1. Berikut ini diberikan bentuk beberapa persamaan, tentukan apakah termasuk persamaan linear atau bukan.
a. x + y = 5 (persamaan linear dua variabel)
b. x2 + 6x = -8 (persamaan kuadrat satu variabel)
c. p2 + q2 = 13 (persamaan kuadrat dua variabel)
d. 2x + 4y + z = 6 (persamaan linear tiga varibel)
2. Carilah penyelesaian sistem persamaan x + 2y = 8 dan 2x – y = 6
Jawab ;
x + 2y = 8
2x – y = 6
(i) mengeliminasi variable x
x + 2y = 8 | x 2 | –> 2x + 4y = 16
2x – y = 6 | x 1 | –> 2x – y = 6 – ………*
5y = 10
y = 2
masukkan nilai y = 2 ke dalam suatu persamaan
x + 2 y = 8
x + 2. 2 = 8
x + 4 = 8
x = 8 – 4
x = 4
HP = {4, 2}
(ii) mengeliminasi variable y
x + 2y = 8 | x 1 | –> x + 2y = 8
2x – y = 6 | x 2 | –> 4x – 2y = 12 + ……*
5x = 20
x = 4
masukkan nilai x = 4 ke dalam suatu persamaan
x + 2 y = 8
4 + 2y = 8
2y = 8 – 4
2y = 4
y = 2
4 = 2
HP = {4, 2}
3. Selesaikan soal no 2 menggunakan cara substitusi
Jawab :
Kita ambil persamaan pertama yang akan disubstitusikan yaitu x + 2y = 8
Selanjutnya persamaan tersebut kita ubah menjadi x = 8 – 2y,
Persamaan yang diubah tersebut disubstitusikan ke persamaan
2x – y = 6 menjadi : 2 (8 – 2y) – y = 6 ; (x persamaan kedua menjadi x = 8 – 2y)
16 – 4y – y = 6
16 – 5y = 6
-5y = 6 – 16
-5y = -10
5y = 10
y = 2
masukkan nilai y=2 ke dalam salah satu persamaan :
x + 2y = 8
x + 2. 2. = 8
x + 4 = 8
x = 8 – 4
x = 4
Jadi penyelesaian sistem persamaan tersebut adalah x = 4 dan y = 2.
Himpunan penyelesaiannya : HP = {4, 2}
4. Harga 2 buah mangga dan 3 buah jeruk adalah Rp. 6000, kemudian apabila membeli 5 buah mangga dan 4 buah jeruk adalah Rp11.500,-
Berapa jumlah uang yang harus dibayar apabila kita akan membeli 4 buah mangga dan 5 . buah jeruk ?
Jawab :
Dalam menyelesaikan persoalan cerita seperti di atas diperlukan penggunaan model matematika.
Misal: harga 1 buah mangga adalah x dan harga 1 buah jeruk adalah y
Maka model matematika soal tersebut di atas adalah :
2x + 3 y = 6000
5x + 4 y = 11500
Ditanya 4 x + 5 y = ?
Kita eliminasi variable x :
2x + 3 y = 6000 | x 5 | = 10x + 15 y = 30.000
5x + 4 y = 11500 | x 2 | = 10x + 8 y = 23.000 – ( karena x persamaan 1 dan 2 +)
7y = 7000
y = 1000
masukkan ke dalam suatu persamaan :
2x + 3 y = 6000
2x + 3 . 1000 = 6000
2x + 3000 = 6000
2x = 6000 – 3000
2x = 3000
x = 1500
didapatkan x = 1500 (harga sebuah mangga) dan y = 1000 (harga sebuah jeruk)
sehingga uang yang harus dibayar untuk membeli 4 buah mangga dan 5 buah jeruk
adalah 4 x + 5 y = 4. 1500 + 5. 1000
= 6000 + 5000 = Rp. 11.000,-
2. Pertidaksamaan Linear
Pertidaksamaan linear merupakan kalimat terbuka dalam matematika yang terdiri dari variabel berderajat satu dan dihubungkan dengan tanda pertidaksamaan. Bentuk umum dari pertidaksamaan linear dua variabel yaitu :
ax+by>c
ax+by<c
ax+by≥c
ax+by≤c
dengan a koefisien untuk x, b koefisien dari y dan c konstanta dimana a,b,c anggota bilangan riil dan a≠0,b≠0 .
Suatu penyelesaian dari pertidaksamaan linear biasanya digambarkan dengan grafik, adapun langkah-langkah dalam menggambar grafik pertidaksamaan linear yaitu sebagai berikut :
1. Ubah tanda ketidaksamaan menjadi persamaan
2. Tentukan titik potong koordinat kartesius dengan sumbu x dan sumbu y.
3. Gunakan titik uji untuk menentukan daerah penyelesaian.
4. Gambarkan grafiknya dan beri arsiran pada daerah penyelesaiannya
Persamaan Linear Satu Variabel
Bentuk umum persamaan linear satu variabel
ax + b = 0 dengan a // 0 dan a , b Є R
Persamaan inear tidak berubah jika kita :
a. menambah atau mengurangi ruas kiri dan kanan dengan bilangan yang sama
b. Mengali atau membagi ruas kiri dan kanan dengan bilangan yang sama
Contoh 1 :
Harga x yang memenuhi persamaan 2x – 6 = 4
Jawab :
2x – 6 = 4
2x – 6 + 6 = 4 + 6 ( Tambahkan ruas kiri dan kana dengan 6 )
2x = 10
2x : 2 = 10 : 2 ( Bagilah ruas kiri dan kanan dengan 2 )
x = 5
Jadi Himpunan penyelesaian dari persamaan tersebut adalah {5}
Contoh 3:
Berapakah harga yang harus dipasang oleh seorang pedagang buku yang harga belinya Rp. 60.000,00 agar dapat memberikan potongan 20% dan masih mendapatkan untung 25%
Jawab
Misal x adalah harga yang harus dipasang , maka harga jual = x – 0,20x = 0,8x
karma untung 25% dari harga jual, maka
harga beli = 75 % harga jual
60.000 = 0,75 ( 0,8 x )
60.000 = 0,6 x
x = 60.000/0,6
Jadi harga yang harus dipasang adalah Rp. 100.000,00
Pertidaksamaan Linear
Pertidak samaan dengan pangkat tertinggi dari variable (peubah) adalah satu Himpunan penyelesaian (HP) pertidaksamaan dapat ditulis dalambentuk notasi himpunan atau dengan garis biangan.
