis besar terangkum ke dalam tiga tahapan, kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1) Pendahuluan (Apersepsi)
Dalam pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences di MIS Burujul, aktivitas yang dilakukan guru dalam tahap ini meliputi:
a) Ice Breaking/Alfa Zona
alfa zona, berdasarkan hasil wawancara dengan guru, alfa zonaadalah kaitanya dengan otak, dimana kondisi otak siap dalam menerima pembelajaran. kegiatan pada zona alfa yang sering dilakukan guru antara lain: tanya jawab seputar kebiasaan anak, gerakan-gerakan refleksi, bernyanyi (wawancara, 6 April 2017).
Berikut adalah dokumentasi yang diperoleh peneliti saat kegiatan alfa zona
Gambar 5 Gambar 6
Gambar 7
Guru mengajak peserta didik melakukan Ice Breaking untuk menuju Zona Alfa. Hal ini dilakukan agar pikiran peserta didik menjadi segar kembali dan siap untuk menerima materi yang baru. Aktivitas yang dilakukan biasanya guru melakukannya dalam bentuk senam singkat, nyanyian, gerakan sambil bernyanyi, dari sini guru mulai memunculkan kesan pembelajaran matematika yang menyenangkan sebelum peserta didik menerima materi. Tetapi pada penerapannya ada pula sebagian guru yang melakukan Ice Breaking di tengah kegiatan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk menyegarkan kembali pikiran peserta didik karena rasa jenuh.
b) Warmer
kegiatan yang dilakukan guru pada saat kegiatan warmer adalah dengan mengulang materi yang telah disampaikan sebelumya. Hal tersebut ditegaskan oleh guru kelas pada wawancara yang dilakukan peneliti. yaitu: “Tanya jawab kadang, ya seputar materi yang telah di sampaikan kemudian di kaitkan dengan materi yang sekarang akan di bahasseperti itu ya dan sebagainya” (wawancara, tanggal 6 April 2017).
Guru menanyakan kembali materi-materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menjelaskan keterkaitan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan ini secara otomatis telah dilakukan oleh setiap guru, khususnya dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan materi matematika bersifat saling terkait, sehingga setiap materi yang baru berhubungan denga materi sebelumnya. Dengan demikian, mau tidak mau sebelum menyampaikan materi yang baru, guru mengulas terlebih dahulu materi yang pernah disampaikan sebelumnya.
c) Pre Tech
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru,pre-teach merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum aktivitas inti pembelajaran, yaitu guru memberikan gambaran mengenai materi yang akan di bahas (wawancara guru kelas II, tanggal 6 April 2017).Pada tahap ini guru memberikan arahan terkait prosedur yang harus dilakukan terkait model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Misalnya dalam model diskusi, guru memberikan arahan terkait bagaimana pembentukan kelompok dan tugas masing-masing kelompok. Pre Tech dilakukan bersamaan ketika guru mengkondisikan peserta didik sesuai model pembelajaran yang ingin dilakukan.
d) Scene Setting
Scene setting merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk membangun konsep awal, hal tersebut diungkapkan oleh guru kelas II (wawancara, tanggal 6 April 2017). Scene Setting menjadi awal dari kegiatan inti pembelajaran. Aktivitas yang dilakukan guru pada tahap ini adalah mencoba untuk mengkontekstualkan materi yang akan di sampaikan. Hal ini dilakukan agar peserta didik mempunyai gambaran riil terkait materi yang akan dipelajari dengan konteks kehidupan nyata. Dengan demikian akan muncul kegairahan peserta didik untuk mempelajari materi tersebut.
Kegiatan ini juga menjadi bagian penting yang harus dilakukan guru saat mulai menyampaikan materi pembelajaran. Dalam menyusun scenesetting, dalam pembelajaran matematika menghadapi sedikit permasalahan pada beberapa materi yang cenderung abstrak. Beberapa materi matematika, seperti bilangan pecahan, bilangan berpangkat, bilangan decimal bersifat abstrak sehingga guru kesulitan menyusun scene setting. Hal ini berpengaruh terhadap pemahaman peserta didik terhadap materi tersebut. Pada materi materi semacam ini banyak peserta didik yang mengalami kesulitan.
2) Kegiatan Inti
a) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dalam kerangka pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences di MIS Burujul, telah termuat dalam aktivitas Scene Setting pada tahap pendahuluan. Hal ini tidak menjadi permasalahan, mengingat aktivitas dalam Scene Settingmengantarkan anak menuju kegiatan inti pembelajaran. Di samping itu, muatan kegiatan eksplorasi adalah mengkontekstualkan materi pelajaran. Hal ini sama halnya yang dilakukan dalam aktivitas Scene Setting(wawancara, tanggal 6 April 2017).
b) Elaborasi (Prosedur Aktivitas)
Elaborasi merupakan aktifitas melibatkan partisipasi aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences dikenal dengan prosedur aktivitas. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan active learning. Pada tahap ini guru mulai menerapan berbagai strategi atau model pembelajaran, tergantung situasi dan kondisi kelas dan materi yang akan disampaikan. Strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences yang dikembangkan di MIS Burujul, mengacu pada prinsip active learning. Metodologi yang sering dipakai dalam pembelajaran di MIS Burujul adalah diskusi, make a match, dan analogi. Guru melakukan variasi model untuk mengembangkan multiple intelligences, hal ini menjadi bagian faktor pendukung keberhasilan pembelajaran dikelas secara aktif, inovatif dan menyenangkan.
c) Konfirmasi
Tahap konfirmasi merupakan follow up dari dua tahap sebelumnya (eksplorasi dan elaborasi). Setelah selesai menyampaikan materi pelajaran, guru menarik kesimpulan dan memberi umpan balik kepada peserta didik atas materi yang disampaikannya. Setelah itu, guru baru mengakhiri kegiatan pembelajarannya. Beberapa guru terkadang lupa melakukan kegiatan ini. Padahal, hal ini penting untuk mensinergikan pengetahuan peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan, agar terbentuk pemahaman yang sama. (berdasarkan hasil observasi pelaksanaan, tanggal 3 dan 4 April 2017).
Kegiatan pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences:
a) Kecerdasan Lingusitik-verbal
Beberapa kegiatan matematika yang sering guru lakukan untuk mengembangkan kecerdasan linguistik-verbal siswa adalah dengan meminta siswa membacakan atau mempresentasikan hasil belajar di depan kelas, memberi kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapat atau kesempatan siswa untuk berbicara dan memberikan kesempatan siswa untuk menulis. Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan guru berikut ini: “Untuk mengembangkan kecerdasan linguistik pada matematika itu tentunya banyak caranya, namun disini saya sendiri selalu memerintahkan untuk mempresentasikan hasil belajar baik itu secara individu maupun secara kelompok” (wawancara, tanggal 6 April 2017). Beberapa siswa juga mengungkapkan bahwa guru pernah melakukan tanya jawab bahkan sering pada awal-awal pembelajaran (wawancara siswa, tanggal 12 April 2017).