Contoh :
1. Tentukan himpunan penyeesaian dari pertidaksamaan di bawah ini !
a. 3x – 1 > 5 b. 3x + 4 ≤ 5 ( x - 1 )
Jawab : Jawab :
3x – 1 >5 3x + 4 ≤ 5 ( x - 1 )
3x > 5 + 1 3x + 4 ≤ 5 x - 5
3x >6 3x – 5x ≤ -5 – 4
x > 6/3 -2x ≤ -9
x >2 x ≥ 9/2
HP = { x │x > 2, x Є R } HP = { x │x ≥ 9/2, x Є R }
A. Menentukan himpunan penyelesaian persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
Persamaan kuadrat didefinisikan sebagai kalimat terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan (=) dan pangkat tertinggi dari variabelnya dua. Persamaan kuadrat memiliki bentuk umum:
ax2 + bx + c = 0
dengan a, b, dan c Є R dan a ≠ 0.
a = koefisien x2
b = koefisien x
c = konstanta
Tentukan setiap koefisien variabel x2, koefisien variabel x dan konstanta dari persamaan kuadrat berikut:
a. 3x2 – 2x + 4 = 0
b. –x2 + 5x – 7 = 0
Jawab:
a. 3x2 – 2x + 4 = 0 b. –x2 + 5x – 7 = 0
koefisien x2 = 3 koefisien x2 = –1
koefisien x = –2 koefisen x = 5
konstanta = 4 konstanta = –7
1. Menentukan Akar-Akar Persamaan Kuadrat
Dalam menyelesaikan setiap persamaan kuadrat yang Anda cari adalah akar-akar persamaan kuadrat atau nilai x yang memenuhi persamaan kuadrat tersebut. Menyelesaikan persamaan kuadrat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu memfaktorkan, menyempurnakan, dan dengan rumus abc.
1. Contoh Soal Menghitung Persen
Botol berisi 200 ml air, kemudian ditambahkan 20 ml air. Berapa persen kenaikan volume air ?..
Jawab:
Berdasarkan rumus diatas, "bagian" disni adalah 20 ml, yang ditambahkan ke 200 ml air.
Jadi persen kenaikan volume air adalah
(20 ml/200 ml) x 100 = 10%
Contoh Kasus 1:
Saya dan temen saya lagi bisnis ceritanya nih! sebut saja temen saya Mr.O dan saya Mr.I bisnis kami adalah jual Modem. Katanya bisnis cukup lumayan besar dan modem sudah terjual sebesar Rp.400 dan saatnya pembagian hasil penjualan modem tersebut. Saya mendapat Rp.150 dari dari penjualan modem tersebut, dan yang menjadi pertayaan berapa persen yang didapat Mr.O? kita gunakan rumus diatas, berikut detailnya:
150:400 = 0.375
0.375x100 = 37.5%
Jadi hasil yang dimiliki Mr.O adalah 37.5% dari jumlah Rp.400 tadi diatas, gimana mudah bukan?
Dan berikut contoh kasus ke3 dan yang terakhir tentang bagaimana kita mencari tahu Persen ke Desimal langsung saja kita lihat cara kerjanya:
Contoh 1:
Kita akan mencari 5% dari 300,
rumusnya adalah: 5 : 100 = 0.05 x 300 = 15.
Jadi hasilnya adalah 15.
Contoh 2:
37.5% dari 400
rumusnya adalah: 37.5 : 100 = 0.375 x 400 = 150.
Pernahkah kalian membeli buku di toko buku? Kalian dapat membeli sejumlah buku sesuai dengan jumlah uang yang kalian punya. Jika harga 1 buah buku Rp 2.500,00 maka harga 5 buah buku = 5 x Rp 2.500,00 = Rp12.500,00.
Makin banyakbuku yang dibeli, makin banyakpula harga yang harus dibayar. Perbandingan seperti ini disebut perbandingan senilai.
Pada perbandingan senilai, nilai suatu barang akan naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan.
Contoh Soal
Sebuah mobil memerlukan 3 liter bensin untuk menempuh jarak 24 km. Berapa jarak yang ditempuh mobil itu jika menghabiskan 45 liter bensin?
Dari contoh di atas, jika banyaknya bensin bertambah maka jarak yang ditempuh juga bertambah. Penyelesaian seperti cara 1 pada contoh di atas disebut perhitungan perbandingan senilai melalui perhitungan nilai satuan. Adapun penyelesaian seperti cara 2 pada contoh di atas disebut perhitungan perbandingan senilai melalui perbandingan.
2. Perbandingan Berbalik Nilai (Berbalik Harga)
Kalian telah mempelajari bahwa pada perbandingan senilai, nilai suatu barang akan naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan. Pada perbandingan berbalik nilai, hal ini berlaku sebaliknya.
Contoh Soal
Seorang peternak mempunyai per sediaan makanan untuk 30 ekor kambing selama 15 hari. Jika peternak itu menjual 5 ekor kambing, berapa hari persediaan makanan itu akan habis?
Berdasarkan contoh di atas, makin sedikit jumlah kambing, makin lama persediaan makanan akan habis. Perbandingan antara banyak kambing dengan lama hari persediaan makanan habis adalah salah satu contoh perbandingan berbalik nilai.
Jadi, pada perbandingan berbalik nilai berlaku hal berikut.
Jika nilai suatu barang naik maka nilai barang yang dibandingkan akan turun. Sebaliknya, jika nilai suatu barang turun, nilai barang yang dibandingkan akan naik.
3. Menggambar Grafik Perbandingan
Pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai, dapat dibuat grafik perbandingannya. Menurutmu, berupa apakah grafik perbandingan senilai dan berbalik nilai? Untuk dapat menjawabnya, perhatikan uraian berikut.
a. Grafik perbandingan senilai
Tabel berikut menunjukkan hubungan antara jarak yang dapat ditempuh dan waktu yang diperlukan oleh seorang siswa yang mengendarai sepeda.
Gambar di atas menunjukkan grafik dari tabel di atas. Tampak bahwa grafik perbandingan senilai berupa garis lurus. Jika jarak bertambah (makin jauh), waktu yang dibutuhkan bertambah (makin lama).
b. Grafik perbandingan berbalik nilai
Agar kalian mudah dalam membuat grafik perbandingan, buatlah tabel atau daftar terlebih dahulu
Contoh Soal
Jarak antara dua kota dapat ditempuh dengan mobil selama 1 jam dengan kecepatan rata-rata 90 km/jam. Buatlah tabel dari data tersebut, kemudian gambarlah grafiknya.
BAHASA INDONESIA
Ciri-ciri Bahasa
Bahasa memiliki enam ciri, keenam ciri tersebut adalah sistematik,arbitter,bermakna,komunikatif, dan ada di masyarakat.
a. Sistematik
bahasa itu tersusun secara teratur dan mempunyai arti. kata-kata yang tersusun itu menjadi frasa.Bila frasa itu digabung dengan kata lain,akan menjadi klausa,ketika klausa diberi intonasi atau diikuti klausa lain, akan menjadi kalimat.
b. Arbitter
bahasa memiliki hubungan dengan kenyataan.Antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain mempunyai hubungan dan dilambangkan dengan kata yang berbeda. misalnya, kata Matahari, merujuk pada benda langit yang ada ditata surya dan sangat panas, memiliki sebutan lain yaitu : sun,son,serengenge, dan panonpoe . bahasa memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan untuk berinteraksi/berkomunikasi.
c. Vokal
Bahasa didasari oleh bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. bunyi tersebut divisualisasikan dalam bentuk tulisan yang disebut huruf. Dalam sistem tulisan, gabungan huruf membentuk suku kata dan kata.
d. Bermakna
bahasa memiliki makna. webber (dalam New Collegiate Dictionary, 1981) mengatakan bahwa bahasa merupakan alat yang sistematik untuk menyampaikan gagasan dengan memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, isyarat atau ciri konvensional yang memiliki arti dan dimengerti.
e. Komunikatif
bahasa merupakan sistem komunikasi, yaitu berinteraksinya pembicara dengan pendengar.
f. Ada di masyarakat
bahasa tampil dalam banyak model , idiotek, dialek dan bahasa itu sendiri. di samping itu, ada orang yang dapat menguasai lebih dari satu bahasa.
Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia
Tidak dapat disangkal lagi bahwa bahasa mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa kita bisa berkomunikasi dengan orang lain. Melalui bahasa kita juga dapat mengekspresikan ide-ide kita. Yang lebih penting, bahasa menjadi jembatan antara komunikator dengan komunikan.
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki berbagai kemampuan sebagai berikut: 1). Berkomuikasi secara efektif dan efisien sesuai etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. 2). Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. 3). Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4). Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5). Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6). Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2004).
Ada 4 aspek keterampilan berbahasa yang akan dikembangkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Keempat aspek itu adalah aspek: (1) mendengarkan (listening skill), (2) berbicara (speaking skill), (3) membaca (reading skill) dan (4) menulis (writing skill). Keempat keterampilan tesebut saling berhubungan. Dalam penyajian pembelajaran, keempat keterampilan tersebut erat kaitannya dan saling menunjang. Keterampilan menyimak erat kaitannya dengan keterampilan berbicara sedangkan keterampilan membaca erat kaitannya dengan keterampilan menulis. Bahkan keempat keterampilan tersebut dapat disajikan secara bersamaan dengan penekanan pada salah satu bidang keterampilan.
Hubungan keempat keterampilan berbahasa tersebut dapat dijabarkan dalam tabel berikut:
MENYIMAKLangsungApresiatifReseptif
Fungsional Komunikasi tatap muka BERBICARALangsungProduktifEkspresif
KETERAMPILAN BERBAHASA
MENULISTak langsungProduktifEkspresif Komunikasi tidak tatap muka MEMBACATak langsungApresiatifFungsional
(Tarigan. 2002:2)
Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah. Keempat keterampilan tesebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan, merupakan catur-tunggal (Tarigan, 1982:1)
Membelajarkan Siswa, Bukan Apa yang Dipelajari Siswa
Pentingnya interaksi antara guru dengan murid dinyatakan oleh Daniel Goleman (1996:164) bahwa sinkroni antara guru dan murid-muridnya menunjukkan seberapa jauh hubungan yang mereka rasakan; studi-studi di kelas membuktikan bahwa semakin erat koordinasi gerak antara guru dan murid, semakin besar perasaan bersahabat, bahagia, antusias, minat, dan adanya keterbukaan ketika melakukan interaksi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran bahasa Indonesia masih lebih banyak menekankan pada penguasaan aspek teoretis daripada terapan. Guru bahasa cenderung memisahkan pelajaran bahasa Indonesia dalam 2 dikotomi yaitu kebahasaan dan kesusastraan. Pada aspek kebahasaan masih banyak disajikan pembelajaran yang berkaitan dengan teori kebahasaaan, demikian juga pada bidang sastra. Padahal, pembelajaran bahasa tidak berarti ingin menjadikan anak sebagai ahli bahasa ataupun sastrawan, tetapi agar siswa terampil berbahasa.
Guru bahasa Indonesia adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas kompetensi bahasa Indonesia anak. Guru bahasa Indonesia memang dipandang masih kurang tampil prima dalam membelajarkan bahasa Indonesia. Sarwiji (1996) dalam penelitiannya tentang kesiapan guru bahasa Indonesia, menemukan bahwa kemampuan mereka (guru bahasa Indonesia) masih kurang. Kekurangan itu antara lain, pada pemahaman tujuan pengajaran, kemampuan mengembangkan program pengajaran, dan penyusunan serta penyelenggaraan tes hasil belajar.