Teramati oleh peneliti pada saat pembelajaran berlangsung guru telah melakukan upaya pengembangan kecerdasan linguistik.Guru meminta siswa untuk menuliskan bilangan romawi di buku masing-masing (kelas IV, 3 April 2017).Berikut adalah penggambaran kegiatan mengembangkan kecerdasan linguistik-verbal saat pembelajaran.
Tabel 9
Pengembangan kecerdasan linguistik-verbal
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 1. Guru bertanya mengenai pembelajaran sebelumnya.
2. Guru meminta siswa untuk menuliskan lambang bilangan romawi.
3. Guru bertanya “ I digunakan untuk lambang bilangan?”.
2 Kelas II
3 april 2017 1. Guru bertanya tadi siapa yang minum susu? Minum air putih? Yang sarapan pakai nasi atau roti?.
2. Guru menanyakan materi yang sebelumnya sudah di sampaikan mengenai bangun datar.
3. Guru meminta siswa untuk menuliskan nama kelompoknya
4. Dengan cara bertanya jawab mengenai benda-benda yang ada di lingkungan kelas yang berbentuk bangun datar, guru: “ apakah ada bangun datar di ruangan kelas ini?, Murid: “ada, bor, photo, jendela”.
3 Kelas V
4 April 2017 1. Guru mengulang pembelajaran yang sudah di pelajari.Guru: “Minggu kemarin kita sudah membahas?”Murid: “sudut, sudut lancip ....”.
2. Guru meminta siswa untuk menuliskan nama kelompoknya.
3. Guru bertanya mengenai pengertian jaring-jaring.
4 Kelas III
4 April 2017 1. Guru menanyakan kesiapan belajar siswa, guru: “sudah siap belajar?”, murid: “ siap”.
2. Guru meminta siswa menuliskan nama kelompok.
3. Guru bertanya jawab mengenai bentuk bentuk bangun datar yang ada di lingkungan sekitar kelas.
Dari data diatas, terlihat bahwa kegiatan yang paling sering guru lakukan untuk mengembangkan kecerdasan linguistik verbaladalah dengan memberikan pertanyaan kepada siswa. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi siswa berbicara.
Seperti diungkapkan oleh kepala sekolah: “Upayanya diantarannya yaitu mengizinkan anak-anak untuk belajar berdiskusi, berpendapat atau membuat karya tulis” (wawancara, tanggal 8 April 2017).
Berdasarkan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, guru sudah mengembangkan jenis kecerdasan lingistik-verbal.
b) Kecerdasan Matematis-logis
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mngembangkan kecerdasan ini yaitu melatih siswa untuk berpikir logika sebagaimana yang diungkapkan oleh guru MIS Burujul, pengembangan kecerdasan Matematis-Logis: “Yaitu menerapkan atau membuat soal terus siswa di minta untuk membuat soal atau menyelesaikan soal sesuai dengan kehidupan sehari-hari, jadi harus berpikir logika” (wawancara, tanggal 6 April 2017).Hal tersebut diungkapkan juga oleh Kepala sekolah MIS Burujul: “Untuk mengembangkan kecerdasan logis biasanya ya si anak diajak ngobrol tentang kehidupan sehari-hari supaya si anak itu bisa berpikir logika mengenai hitung-hitungan dalam kehidupan sehari-hari” (wawancara, tanggal 8 April 2017) .
Berikut adalah penggambaran kegiatan mengembangkan kecerdasan Matematis-Logis saat pembelajaran.
Tabel 10
pengembangan kecerdasan Matematis-Logis
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 Siswa diminta untuk menyelesaikan soal, yaitu mencari pasangan dari kartu yang mereka dapatkan.
2 Kelas II
3 april 2017 1. Guru memfasilitasi siswa untuk mendemonstrasikan dengan benda-benda nyata, yaitu dengan menunjukan uang kertas dan uang koin serta menunjukan benda-benda di ruangan kelas yang berbentuk bangun datar.
2. Guru melakukan kegiatan berhitung saat pembagian kelompok.
3. Guru meminta siswa untuk menyebutkan jumlah gambar bangun datar yang ada pada gambar kereta bangun datar, lalu menghitung sudut dari bangun datar yang ditunjuk oleh guru.
4. Siswa diminta untuk menujukan urutan bangun datar yang disebutkan oleh guru.
3 Kelas V
4 April 2017 1. Guru memfasilitasi siswa untuk mendemonstrasikan dengan benda-benda nyata, guru membawa kardus untuk menjelaskan jaring-jaring kubus dan balok.
2. Guru Memfasilitasi materi konkret untuk bahan percobaan.
3. Guru melakukan kegiatan berhitung saat pembagian kelompok.
4. Guru melakukan kegiatan berhitung, yaitu menghitung panjang sisi jaring-jaring balok.
5. Meminta siswa untuk menunjukkan urutan dalam menyusun jaring-jaring kubus.
6. Guru mengajari siswa menyusun jaring-jarng balok.
4 Kelas III
4 April 2017 1. Guru memfasilitasi siswa dengan benda konkrit yaitu dengan melihat benda-benda yang ada di lingkungan kelas (papan white board, buku).
2. Siswa diminta untuk menunjukan urutan bangun datar yang di sebutkan oleh guru.
3. Guru melakukan kegiatan berhitung saat pembagian kelompok.
Dokumentasi kegiatan matematis-logis
Gambar 8
Berdasarkan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, guru MIS Burujul sudah mengembangkan jenis kecerdasan matematis-logis untuk siswa. Kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan matematis-logisini diberikan pada kegiatan diluar pembelajaran, biasanya lebih ke pemecahan masalah dalam kehidupan siswa sendiri. Sedangkan, untuk mengembangkan kecerdasan matematis logis yang dilakukan dalam proses pembelajaran matematika sebetulnya banyak, seperti menghitung jumlah bangun datar, menghitung sudut bangun datar, membuat jaring-jaring balok dan kubus dll. Beberapa siswa mengungkapkan bahwa dalam pengembangan kecerdasan mtematis-logis, guru melakukan pembelajaran matematika dengan benda konkrit, guru pernah meminta siswa menunjukan urutan, serta sering menggunakan perhitungan (wawancara, tanggal 12 april 2017).
c) Kecerdasan Visual-spasial
Kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan visual-spasial di dorong guru dengan berbagai macam kegiatan. Disampaikan oleh guru dalam wawancara bahwa kegiatan yang biasa dilakukan dalam mengembangkan kecerdasan visual-spasial antara lain dengan menampilkan gambar (wawancara, tanggal 6 April 2015), hal tersebut salah satunya juga ditegaskan oleh kepala sekolah himbaun terkait membuat mading. Mengenai pengembangan kecerdasan visual-spasial diakui oleh siswa: “ia guru suka pakai gambar, waktu belajar bilangan pecahan ada gambar yang di lingkaran yang di potong-potong.” (wawancara, tanggal 12 April 2017)
Berikut ini gambaran kegiatan hasil observasi peneliti terkait pengembangan kecerdasan visual-spasial :
Tabel 11
pengembangan kecerdasan visual-spasial
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 Guru memotivasi siswa dengan menayangkan slide berisi bilangan romawi.