Beberapa faktor penghambat dari dalam (faktor guru) yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran bahasa Indonesia adalah: 1) masih adanya guru bahasa Indonesia yang bukan berlatar belakang jurusan bahasa Indonesia, 2) minat membaca dan menulis masih rendah, 3) tidak tersedianya sumber bacaan yang berkaitan langsung dengan pembelajaran bahasa Indonesia semisal karya sastra bermutu, ensiklopedi, kamus 4) kurangnya interaksi antara guru bahasa Indonesia dengan sastrawan atau pun bahasawan, 5) kurangnya media untuk mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia, 6) terbatasnya koleksi buku perpustakaan di sekolah.
Untuk meningkatkan kualitas pemakaian bahasa Indonesia, baik di sekolah maupun dalam suasana formal lainnya, perlu perhatian khusunya dalam hal pembelajaran di sekolah. Upaya itu harus dilakukan sejak dini, yakni mulai dari sekolah dasar yang merupakan dasar pembentukan kompetensi keterampilan berbahasa Indonesia untuk jenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia perlu revitalisasi sehingga pembelajaran bahasa Indonesia itu betul-betul berkorelasi dengan peningkatan keterampilan berbahasa siswa dan bukan membebani siswa dengan beragam teori kebahasaan dan kesusasteraan yang menjemukan.
Pembelajaran bahasa Indonesia harus dikembalikan kepada tujuannya yaitu meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dapat diketahui dari standar kompetensi yang meliputi membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.
Penekanan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 dan 2, hendaknya mengacu pada konsep awal pembelajaran di kelas bawah yaitu memperkuat membaca dan menulis (calis). Penekanan ini bukan berarti mengabaikan sama sekali kompetensi mendengarkan dan berbicara, tetapi memberi porsi lebih pada keterampilan membaca dan menulis. Bentuk-bentuk pembelajaran yang dapat diterapkan di tingkat ini diantaranya: 1) membaca tanpa mengeja, 2) membaca dongeng bergambar, 3). merangkai huruf menjadi kata, 4) menyusun kalimat sederhana, 5) menulis ulang tulisan guru, 6) melengkapi cerita singkat, 7) membuat karangan bebas, 8) membuat karangan tentang pengalaman yang paling berkesan..
Mary Leonhardt (2001:26), penulis buku 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis, mengatakan bahwa anak-anak yang gemar menulis dan membaca menjadi murid yang mudah unggul dalam hampir semua mata pelajaran. Ini berarti bahwa kegemaran menulis dan membaca mempunyai korelasi dengan prestasi anak.
Bentuk-bentuk Pembelajaran yang dapat dilakukan di kelas 3 dan 4 diantaranya: 1) membaca nyaring (dalam lafal yang tepat), 2) membaca dalam intensif (dimaksudkan untuk memahami isi bacaan), 3) melaporkan isi bacaan singkat, 4) menulis tegak bersambung, 5) menulis pesan, 6)menulis surat untuk orang tua, 7) mendengarkan cerita dan memberikan tanggapan.
Untuk kelas 5, pembelajaran bahasa Indonesia harus memperkuat apa yang telah diajarkan di kelas 4 ditambah dengan beberapa kompetensi yang memang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya: 1) bertelepon, 2) menulis surat, 3) bermain peran, 4) membuat ulasan cerita, 5) membuat puisi dan membaca dengan penuh ekspresi, 6) membuat karangan tentang pengalaman pribadi, 7) mewawancarai tokoh-tokoh, 8) mempresentasikan laporan kegiatan.
Pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 6, mempunyai karakteristik tersendiri. Hal ini disebabkan siswa kelas 6 tidak hanya dituntut menguasai kompetensi tetapi juga harus dipersiapkan untuk mengikuti UASBN. Pembelajaran di kelas 6 disamping merupakan penguatan dari pembelajaran sebelumnya, juga diharapkan sudah sampai pada tataran aplikasi, misal: 1) bertelepon, 2) menulis pesan, 3) berdebat, 4) membuat karya sastra 5) mempresentasikan laporan kegiatan, 6) mewawancarai tokoh, 7) memberikan ulasan bacaan, 8) memberi tanggapan terhadap karya sastra (puisi, dongeng, cerpen).
Pengertian Makna Ujaran
Berbicara mengenai makna, telah banyak sekali para fakar linguistik memberikan definisi mengenai makna. Berikut ini beberapa definisi mengenai makna :
1. Menurut Kamus Besat Bahasa Indonesia (1997) “ Makna adalah (a) arti, (b) maksud pembicaraan atau penulis, (c) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.”
2. Verhaar (1978) “ Makna adalah gejala Internal bahasa.”
3. Kridalaksana (1982:131) “ Makna adalah maksud, pembicara, hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya.”
4. Aminuddin (2001:52) “ Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.”
B. Bagaimana Manusia Memahami Ujaran
( Dardjowidjojo, Soenjono dan Unika Atma Jaya. 2003. PSIKOLINGUISTIK : Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia )
Bab ini membahas bagaimana manusia dapat memahami kata, frasa, klausa, kalimat, atau wacana yang didengar. Bagaimana komprehensi (pembentukan makna dari bunyi) dalam sebuah kalimat yang kita ucapkan. Dari sudut pandang ilmu psikolinguistik, ada dua macam komoprehensi (Clark & Clark 1977). Yaitu :
1. Komprehensi yang berkaitan dengan pemahaman atas ujaran yang kita dengar.
2. Komprehensi yang berkaitan dengan tindakan yang perlu kita lakukan setelah ujaran itu kita dengar.
Untuk memahami makna suatu ujaran (kata, frasa, klausa, kalimat, wacana), ada beberapa hal pokok yang prlu kita ketahui. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
1. Struktur lahir dan struktur batin dari suatru ujaran
Pada struktur lahir dan batin ini kita diajarkan bagaimana kita memahami makna suatu ujaran bukan hanya dari segi pemukaan yang kita lihat atau urutan kata yang terdapat pada ujaran tersebut atau ciri-ciri tertentu masing-masing kata (struktur lahir), tetapi kita diajarkan juga bagaimana kita dapat memahami makna ujaran dari segi representasi yang mendasarinya atau kerumitannya yang terkesan menjadi sebuah kalimat yang ambigu (struktur batin).
Pada struktur lahir sebuah ujaran kita dapat mengambil contoh berikut agar dapat memahaminya.
Lelaki tua itu masih dapat bermain tenis.
Kalimat tersebut dapat kita pahami cukup dari urutan kata-kata yang terdengar atau terlihat oleh kita. Siapa pun yang mendengar kalimat ini akan memberi interpretasi yang sama, yakni, adanya seorang lelaki, lelaki itu sudah tua, dia senang bermain sesuatu, dan sesuatu itu adalah tenis. Sedangkan kehadiran pemahaman pada struktur batin pada sebuah ujaran dapat kita lihat pada contoh berikut.
Lelaki dan wanita tua itu masih dapat bermain tenis.
Ternyata kehadiran frasa lelaki dan wanita tua itu menjadikan ujaran tersebut terkesan ambigu. Kita dapat memaknainya sebagai sebuah kalimat yang rumit. Kita tidak yakin apakah lelaki itu juga tua seperti wanita atau hanyha wanitanya saja yang tua. Interpretasi ini muncul karena adjektiva tua dapat berfungsi sebagai pewatas hanya pada nomina wanita saja atau pada frasa lelaki dan wanita. Jadi, dalam memahami sebuah ujaran kita perlu memahami makna struktur lahir dan makna struktur batin dari ujaran tersebut.
2. Proposisi
Pada proposisi ini yang dibahas adalah unit-unit makna pada kalimat. Proposisi ini terbagi menjadi dua bagian senagai berikut :
1. Argument (hal-hal yang dibicarakan), dan
2. Predikasi (pernyataan yang dibuang mengenai argumen).
Pengertian mengenai preposisi ini penting untuk komprehensi karena yang kita fahami dari suatu kalimat sebenarnya adalah proposisi-proposisi. Seorang pendengar menerima masukan berupa rentetan-rentetan kata yang disusun secara hierarkis. Begitu kita mendengar sebuah kata, proses mental kita mulai bekerja dengan membangun makna pada kata ini dengan memanfaatkan fitur-fitur pada kata ini. Hal tersebut dapat kita liikut.hat pada contoh berikut.
Preman tua itu mencuri sepeda saya.
Pada saat kkita mendengar kata preman munturcullah dalam benak kita fitur-fitur semantic [+ manusia], [+ jantan], [+perilaku negatif], dan sebaginya. Kata tua menambahkan fitur [+ berumur lanjut], dan itu menambahkan lagi fitur [+ definit] (dan bukan [+ genetik]). Pengurutan kata preman kemudian tua, dan kemudian itu (dan bukan prema lalu itu, dan kemudian tua)membentuk suatu hierarki proposisi pada tataran frasa yang menyatakan bahwa lelaki tersebut adalah preman yang telah berumur lanjut, dan orang itu adalah orang yang telah kita ketahui identitasnya.
3. Konstituen sebagai realita psikologis
Pada bagian ini yang dibahas secara detail adalah apakah betul dengan adanya pembagian kalimat secara konstituen memiliki realitas psikologis atau hanyalah merupakan suatu cara oleh linguis untuk memotong-motong kalimat? Ternyata konstituen bukanlah hanya ssekedar pemotongan kalimat yang sifatnya arbiter saja, melainkan kekeliruan sedikit saja dalam melakukan pemotongan kata maka akan mempengaruhi pendengaran dan mengganggu komprehensi karena pada dasrnya konstituen mempunyai landasan psikologis maupun sintaksis yang kuat. Hal tersebut dapat kita lihat pada tiga hal berikut ;
1. Konstituen merupakan satu kesatuan yang utuh secara konseptual.
Contoh: Preman tua itu mencuri sepeda saya.
Frasa nomina pada preman tua itu memiliki makna konseptual yang utuh karena frasa ini dapat digantikan dengan konstituen lain yang hanya terdiri atas satu kata, misalnya, Alex atau dia.
2. Pemotongan kelompok kata akan mempengaruhi komprehensi kita.
Contoh:
a. Kaidah-kaidah/ penyakit ini memang/ sukar. Para/ mahasiswa sering kurang/ dapat menggunakan kaidah/ ini dengan sempurna. Kaidah/ yang tersulit/ adalah kaidah rekaan. Perbedaan/ derajat kesukaran dalam/ pengamalan kaidah….
b. Kaidah-kaidah penyakit ini/ memang sukar//. Para mahasiswa/ sering kurang dapat menggunakan/ kaidah ini dengan sempurna//. Kaidah yang tersulit/ adalah/ kaidah rekaan//. Perbedaan derajat kesukaran/ dalam pengamalan kaidah….
3. yang tersimpan dalam memori bukanlah kata-kata yang terlepas dari konstituennya, tetapi kesatuan makna dari masing-mansing konstituen.
Contoh : Preman tua itu mencuri sepeda saya. Yang tersimpan dalam memori kita pastilah preman itu dengan atribut ketuaannya. Untuk sepeda, kepemilikan dari sepeda itulah yang akan tersimpan, yakni, bahwa sepeda itu milik saya.
4. Strategi dalam memahami ujaran
Strategi-strategi yang digunakan dalam memahami ujaran, adalah
1. Setelah kita mengidentifikasi kata pertama dari suatu konstituen yang kita dengar, proses mental kita akan mulai mencari kata lain yang selaras dengan kata pertama dalam konstituen tersebut. Contoh : jika kata pertama yang kita dengar adalah orang, maka kita mencari kata lain yang secara sintaksis bisa berkolokasi dengan kata tersebut, seperti tua, besar, bodoh, atau itu. Karena kata orang hampir selalu diikuti oleh sesuatu yang lain untuk menjadi suatu konstituen.
2. Setelah memndengar kata pertama dalam suatu konstituen, perhatikan apakah kata berikutnya mengakhiri konstruksi itu. Seandainya setelah kata orang muncullah kata yang, maka kita berkesimpulan bahwa konstruksi orang yang tidak mungkin membentuk suatu konstituen, karena kata yang pastilah membentuk anak kalimat. Maka kita mengharapkan munculnya anak kalimat itu agar menjadi suatu FN yang baik. Misalnya orang yang mencari kamu.