2 Kelas II
3 april 2017 1. Guru menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan pemahaman melalui gambar, yaitu melihat kereta bangun datar yang terbuat dari beberapa bangun datar.
2. Guru memperlihatkan gambar untuk membantu pemahaman siswa.
3. Guru meminta siswa untuk menggambar salahsatu bangun datar.
3 Kelas V
4 April 2017 -
4 Kelas III
4 April 2017 1. Guru memperlihatkan gambar bangun datar melalui media karton.
2. Memperlihatkan gambar untuk membantu pemahaman siswa.
Kemudian, berikut hasil dokumentasi kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan visual-spasial siswa yang diambil oleh peneliti saat melakukan observasi:
Gambar 9 Gambar 10
Gambar 11 Gambar 12
Berdasarkan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, guru telah memberikan kegiatan untuk mengembangkan jenis kecerdasan visual spasial untuk siswa. Kegiatan yang diberikan guru untuk mengembangkan kecerdasan ini adalah dengan menampilkan gambar dan memberi kesempatan siswa untuk menggambar.
d) Kecerdasan Kinestetik
Berdasarkan hasil observasi peneliti, kegiatan yang sering guru lakukan dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik siswa adalah dengan mengajak siswa untuk melakukan gerak fisik. Misalnya, gerakan sambil bernyanyi.Selain itu, untukmengembangkan kecerdasan ini guru juga mempunyai kebijakan khusus untuk siswa yang memang cerdas kinestetik. Guru memberikan toleransi kepada anak yang bergerak selama pembelajaran, selama itu tidak menganggu teman yang lain, seperti yang diungkapkan oleh guru: “Kalo untuk siswa yang bergerak selama pelajaran, saya membiarkannya sesuai dengan kemauannya asalkan tidak mengganggu anak-anak yang lain” (wawancara, tanggal 6 April 2017).
Berikut adalah penggambaran kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik siswa.
Tabel 12
Pengembangan kecerdasan kinestetik
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017
1. Guru meminta semua siswa berdiri dan meniru gerakan guru sambil bernyanyi “ di kepak-kepakan sayapnya”, selain itu guru juga meminta siswa untuk mencocokan kartu, murid lalu berdiri dan berlari untuk mencari pasangan dan menempelkannya di mading bilangan romawi.
2. Guru juga meminta siswa menirukan sebuah gerakan apabila guru menyebutkan kata : “lampu, rolling, kamera. Action”.
2 Kelas II
3 april 2017 1. Guru meminta siswa untuk bernyanyi dan menggerakan tangan sebelum berdoa serta pada saat menirukan bangun datar segitiga melalui tangan.
2. Pada saat berhadapan, guru meminta siswa untuk menembak pasangannya “tembak pasangannya (seperti memegang pistol sungguhan)”.
3 Kelas V
4 April 2017 Guru dan siswa bertepuk tangan saat menyanyikan lagu matematika
4 Kelas III
4 April 2017 -
Berikut dokumentasi kegiatan mengembangkan kecerdasan kinestetik siswa.
Gambar 13 Gambar 14
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, guru telah melakukan kegiatan untuk mengembangkan jenis kecerdasan kinestetik untuk siswa. Kegiatan yang dilakukan guru untuk mengembangkan kecerdasan ini antara lain melakukan sebuah gerak fisik, serta memberi keleluasaan siswa yang cerdas kinestetik untuk melakukan gerakan yang ia inginkan saat pembelajaran asalkan tidak mengganggu temanya. Hal tersebut diakui oleh pernyataan siswa, bahwa guru dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik sering mengajari siswa sebuah gerakan sambil bernyanyi serta melakukan permainan dengan gerkan-gerakan (wawancara, 12 April 2017).
e) Kecerdasan Musikal
Kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan musikal sudah sering peneliti dapati ketika proses pembelajaran berlangsung. Guru biasanya mengajak siswa bernyanyi ketika proses pembelajaran, baik ketika melakukan kegiatan untuk alfa zone ataupun ketika bernyanyi yang kaitannya dengan materi pembelajaran. Hal tersebut juga sependapat dengan hasil wawancara guru : “Biasanya kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan ini dengan sebuah lagu atau kadang mereka membuat lagu sendiri misalnya membuat yel-yel mereka sendiri” (wawancara, tanggal 6 April 2017). Begitu juga yang diungkapkan oleh siswa: “guru pernah mengajari materi dengan sebuah lagu dan mengajak bernyanyi saat kegiatan pembelajaran” (wawancara, tanggal 12 April 2017).
Berikut penggambaran kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan musikal
Tabel 13
Pengembangan kecerdasan musikal
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 1. Guru mengajak siswa untuk bernyanyi “kepak-kepakan sayapnya” sambil bergerak-gerak.
2. Guru saat membagi kelompok dengan nyanyian “satu-satu ambil saja satu”.
2 Kelas II
3 april 2017 1. Guru bersama siswa bernyanyi sebelum berdoa, lalu bernyanyi lagu bangun tidur.
2. Guru bernyanyi hapalan bentuk bangun datar.
3 Kelas V
4 April 2017 Guru bersama siswa bernyanyi lagu matematika.
4 Kelas III
4 April 2017 Mempelajari materi dengan nyanyian “kring kring kring lingkaran”.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, guru MIS Burujul sudah memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan kecerdasan musikaldalam pembelajaran matematika. Kegiatan yang diberikan guru untuk mengembangkan kecerdasan ini adalah dengan mengajak siswa bernyanyi ketika proses pembelajaran, namun belum maksimal dalam mengembangkan kecerdasan musikal.
f) Kecerdasan Interpersonal
Kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonaltelah banyak diupayakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Bedasarkan hasil wawancara dengan guru pada tanggal 6 April 2017, guru mengatakan bahwa kegiatan yang paling sering dilakukan adalah diskusi. Selain itu, kegiatan lain ada seperti: kerja kelompok, mengajari teman yang belum paham. Pengembangan untuk kecerdasan interpersonal ini telah dilakukan guru namun belum maksimal. Kegiatan pengembangan kecerdasan interpersonalyang diungkapkan oleh siswa yaitu: adanya kerja kelompok dan permainan kelompok, serta pernah meminta mengajari teman yang belum paham (wawancara, tanggal 12 April 2017).
Berikut ini adalah gambaran kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal yang diberikan oleh guru.
Tabel 14
Pengembangan kecerdasan interpersonal
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 -
2 Kelas II
3 april 2017 -
3 Kelas V
4 April 2017 1. Guru meminta siswa untuk mengerjakan proyek bersama yaitu menghubungkan jaring-jaring kubus.
2. Guru memberikan PR, untuk membuat jaring-jaring balok secara berkelompok.
4 Kelas III
4 April 2017 -
Kemudian, berikut hasil dokumentasi kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa yang diambil oleh peneliti saat melakukan observasi:
Gambar 15 Gambar 16
g) Kecerdasan Intrapersonal
Kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal,belum banyak yang dilakukan oleh guru dalam Pembelajaran, ada beberapa yang dilakukan. Hal tersebut telah disampaikan guru: “Kegiatan yang di berikan itu biasannya memberikan tugas individu dan mengajari siswa yang belum paham secara personal atau secara masing-masing” (wawancara, tanggal 6 April 2017).