3. Setelah kita mendengar suatu verba, carilah jenis argumen yang selaras dengan verba tersebut. Jika verba yang kita dengar adalah verba memukul maka kta pasti mengharapkan adanya suatu argumen, yakni benda atau makhluk yang di pukul. Misalnya dia memukul meja.
Kalimat Segmental dan Suprasegmental, Konsonan, Vokal, Diftong dan Kluster - Kalimat yang kita ucapkan sesungguhnya berunsur segmental dan suprasegmental. Unsur segmental adalah unsur kalimat yang berupa kata-kata yang dapat dituliskan.
Kalimat Segmental dan Suprasegmental, Konsonan, Vokal, Diftong dan Kluster
Menurut Masnur Muslich (2008), bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernapasan, alat ucap, dan pita suara. Unsur segmental ada empat macam.
a. Konsonan adalah bunyi yang terhambat oleh alat ucap, misalnya: /p/ dalam atap.
b. Vokal adalah bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap, misalnya: /a/ dalam bunga.
c. Diftong adalah dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam kau.
d. Kluster adalah dua konsonan yang dibaca satu bunyi. Contoh: kluster/konsonan rangkap.
ng : yang
ny : nyonya
kh : khusus, khas, khitmad
pr : produksi, prakarya, proses
kr : kredit, kreatif, kritis, krisis
sy : syarat, syah, syukur
str : struktur, strata, strategi
spr : sprai
tr : tradisi, tragedi, tragis, trauma, transportasi
Unsur suprasegmental merupakan unsur yang mengiringi pengucapan kata-kata yang hanya bisa disuarakan. Akan tetapi, tidak dapat dituliskan seperti lafal, intonasi, dan jeda. Mengucapkan bunyi bahasa dengan lafal, intonasi, dan jeda yang tepat dapat memperjelas isi turunan. Sebaliknya ketidaklaziman dalam pengucapan lafal, intonasi, dan jeda dapat mengganggu penyampaian informasi yang ada pada tuturan tersebut.
a. Lafal
Lafal adalah cara sekelompok orang dalam mengucapkan bunyi bahasa. Dalam bahasa Indonesia dikenal bunyi vokal dan bunyi konsonan.
1) Vokal
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udara keluar dari rongga mulut tidak mengalami rintangan. Bahasa Indonesia juga mengenal bunyi diftong (vokal rangkap). Diftong ini merupakan dua huruf vokal yang melambangkan satu bunyi yang tidak dapat dipisahkan. Adapun bunyi diftong tersebut adalah ai, au, oi. Bunyi diucapkan satu hembusan napas. Diftong ai bukan a dan i, menggulai (kambing) bukan menggulai (teh).
Contoh:
harimau
ramai
koboi
2) Konsonan
Selain bunyi diftong pada vokal, dikenal juga bunyi frikatif pada konsonan. Bunyi frikatif adalah bunyi yang dihasilkan ketika arus udara melewati saluran sempit sehingga mengeluarkan bunyi desis. Konsonan frikatif bersuara adalah /z/, sedangkan konsonan frikatif tak bersuara adalah /f/, /s/, /x/, dan /h/. Dalam pengucapan bunyi-bunyi konsonan tertentu sebagian orang sering mengalami kesulitan misalnya /f/ dilafalkan /p/. Hal ini dipengaruhi oleh dialek dan idiolek. Dialek variasi bahasa menurut kelompok pemakainya, sedangkan idiolek adalah keseluruhan ciri seseorang dalam berbahasa.
Contoh:
Frikatif bersuara, misalnya: zaman, izin, zakat.
Frikatif tak bersuara, misalnya: fabel, hujan, deras.
b. Intonasi
Intonasi adalah tinggi rendahnya nada dalam pengucapan sehingga membentuk lagu kalimat. Intonasi akan menunjukan kalimat tersebut sudah selesai atau masih jeda, menunjukan tuturan memberi tahu, bertanya, ataukah menyuruh. Intonasi yang tepat dalam pengucapan akan memperjelas maksud tuturan. Sebaliknya, intonasi yang tidak tepat akan menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap maksud tuturan.
c. Jeda
Jeda merupakan hentian sejenak dalam ujaran. Penggunaan jeda dalam tuturan sangat berpengaruh terhadap tersampaikannya maksud tuturan. Jeda biasanya digunakan untuk memisahkan frasa agar memberikan kejelasan maksud ujaran. Dalam suatu runtutan bunyi yang terus-menerus diselang-seling dengan jeda singkat atau agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan ada bunyi yang dapat disegmentasikan yang disebut bunyi segmental.
1) Tekanan atau Stres
Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
2) Nada atau Pitch
Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.
3) Jeda atau Persendian
Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Ada tiga macam jeda.
Jeda antarkata atau frasa tanpa menarik napas, diberi tanda (/).
Jeda yang menandai koma atau titik dengan berhenti sesaat untuk mengambil napas, diberi tanda (//).
Jeda yang menandai perhentian relatif lebih lama untuk mengambil napas beberapa kali, diberi tanda(///).
Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar-mengajar yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi, proses belajar-mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri.
Seperti kita ketahui Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang berorientasi pada pendekatan tujuan; demikian pula bidang studi bahasa Indonesia. Oleh karena orientasinya pada tujuan, maka pembelajarannya pun penekanannya pada tercapainya tujuan. Misalnya contoh berikut ini. Untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun mengenai bagaimana proses pembel- ajarannya, bagaimana metodenya, bagaimana teknik pembelajaran tidak merupakan masalah yang penting.
Demikian pula kalau misalnya yang diajarkan pokok bahasan struktur dengan tujuan “Siswa memiliki pemahaman mengenai bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia”. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran morfologi bahasa Indonesia.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”. Dengan “cara belajar tuntas”, berarti suatu kegiatan belajar-mengajar dianggap berhasil, apabila sedikit-dikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif; jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75% dari soal yang diberikan guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.
Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai kaidah. Atas dasar anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi, mofologi, dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Jelas, bahwa aspek kognitif bahasa diutamakan.
Di samping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan struk- tural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan membuat kesalahan seperti di bawah ini.
“Bajunya anak itu baru”.