Untuk kegiatan lainnya, berikut penggambaran dalam mengembangkan kecerdasan intrapersonal dalam proses pembelajaran:
Tabel 15
Pengembangan kecerdasan intrapersonal
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 -
2 Kelas II
3 april 2017 -
3 Kelas V
4 April 2017 1. Guru meminta siswa untuk menilai hasil karyanya sendiri.
2. Guru meminta siswa mengomentari atau menilai hasil pekerjaannya.
4 Kelas III
4 April 2017 -
Berdasarkan data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, guru belum maksimal dalam memfasilitasi siswa mengembangkan kecerdasan intrapersonal. Kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal juga masih ada yang tercampur dengan pengembangan kecerdasan lain, sehingga pengembangan untuk kecerdasan ini belum begitu tampak.
h) Kecerdasan Naturalis
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru untuk mengembangkan kecerdasan naturalis, kegiatan yang diberikan adalah observasi lingkungan, contoh konkrit untuk pembelajaran matematika (wawancara, tanggal 6 April 2017), dalam pembelajaran matematika guru menggunakan alam sekitar untuk pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan, hal senada di ungkapkan oleh kepala sekolah MIS Burujul: “Upaya yang dilakukan antara lain mengajak siswa keluar kelas melakukan pengamatan kemudian contohnya seperti dalam matematika yah bisa dilingkungan luar kelas itu bisa menggunakan batu atau daun-daunan, pokoknya yang ada dilingkungan sekitar yang menyangkut pada materi yang disampaikan” (wawancara, tanggal 8 April 2017). Hal tersebut juga diungkapkan oleh siswa: “guru pernah meminta siswa mengamati benda-benda yang ada diligkungan sekitar (saat pembelajaran bangun datar)” (wawancara siswa, tanggal 12 April 2017).
Gambaran kegiatan pembelajaran saat guru mengembangkan kecerdasan naturalis:
Tabel 16
Pengembangan kecerdasan naturalis
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 -
2 Kelas II
3 april 2017 Melakukan pembelajaran dengan melibatkan pengalaman di alam terbuka
3 Kelas V
4 April 2017 -
4 Kelas III
4 April 2017 -
Berdasarkan data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, guru belum maksimal dalam memfasilitasi siswa mengembangkan kecerdasan naturalis. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak muncul saat peneliti melakukan penelitian.
i) Kecerdasan Eksistensialis
Di MIS Burujul, kecerdasan eksistensialislebih diartikan sebagai kecerdasan spiritual, dimana maksud dari dua kecerdasan tersebut sama-sama berkaitan dengan Tuhan, Kegiatan yang diupayakan guru untuk mengembangkan kecerdasan eksistensialis. Pengembangan untuk kecerdasan ini dijelaskan oleh guru lebih banyak dilakukan di luar jam pembelajaran, namun untuk kegiatan yang dilakukan dikelas juga tetap ada.
Kegiatan yang diberikan guru untuk mengembangkan kecerdasan ini antara lain dengan mengaitkan materi pelajaran dengan ayat-ayat Al-Qur’an, mencontohkan keteladanan, membiasakan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, pembiasaan dalam membaca surat-surat pendek yang bertujuan untuk memahamkan pada diri siswa bahwa manusia berada di dunia karena diciptakan oleh Tuhan dan akan kembali pada-Nya, dan selebihnya adalah kegiatan di luar jam pelajaran (wawancara dengan guru, tanggal 6 April 2017). Kepala sekolah MIS Burujul juga mengungkapkan: “Upaya yang dilakukan adalah memasukan ajaran nilai agama saat proses pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan atau biasanya dengan membacakan asmaul husna setiap sebelum pembelajaran dimulai sebelum ke alfa zona, kalo di kelas atas biasanya hapalan juz ‘ama, target untuk di MIS Burujul untuk lulus di kelas 6 itu harus sudah hapal juz 30” (wawancara, tanggal 8 April 2017). Hal tersebut juga diungkapkan siswa, dalam mengembangkan kecerdasan eksistensialis guru sering mengingatkan siswa untuk selalu bersyukur, membiasakan membaca doa sebelum dan sesudah pembelajaran, membaca surat-surat pendek, membaca asmaul husna sebelum pembelajaran, serta pembiasaan shalat dhuha dan shalat dzuhur berjama’ah (wawancara, tanggal 12 April 2017).
Berikut ini penggambaran kegiatan yang dilakukan guru untuk mengembangkan kecerdasan eksistensialis siswa:
Tabel 17
Pengembangan kecerdasan eksistensialis
No Kelas Deskripsi
1 Kelas IV
3 April 2017 1. Siswa melakukan pembiasaan shalat dhuha dan shalat dzuhur berjamaah.
2. Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.
3. Siswa membaca asmaul husna sebelum pembelajaran dimulai.
2 Kelas II
3 april 2017 1. Siswa melakukan pembiasaan shalat dhuha dan shalat dzuhur berjamaah.
2. Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.
3 Kelas V
4 April 2017 1. Siswa melakukan pembiasaan shalat dhuha dan shalat dzuhur berjamaah.
2. Siswa membaca surat-surat pendek (surat al-bayinah).
3. Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.
4 Kelas III
4 April 2017 1. Siswa melakukan pembiasaan shalat dhuha dan shalat dzuhur berjamaah.
2. Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.
Selanjutnya, berikut ini adalah gambar kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan eksistensialis:
Gambar 17 Gambar 18
Gambar 19 Gambar 20
Berdasarkan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, guru telah memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk mengembangkan kecerdasan, diantaranya shalat dhuha dan shalat dzuhur berjamaah, serta membaca doa sebelum dan sesudah pembelajaran.
3) Kegiatan penutup
Sama halnya dengan kegiatan pembelajaran pada umumnya, pembelajaran matematika diakhiri dengan kegiatan penutup. Kegiatan yang sering dilakukan pada tahap ini adalah penyampaian materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya, memberikan tugas individu (pekerjaan rumah), berdoa bersama, kemudian ucapan salam penutup sebelum guru meninggalkan kelas.
3. Deskripsi evaluasi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences
Setelah pelaksanaan pembelajaran berlangsung, hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran matematika yang berlangsung di MIS Burujul sama halnya denganevaluasi pembelajaran pada mata pelajaran umumnya. Penilaian pembelajaran matematika yang digunakan adalah bentuk penilaian autentik.
Evaluasi hasil pembelajaran atau sering pula disebut dengan penilaian Kegiatan Belajar Mengajar difokuskan pada peserta didik dengan mengacu pada indikator hasil belajar yang telah dibuat. Sebelum melaksanakan pembelajaran guru terlebih dahulu telah menentukan indikator keberhasilan dan membuat seperangkat instrumen penilaian. Indikator keberhasilan dibuat bertolak dari tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sedangkan instrumen penilaian pada pembelajaran matematika dibuat dengan memperhatikan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1) Penilaian kognitif
Aspek kognitif mencakup ranah pemahaman peserta didik terhadap isi materi yang telah disampaiakan oleh guru. Tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan oleh guru ini dapat dilihat dari benar atau salahnya jawaban-jawaban yang diberikan. Umumnya guru menilai ranah kognitif peserta didik dalam bentuk nilai.
Berdasarkan hasil wawancara oleh guru alat penilaian kognitif yang digunakan dalam menilai siswa pada pembelajaran matematika adalah dengan menggunakan tes lisan, tes tertulis dan penugasan baik individu atau kelompok. Guru juga menyampaikan bahwa tes dilakukan ketika ada kesempatan mengambil nilai, sehingga tidak hanya ketika akhir subtema tertentu saja (wawancara guru, tanggal 6 April 2017).
2) Penilaian afektif/ sikap
aspek afektif lebih menekankan pada sisi perilaku peserta didik pada saat pembelajaran matematika berlangsung. Bagaimana sikap, tutur kata, atau perbuatan lain yang dilakukan peserta didik saat KBM berlangsung dinilai dalam ranah afektif. Penilaian sikap biasa dilakukan guru dengan pengamatan sikap siswa dalam berdoa di kelas, dalam pembelajaran, ketika siswa melakukan sholat dhuha dan zuhur ataupun ketika sedang diluar jam pembelajaran dan itu tidak menggunakan rubrik penilaian tertentu, hanya benar-benar pengamatan guru (wawancara guru, tanggal 6 April 2017). Sedangkan untuk penilaian diri belum dilaksanakan.
3) Penilaian psikomotorik
Alat penilaian psikomotorik yang biasa digunakan dalam pembelajaran matematika untuk menilai psikomotorik siswa antara lain dengan menggunakan unjuk kerja dan praktek.Hal itu disampaikan oleh guru kelas II pada saat wawancara tanggal 6 April 2017, yaitu guru meminta anak membuat jaring-jaring kubus, lalu menghubungkannya menjadi sebuah kubus.
Aspek psikomotorik mencakup ranah keterampilan peserta didik khususnya dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru. Dalam pembelajaran matematika, keterampilan ini dilihat dari bagaimana peserta didik menyelesaikan soal-soal secara sistematis. Artinya, peserta didik mampu menyelesaikan soal-soal secara terstruktur sampai ia menemukan hasil atau jawabannya.
Dalam penilaian pembelajaran yang berbasis Multiple Intelligences guru atau sekolah tidak menerapkan sistem Peringkat.Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya justifikasi peserta didik cerdas atau peserta didik bodoh. Prinsip yang dipegang dalam penilaian berbasis Multiple Intelligences bahwa kemampuan seseorang tidak bisa digeneralisasikan. Artinya bahwa pada satu aspek seseorang mengalami kekurangan/kelemahan, akan tetapi pada aspek tertentu lainnya ia justru memiliki kelebihan.
Atih, kepala MIS Burujul mengatakan, bahwa anak yang pandai dalam mata pelajaran Matematika belum tentu pandai pula dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. Demikian pula anak yang pandaibermain basket, belum tentu pandai dalam pelajaran matematika. Oleh karenanya sistem peringkat yang berlaku di sekolah-sekolah pada umumnya dirasa kurang tepat dengan teori multiple intelligences(wawancara kepala sekolah, tanggal 30 maret 2017).Di samping itu, sistem penilaian lebih ditekankan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Guru langsung memberikan poin-poin kepada peserta didik yang aktif saat KBM, baik dalam bentuk mengerjakan tugas, presentasi atau bertanya.
C. Pembahasan
Pada dasarnya tidak ada perbedaan signifikan dalam penerapan pembelajaran strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligencesdalam bidang studi Matematika dengan bidang studi lainnya. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi, guru melaksanakan prosedur yang sama. Perbedaan hanya muncul pada konten materi yang disampaikan dan desain guru dalam merancang strategi pembelajarannya.
Dari hasil dokumentasi dan pengamatan pembelajaran selama penelitian, penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligencesdi MIS Burujul dapat dianalisa sebagai berikut:
1. Analisis Perencanaan Pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences
Perencanaan pembelajaran didefinisikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran dan penilaian dalam suatu lokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Majid, 2005:17).Perencanaan menjadi pedoman yang harus dipatuhi guru saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Oleh karenanya perencanaan pembelajaran merupakan komponen penting yang harus dilakukan oleh guru.
Salah satu hal penting yang patut diperhatikan dalam merencanakan sistem pembelajaran adalah mengetahui kompetensi dasar dan karakter yang dimiliki oleh peserta didik. Pengetahuan ini dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan menyusun strategi pembelajaran yang efektif untuk setiap peserta didik. Karakter yang muncul dalam diri setiap anak akan mempengaruhi gaya belajar anak tersebut. Dengan demikian pembelajaran akan berjalan efektif apabila gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
Untuk mengetahui gaya belajar peserta didik tersebut, sekolah berbasis Multiple Intelligences melakukan sebuah tes TIMI (Tes Interesting Multiple Intelligences) untuk mengenali kecerdasan masing-masing siswa diawal masuk sekolah pada saat siswa kelas satu serta tes setiap tahunnya untuk siswa di kelas berikutnya. Di samping itu, sekolah/guru memiliki panduan dalam membuatpengelompokan kelas serta penyusunan rencana pembelajaran yang efektif. Namun di MIS Burujul belum melakukan tes tersebut karena minimnya sumber daya manusia serta akses jalan yang jauh dari perkotaan.
MIS Burujul dalam mengenali kecerdasan siswa dilakukan secara sederhana, yaitu dengan melakukan observasi di kelas serta di luar kelas, hanya sebatas dilihat dari keseharian siswa. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Paul Suparno (2004: 79), bahwa terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan pembelajaran berbasis multiple intelligences, yang salah satunya adalah mengenal kecerdasan ganda pada siswa.
Dalam penyusunan kurikulum, di MIS Burujul masih menggunakan KTSP dan kurikulum 2013, belum mengacu pada kurikulum berbasis multiple intelligences. Alasan belum menggunakan kurikulum berbasis multiple intelligences, karena MIS Burujul baru menerapkan konsep Multiple intelligences pada tahun ajaran 2016/2017. Dalam pembuatan RPP masih menggunakan KTSP serta dipadukan dengan konsep multiple intelligences yang disebut dengan lesson plan.
Penyusunan lesson plan dibuat untuk memberikan panduan praktis guru sebelum mengajar yang digunakan sebagai perencanaan untuk memberi arahan dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar dikelas menyusun rencana pembelajaran/ lesson plan secara sederhana dengan membuat coret-coretan, dalam artian guru menuliskannya pada buku khusus untuk membuat rencana pembelajaran. Temuan terkait pembuatan rencana pembelajaran/ lesson plan tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Munif Chatib (2013: 192) bahwasanya lesson plan digunakan sebagai perencanaan yang dibuat oleh guru sebelum mengajar untuk memberikan arahan dalam pelaksanaan pembelajaran. Struktur atau aspek yang terdapat pada lesson plan meliputi: 1) header, yang meliputi identitas sekolah dan keterangan silabus, 2) content atau isi, yang meliputi apersepsi dan motivasi, prosedure activities/ kegiatan pembelajaran, peralatan dan evaluasi, 3) footer atau penutup.