“Di sekolahhan kami mengadakan pertandingan sepak bola”. “Anak-anak itu lari-lari di halaman”.
Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Bahasa
Setiap manusia yang dilahirkan dibekali dengan kemampuan dasar. Kemam- puan dasar ini tumbuh dan berkembang bila dibina dan dilatih. Sebaliknya, kemampuan dasar itu dapat terpendam bila tidak dibina. Melalui CBSA, guru mengembangkan kemampuan dasar siswa menjadi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik. Kepada siswa tidak hanya diberikan “apa yang harus dipelajari” tetapi yang lebih penting lagi “bagaimana cara mempelajarinya”. Siswa diajari bagaimana cara belajar yang baik atau belajar bagimana belajar
Dalam proses belajar atau belajar bagaimana belajar diperlukan keterampilan intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Ketiga keterampilan inilah yang disebut keterampilan proses. Setiap keterampilan ini terdiri atas sejumlah keterampilan. Dengan perkataan lain keterampilan proses terdiri atas sejumlah sub- keterampilan proses.
Keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep. Konsep yang telah ditemukan atau dikembangkan berfungsi pula sebagai penunjang keterampilan proses. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan pengembangan konsep dalam proses belajar-mengajar menghasilkan sikap dan nilai dalam diri siswa. Tanda-tandanya terlihat pada diri siswa seperti, teliti, kreatif, kritis, objektif, tenggang rasa, bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerja sama , rajin, dan sebagainya.
Keterampilan proses dibangun oleh sejumlah keterampilan-keterampilan. Karena itu pencapaian atau pengembangnya dilaksanakan dalam setiap proses belajar-mengajar dalam semua mata palajaran. Tidak ada satu pelajaran pun yang dapat mengembangkan keterampilan itu secara utuh. Karena itu pula, ada keteram- pilan yang cocok dikembangkan oleh pelajaran tertentu dan kurang cocok dikembangkan oleh mata pelajaran lainnya.
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik sendiri. Karena itu penjabaran keterampilan proses dapat berbeda pada setiap mata pelajaran. Perbedaan itu sifatnnya tidak mendasar tetapi hanyalah variasi-variasi belaka. Sebagai contoh, mari kita perhatikan bagaimana keterampilan proses dijabarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Penjabaran itu sudah memenuhi karakter bahasa Indonesia itu sendiri. Penjabaran sebagai berikut.
1. Mengamati
2. Menatap: memperhatikan.
3. Membaca: memahami suatu bacaan.
4. Menyimak: memahami sesuatu yang dibicarakan orang lain.
5. Menggolongkan
Mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan (dapat berupa wacana, kalimat, dan kosa kata).
3. Menafsirkan
4. Menafsirkan: mencari atau menemukan arti, situasi, pola, kesimpulan dan mengelompokkan suatu wacana.
5. Mencari dasar penggolongan: mengelompokkan sesuatu berdasarkan suatu kaidah, dapat berupa kata dasar, kata bentukan, jenis kata, pola kalimat ataupun wacana.
6. Memberi arti: mencari arti kata-kata atau mencari pengertian sesuatu wacana kemudian mengutarakan kembali baik lisan maupun tertulis.
7. Mencari hubungan situasi: mencari atau menebak waktu kejadian dari suatu wacana puisi. Menghubungkan antarsituasi yang satu dengan yang lain dari beberapa wacana.
8. Menemukan pola: menentukan atau menebak suatu pola cerita yang berupa prosa maupun pola kalimat.
9. f. Menarik kesimpulan: mengambil suatu kesimpulan dari suatu wacana secara induktif maupun deduktif.
10. Menggeneralisasikan: mengambil kesimpulan secara induktif atau dari ruang lingkup yang lebih luas daripada menarik kesimpulan.
11. Mengalisis: menganalisis suatu wacana berdasarkan paragraf, kalimat, dan unsur-unsur.
12. Menerapkan
Menggunakan konsep: kaidah bahasa dalam menyusun dapat berupa penulisan wacana, karangan, surat-menyurat, kalimat-kalimat, kata bentukan dengan memperhatikan ejaan/kaidah bahasa.
5. Mengkomunikasikan
6. Berdiskusi: melakukan diskusi dan tanya jawab dengan memakai argumen- tasi/alasan-alasan dan bukti-bukti untuk memecahkan suatu masalah.
7. Mendeklamasikan: melakukan deklamasi suatu puisi dengan menjiwai sesuatu yang dideklamasikan (dapat dengan menggerakkan anggota badan, kepala, pandangan mata, atau perubahan air muka).
8. Dramatisasi: menirukan sesuatu perilaku dengan penjiwaan yang mendalam.
1. Bertanya: mengajukan berbagai jenis pertanyaan yang mengarah kepada: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, atau evaluasi.
1. Mengarang: menulis sesuatu dapat dengan melihat objeknya yang nyata dulu dengan bantuan gambar atau tanpa bantuan apa-apa.
2. f. Mendramakan/bermain drama: memainkan sesuatu teks cerita persis seperti apa yang tertera pada bacaan.
3. Mengungkapkan/melaporkan sesuatu dalam bentuk lisan dan tulisan: melaporkan darmawisata, pertandingan, peninjauan ke lapangan, dan sebagainya.
Keterampilan proses berkaitan dengan kemampuan. Oleh karena itu penerapan keterampilan proses diletakkan atau inklusif dalam kompetensi dasar. Keterampilan proses juga dikenali pada instruksi yang disampaikan oleh guru kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu.
Contoh:
1. Kompetensi dasar: Siswa dapat menyusun sebuah pengumuman sebagai sarana menyampaikan informasi (keterampilan proses yang tersirat dalam kompetensi dasar adalah mengkomunikasikan, submengarang)
2. Instruksi: Lukiskan situasi yang dialami kuda dalam wacana berikut!
TOLONGLAH
Melihat rusa datang kuda berkata, “Tolonglah rusa lepaskan tandukku.” “Lepaskan sendiri, Aku tidak dapat. Kalau harimau datang aku bisa-bisa dimangsa.”
“Tolonglah jasamu tidak akan kulupakan”, pinta kuda memelas.