Berdasarkan hasil temuan penelitian, guru telah membuat lesson plan yang hampir sama dengan yang dibuat oleh Munif Chatib. Namun, masih banyak aspek yang tidak dituliskan guru seperti pada bagian header dan footer. Pada bagian header guru hanyamencantumkan tema, KD dan indikator. Sebagian besar aspek pada isi sudah dituliskan oleh guru yang meliputi alfa zona, scenee setting, kegiatan pembelajaran, dan peralatan. Sedangkan pada bagian footer/ penutup tidak dituliskan oleh guru.
Hambatan dalam penyusunan perencanaan bahwasanya guru terkadang masih bingung dalam mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan dan realitas sehari-hari si anak. Sehingga guru masih butuh sharing ke kepala sekolah atau guru lain.Selain itu Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa hambatan yang dirasakan adalah ketidak konsistenan guru dan Kepala Sekolah sendiri dalam menyususun rencana pembelajaran, sehingga KepalaSekolah mengambil jalan tengah dengan membuat coret-coretan, dalam artian rencana pembelajaran dituliskan secara sederhana pada buku khusus milik guru.
Melihat perencanaan pembelajaran yang telah dilakukan di MIS burujul, secara garis besar belum maksimal dalam mengembangkan konsep multiple intelligences, hal itu disebabkan kurangnya sumber daya manusia dan akses tempat yang jauh dari perkotaan. MIS Burujul sedang mencoba sedikit demi sedikit untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan diterapkannya konsep multiple intelligences.
2. Analisis Pelaksanaan Pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences
Pada dasarnya pelaksanaan pembelajaran matematika yang berjalan di sekolah biasa dengan di sekolah berbasis Multiple Inteligencesseperti di MIS Burujul tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya terletak pada pemilihan strategi pembelajaran yang berorientasi pada gaya belajar setiap anak. Oleh karenanya strategi pembelajaran yang di kembangkan lebih bervariasi sesuai dengan banyaknya kecenderungan kecerdasan peserta didik. Artinya gaya mengajar guru harus disesuaikan gaya belajar peserta didik.
Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, kemampuan mengatur dan mengolah informasi. Sedangkan gaya mengajar adalah cara atau metode yang dipakai guru ketika sedang melakukan pengajaran (Suparman, 2010: 6). Menurut Uyoh Sadullah(2010: 146), dalam interaksi pedagogis pendidik harus memperhatikan minat anak didik, karena dalam diri anak didik akan muncul perasaan bahwa interaksi dengan pendidik yang sedang dijalani akan berguna bagi dirinya.Hal itu hanya mungkin terjadi apabila yang menjadi pokok kegiatan dapat menjawab keperluan anak didik dalam perkembangannya. Lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak didik akan diterima dengan senang oleh anak.
Di antara ciri pendidik menurut Sadullah (2010: 133-134), adalah mengenal anak didik dan membantu anak didik. Seorang pendidik harus mengenal anak didik secara khusus agar pendidikannya dapat sesuai dengan setiap anak secara perorangan. Di samping itu, pendidik harus mau membantu anak didiknya sesuai dengan yang diharapkan anak tersebut. Harus dimaklumi bahwa setiap anak didik mau menjadi dirinya sendiri, ingin berdiri sendiri, mau bertanggung jawab sendiri dan ingin menentukan sendiri. Untuk itu, pendidik tidak boleh terlalu memaksakan kehendak, tapi ingat pada keinginan anak didiknya tersebut. Penjelasan tersebut sangat mendukung pembelajaran berbasis Multiple Intelligencesyang menekankan pentingnya keselarasan antara gaya mengajar guru dengan
gaya belajar peserta didik.
Nganimun Naim dan Achmad Patoni ( 2007: 21-24), dalam pelaksanaan pembelajaran guru diharapkan mampu mengemban tugas sebagai berikut:
a. Guru sebagai manajer, tugasnya yaitu:
1) Sebagai organisator, guru hendaknya dapat membuat program yang direncanakan.
2) Sebagai motivator, guru hendaknya mampu memberi manfaat belajar dan bekerja pada pesert didiknya.
3) Sebagai koordinator, guru hendaknya mampu mengatur agar tugas yang diberikan tidak tumpang tindih atau overlap antar kelompok.
4) Sebagai konduktor, guru hendaknya mampu memberi pimpinan yang tegas sehingga tidak membingungkan bagi yang melaksanakannya.
b. Guru sebagai administrator, tugasnya yaitu:
Sebagai dokumentator, guru hendaknya mencatat segala kegiatan yang dilaksanakan, menyimpan secara sistematis semua file yang diperlukan.
c. Guru sebagai supervisor, tugasnya yaitu:
1) Sebagai konselor, guru hendaknya dapat member bimbingan dan arahan positif.
2) Sebagai korektor, guru hendaknya dapat menunjukkan tugas yang baik untuk dilaksanakan dan mana tugas yang harus dihindari.
3) Sebagai evaluator, guru hendaknya dapat menilai baik buruk dari segi proses maupun produk.
d. Guru sebagai instruktor, tugasnya yaitu:
1) Sebagai fasilitator, guru hendaknya tidak menjadikan diri nomor satu di muka kelas, dapat menimbulkan situasi yang kondusif sehingga peserta didik dapat aktif dan inisiatif sendiri.
2) Sebagai moderator, hendaknya guru dapat menjadi perantara dalam hal memusatkan sesuatu yang akan diambil oleh peserta didik.
3) Sebagai komunikator, guru hendaknya mampu mengadakan hubungan yang harmonis baik dengan pihak-pihak di dalam sekolah maupun di luar sekolah dan hal-hal yang berhubungan dengan tugas pembelajaran maupun tugas lain yang relevan.
e. Guru sebagai inovator, tugasnya yaitu:
Sebagai dinamisator, sekolah hendaknya sebagai laboratorium hidup bagi masyarakat sekitar. Artinya penemuan-penemuan baru yang dipimpin oleh guru hendaknya dapat disebarluaskan di luar lingkungan sekolah.
Tidak hanya itu, apabila pelaksanaannya dilaksanakan secara benar, akan mempunyai dampak pula kepada peserta didik, diantaranya adalah:
a. Mendorong peserta didik untuk lebih mandiri, percaya diri, kreatif dan punya harga diri.
b. Karena dalam kegiatan dituntut laporan baik lisan maupun tulisan, hal ini akan berdampak pada perkembangan pikir dan kemampuan berbahasa.
c. Menghargai perbedaan individu. Peserta didik mempunyai pengalaman yang luas dan fungsional.
Meski pembelajaran di MIS Burujul telah diarahkan menggunakan konsep MultipleInteligences, namun dalam praktiknya konsep ini tidak di pakai secara murni. Artinya ada beberapa konsep yang tidak bisa dilaksanakan. Pertama, pembelajaran berbasis MultipleIntelligences idealnya menggunakan model pengelompokan kelas secara homogen. Peserta didik dengan kecenderungan kecerdasan yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelas. Hal ini bertujuan agar strategi pembelajaran yang dipilih guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik dalam satu kelas. Dengan demikian pembelajaran yang berlangsung berjalan efektif dan efisien. Hal ini berbeda dengan model pengelompokan kelas di MIS Burujul, yang bersifat semi heterogen. Dalam satu kelas terdapat kelompok peserta didik dengan kecenderungan kecerdasan yang berbeda. Meski setiap guru merumuskan strategi pembelajaran untuk setiap KD nya, namun hal itu dirasa kurang efisien. Karena membutuhkan waktu lebih banyak dari yang semestinya.
Kedua, dalam praktiknya beberapa guru kesulitan dalam membuat Ice Breaking. Sebagian guru setelah membuka KBM langsung melakukanapersepsi dengan menanyakan materi yang sebelumnya dipelajari. Harusnya guru lebih inovatif membuat berbagai bentuk Ice Breaking. Hal ini penting karena dapat membantu peserta didik mempersiapkan pikirannya menuju pembahsan materi pada jam sebelumnya. Guru juga kesulitan dalam menerapkan scene setting, guru masih bingung dalam mengaplikasikan scene setting. Hal itu penting untuk pembuatan konsep pada awal pembelajaran.
Ketiga, beberapa materi pelajaran tidak dapat disampaikan kedalam delapan bentuk pendekatan kecenderungan kecerdasan peserta didik. Hal ini sering dijumpai pada materi-materi pelajaran yang cenderung bersifat abstrak. Seperti dalam materi pembelajaran matematika, biasanya guru cenderung kesulitan dalam menentukan strategi pembelajaran untuk peserta didik yang kecenderungan kecerdasannya pada ranah musikal atau kinestetik. Permasalahan-permasalahan itulah yang sering kali menjadi alasan tidak mampunya guru/sekolah menerapkan konsep Multiple Intelligences secara murni.
Keempat, Pada tahap pelaksanaan, hambatan yang dialami guru adalah kesulitan untuk mengembangkan kesembilan jenis kecerdasan dalam satu waktu. Guru menyampaikan bahwa untuk masing-masing jenis kecerdasan memang memiliki hambatan sendiri-sendiri dalam pelaksanaannya, namun hal tersebut masih bisa diberikan solusi oleh guru.
3. Analisis Evaluasi Pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences
Evaluasi atau Penilaian hasil belajar menjadi komponen penting yang harus dilakukan untuk mengetahui pengetahuan peserta didik dalam memahami materi yang telah diterimanya. Bentuk penilaian pembelajaran matematika yang dilakukan di MIS Burujul mencakup tiga ranah, kognitif, afektif, dan psikomotorik.Pembelajaran berbasis Multiple Intelligenceslebih mengedepankan proses dibanding hasil akhir. Oleh karenanya, dalam memberikan ketiga aspek nilai tersebut, guru ditekankan untuk melakukannya saat pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan demi menjaga objektivitas penilaian terhadap peserta didik.
Model penilaian yang dilakukan guru di MIS Burujul, masih menggunakan tes tulisan dan lisan dalam penilaian kognitf, penilaian sikap dalam kerja kelompok dan penilaian karya dalam psikomotorik. Seharusnya guru kebih variatif dalam penilaian untuk mendaptkan nilai yang objektif. Misalnya dalam bentuk pertanyaan atau kuis saat kegiatan pembelajaran, sangat efektif untuk mendapatkan penilaian yang objektif. Hal itu membuat guru mampu menilai kemampuan masing-masing peserta didik.Dengan demikian, guru tahu mana siswa yang sedikit terlambat dan perlu dilakukan pendampingan.
Pada tahap penilaian ini hambatan yang dialami guru terdapat pada masing-maisng aspek penilain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada penilaian kognitif hambatannya ialah guru harus berusaha bagaimana caranya agar anak yang tidak mencapai KKM dapat mencapai KKM tersebut sesuai dengan kemampuannya. Untuk penilaian afektif hambatannya terdapat pada lamanya guru dalam menentukan nilai afektif, karena dalam menilai sikap siswa guru tidakbisa hanya menilai pada saat itu, namun dengan bertahap. Sedangkan, untuk penilaian psikomotorik hambatannya adalah ketika anak sulit diajak untuk bekerja secara maksimal ketika hal itu tidak sesuai dengan bidangnya.
Sekolah berbasis Multiple Iteligences idealnya memiliki konsultan pendidikan sebagai partner dalam penjaminan mutu layanan pendidikannya. Ada beberapa peran penting konsultan pendidikan dalam pendidikan berbasis Multiple Intelligences:
a. Penyusunan dalam mengenali kecerdasan siswa
Idealnya, setiap sekolah berbasis Multiple Intelligencesmemiliki tenaga konsultan pendidikan yang selalu inten membantu guru dalam merumuskan strategi-strategi pembelajaran yang efektif. Sedangkan di MIS Burujul, sementara ini belum memiliki, hanya mengandalkan kemampuan guru dan konsultasi dengan kepala sekolah.
b. Pelatihan guru
Mengingat layanan pembelajaran berbasis Multiple Inteligencesdifokuskan pada keragaman gaya belajar peserta didik, mau tidak mau guru harus kreatif. Inovasi model pembelajar harus selalu dilakukan. Oleh karenanya kegiatan pelatihan guru baik internal sekolah maupun eksternal menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan. Dengan demikian peran konsultan pendidikan untuk memberikan pelatihan kepada penyelenggara pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting.Di MIS Burujul belum adanya pengawasan mutu serta pelatihan khusus terkait konsep Multple Intelligences
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang Penerapan konsep Multiple Intelligences dalam pembelajaran matematika di MIS Burujul pangandaran yang didukung oleh landasan teori, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam penerapannya memuat tiga langkah berikut:
1. Perencanaan Pembelajaran matematika berbasis mutiple intelligences
pada tahap perencanaan ini hal yang telah dilakukan pihak sekolah dan guru adalah dengan mengenali kecerdasan siswa dan menyusun rencana pembelajaran/ lesson plan. Untuk mengenali kecerdasan siswa idealnya dengan melakukan sebuah tes bernama TIMI (Tes Interesting Multiple Intelligences) yang di lakukan di awal masuk sekolah pada kelas satu dan setiap tahunnya pada kelas berikutnya. Di MIS Burujul mengenali kecerdasan siswa masih sangat sederhana yaitu dengan melihat keseharian siswa dengan melakukan observasi di kelas dan di luar kelas. Selanjutnya guru membuat penyusunan rencana pembelajaran/ lesson plan, rencana pembelajaran/ lesson plan dibuat secara sederhana oleh guru dengan menuliskan pada buku khusus untuk membuat rencana pembelajaran untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran. Aspek yang terdapat pada rencana pembelajaran/ lesson plan tersebut setidaknya meliputi KD, indikator, tema, kegiatan alfa zona, scene setting, kegiatan pembelajaran. Kendala yang dihadapi guru dalam perencanaan ini adalah dalam penyusunan strategi pembelajaran yang bervariasi. Karenanya guru perlu melakukan inovasi-inovasi dalam merancang strategi pembelajaran sesuai kecenderungan kecerdasan peserta didik.
2. Pelaksanaan Pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences
Pada tahap ini guru melaksanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Prinsip yang harus dijadikan pedoman dalam pembelajaran berbasis Multiple Inteligencesdi MIS Burujul, mengacu pada pembelajaran active learning. Untuk mewujudkan hal itu, guru harus mampu mengkontekstualkan materipembelajaran. Di samping itu, metode yang dipilih tentunya yang sesuai dengan kecenderungan gaya belajar peserta didik. Meski pelaksanaan pembelajaran telah diarahkan sesuai konsep Multiple Inteligences, namun konsep ini tidak bisa dipakai secara murni. Beberapa guru menghadapisedikit permasalahan merumuskan metode pembelajaran pada materi-materi yang cenderung abstrak. Kegiatan pada tahap pelaksanaan yaitu memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa serta memberikan kegiatan berbasis multiple intelligences kepada siswa.
a. Apersepsi dan motivasi, dalam kegiatan ini guru telah melakukan kegiatan untuk alfa zona, scenee settingpre-teach dan warmeryang tidak selalu dilakukan guru di awal pembelajaran.
b. Kegiatan pembelajaran berbasis multiple intelligences, dalam kegiatan ini guru sudah memfasilitasi siswa untuk belajar melalui kesembilan jenis kecerdasan. Meskipun dalam pembelajaran kesembilan jenis kecerdasan itu tidak dilakukan guru dalam satu waktu serta belum maksimal. Sembilan jenis kecerdasan yang dimaksud adalah 1) linguistik-verbal, 2) matematislogis, 3) visual-spasial, 4) kinestetis, 5) musikal, 6) interpersonal, 7) intrapersonal, 8) naturalistik dan 9) eksistensialis.
3. Evaluasi Pembelajaran
Dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences di MIS Burujul, evaluasi hasil dilaksanakan bersamaan berjalannya pembelajaran dan setelah pembelajaran selesai. Di samping itu, sistem evaluasi hasil dalam pembelajaran matematika di MIS Burujul, tidak memakai sistem peringkat. Hal ini untuk menghindari munculnya justifikasi anak cerdas atau bodoh. Prinsip yang dipegang dalam multiple intelligences, bahwa setiap anak adalah cerdas.
penilaian yang digunakan guru dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah penilaian autentik dengan mencakup 3 ranah, yaitu; kognitif, afektif dan psikomotorik.
a. Kognitif, untuk menilai dengan penilaian kognitif guru menggunakan alat penilaian tes lisan, tes tertulis dan penugasan.
b. Afektif, untuk menilai dengan penilaian afektif guru melakukan observasi terkait sikap siswa saat pembelajaran dan di luar pembelajaran.
c. Psikomotorik, untuk penilaian psikomotorik cara guru menilai adalah dengan melakukan tugas proyek dan praktek yang diberikan untuk siswa.
Berdasarkan uraian di atas, ditarik kesimpulan bahwa impelmentasi konsep kecerdasan majemuk (multiple intelligences) dalam pembelajaran matematika di MIS Burujul Pangandaran, melalui tiga tahapan. pertama, perencanaan pembelajaran dengan mengenali kecerdasan siswa, lalu menyusun rencana pembelajaran/ lesson plan yang dibuat secara sederhana yaitu membuat catatan-catatan kecil yang disiapkan dalam buku khusus. Kedua, pelaksanaan pembelajaran matematika meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan akhir. Pada tahap pelaksanaan, MIS Burujul sudah mengarahkan pembelajaran matematika sesuai konsep kecerdasan majemuk yaitu mengembangkan sembilan kecerdasan dengan menjadikan pembelajaran matematika yang menyenangkan hanya saja belum maksimal dalam penerapannya. Ketiga, evaluasi pembelajaran matematika menggunakan penilaian autentik yang mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif dengan melakukan tes lisan pada tes perkalian dan tulisan, ranah afektif dengan melakukan penilaian sikap siswa pada saat pembelajaran matematika berlangsung serta di luar jam pelajaran matematika, serta ranah psikomotorik dengan melakukan tes unjuk kerja atau penampilan karya contohnya pembuatan kubus dari karton.
B. SARAN-SARAN
1. Bagi guru
a. Hendaknya guru membuat rencana pembelajaran/ lesson plan tidak hanya dengan membuat “coret-coretan” yang ditulis pada buku, namun diketik dengan panduan format yang sudah diyakini atau dikembangkan oleh sekolah.
b. Hendaknya guru dapat mengembangkan kesembilan jenis kecerdasan pada setiap pertemuan pembelajaran atau setidaknya menyeimbangkan jenis kecerdasan yang akan dikembangkan di setiap pertemuannya.
c. Guru sebaiknya terus melakukan inovasi-inovasi model pembelajaran. Hal ini penting untuk melayani beragam karakter dan gaya belajar peserta didik. Semakin banyak variasi model pembelajaran, semakin mudah guru dalam melakukan pengelolaan kelas. Selanjutnya, tujuan pembelajaran semakin mudah untuk dicapai.
d. Hendaknya tekun mengikuti pelatihan-pelatihan peningkatan ketrampilan mengajar, baik yang diselenggarakan oleh internal sekolah maupun unsur eksternal. Hal ini sangat penting sebagai bagian pengembangan kompetensi guru.
e. Guru perlu melakukan pendekatan tertentu kepada peserta didik yang cenderung terlambat dalam memahami materi yang disampaikan.
2. Bagi Kepala Sekolah
a. Diharapkan Kepala Sekolah membuat kebijakan baru untuk menggunakan tes yang lebih detail seperti TIMI.
b. Diharapkan Kepala Sekolah dapat memfasilitasi dan mengajak guru dalam membuat rencana pembelajaran agar tidak hanya ditulis dalam bentuk coret-coretan, namun diketik dengan memuat struktur yang memang disepakati.
c. Menggiatkan kegiatan-kegiatan pelatihan peningkatan ketrampilan mengajar bagi guru.
3. Bagi Siswa
a. Siswa hendaknya ikut aktif terlibat kedalam pembelajaran.
b. Peserta didik hendaknya juga mencoba untuk memahami pembelajaran dengan gaya yang berceda-beda. Hal ini untuk mengurangi ketidak pahamannya ketika guru tidak mampu menyampaikan materi sesuai kecenderugan kecerdasan yang dimilikinya.
c. Diharapkan siswa selalu bersemangat untuk mengembangkan kecerdasan yang sudah dimiliki serta bersedia belajar untuk menumbuhkan jenis kecerdasan lain yang belum melekat di dalam dirinya.
No comments:
Post a Comment