Rusa pun luluh dendamnya. Ia menjadi kasihan kepada kuda. Rusa melupakan kesombongan kuda. “Teman dalam bahaya harus ditolong”, kata rusa dalam hati.
Keterampilan proses apa yang tersirat dalam instruksi tersebut di atas? Menafsirkan?
Kata-kata kunci yang terdapat dalam standar kompetensi pun merupakan petunjuk untuk mengetahui keterampilan proses mana yang turut dikembangkan. Misalnya memahami, menerapkan, dan mengkomunikasikan. Ketiga kata kerja itu selalu ditemui dalam kompetensi dasar pokok bahasan pembelajaran berbicara. Kata kerja memahami yang menghasilkan pemahaman selalu dapat dipulangkan kepada keterampilan proses mengamati seperti membaca sesuatu atau menyimak sesuatu. Kata kerja memahami pun dapat dikembalikan kepada keterampilan proses menggolongkan seperti mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan. Kata kerja menerapkan dapat secara langsung mengacu kepada keterampilan proses menerapkan melalui kegiatan menerapkan konsep, kaidah bahasa, dan sebagainya. Demikian juga kata kerja mengkomunikasikan secara langsung mengacu kepada keterampilan proses mengkomunikasikan melalui kegiatan berdiskusi, mendeklamasikan, dramatisasi, bertanya, mengarang, dan sebagainya.
Kegiatan belajar-mengajar pada hakikatnya merupakan rangkaian aktivitas siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Dalam rangkaian aktivitas itu dimungkinkan membina satu, dua, atau lebih aspek keterampilan proses pada diri siswa. Cobalah amati kegiatan guru dan siswa berikut.
Guru: “Baca baik-baik wacana berikut!”
SAYA DAPAT MENGALAHKANNYA
Saya sudah menganalisis keadaan Hendra. Saya catat kekuatan dan kelemahannya. Berdasarkan hasil pengamatan itu saya susun siasat jitu.
Mula-mula saya paksa dia bermain cepat. Lama-lama pasti tenaganya terkuras.
Sesudah itu saya mengendalikan permainan.
Dalam set terakhir, set penentuan , Hendra sudah rapuh. Kini saya memegang bola, saat nilai 13–9 buat saya. Bola saya arahkan ke belakang. Dikira Hendra ke luar tetapi masuk. Hendra semakin panik. Bola terakhir saya lambungkan tinggi ke belakang. Dikembalikan tanggung oleh Hendra. Saya smes, bola masuk dan gim. Saya dapat mengalahkan Hendra.
Siswa
Guru
Siswa Guru Siswa Guru Anto
: (Membaca dengan teliti)
: “Perhatikan baik-baik kalimat mengungkapkan kemampuan. Cari ciri- cirinya”
: (Mencari ciri-ciri kalimat) Berapa menit kemudian.
: “Sekarang mari kita lihat hasil pekerjaanmu”
: “Saya, Bu! Saya, Bu!
: “Bagus! Bagus. Coba kamu, Anto.”
: “Ciri-ciri kalimat tersebut adalah
1. kalimat berita,
2. isinya kenyataan yang sudah ada (riil),
Guru Andi Guru
3. selalu menggunakan kata bantu seperti dapat, mampu, sanggup, dan bisa.”
: “Bagus, Anto, Bagus! Bagaimana pendapat yang lain?”
: “Bagaimana bila ditambahkan dengan ciri kalimat positif, Bu?”
: “Ya, boleh. Itu ciri keempat.”
Kegiatan belajar-mengajar di atas paling sedikit membina keterampilan proses
mengamati, mencari ciri-ciri penggolongan, dan menyimpulkan.
Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa
Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakannya. Anda perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas. Untuk itu dalam subunit ini akan diuraikan tentang pendekatan whole language sehingga pada akhir subunit ini Anda akan dapat menje- laskan konsep pendekatan whole language dan kemudian menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD.
Dalam subunit ini Anda akan mempelajari tentang karakteristik whole language, komponen-komponen whole language, ciri-ciri kelas whole language, dan penilaian dalam kelas whole language.
Karateristik Whole Language
Secara umum whole language dapat dinyatakan sebagai perangkat wawasan yang mengarahkan kerangka pikir praktisi dalam menentukan bahasa sebagai meteri pelajaran, isi pembelajaran, dan proses pembelajaran. Pengembangan wawasan whole language diilhami konsep konstrutivisme, language experience approach (LEA), dan progresivisme dalam pendidikan. Wawasan yang dikembangkan sehubungan dengan bahasa sebagai materi pelajaran dan penentuan isi pembelajarannya diwarnai oleh fungsionalisme dan semiotika (Edelsky, Altwerger, dan Flores, 1991). Sementara itu, prinsip dan penggarapan proses pembelajarannya diwarnai oleh progresivisme dan konstruktivisme menyatakan bahwa siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Roberts, 1996). Siswa termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya itu diperukan oleh mereka. Guru berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desiminator informasi menjadi fasilitor (Lame & Hysith, 1993).
Penentuan isi pembelajaran dalam perspektif whole language diarahkan oleh konsepsi tentang kebahasaan dan nilai fungsionalnya bagi pebelajar dalam kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan konsepsi bahwa pengajaran bahasa mesti didasarkan pada kenyataan penggunaan bahasa, maka isi pembelajaran bahasa diorientasikan pada topik pengajaran (1) membaca, (2) menulis, (3) menyimak, dan (4) wicara. Ditinjau dari nilai fungsionalnya dalam kehidupan, penguasaan yang perlu dijadikan fokus dan perlu dikembangkan adalah penguasaan kemampuan membaca dan menulis. Sebab itulah konsep literacy (keberwacanaan) dalam persfektif whole language yang hanya dihubungkan dengan perihal membaca dan menulis (Au, mason, dan Scheu, 1995, Eanes, 1997). Ditinjau dari konsepsi demikian, topik pengajaran menyimak, wicara, membaca, dan menulis tidak harus digarap secara seimbang karena alokasi waktu pengajaran mesti lebih banyak digunakan untuk pembelajaran membaca dan menulis.
Komponen-komponen Whole Language
Whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam hal ini orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan berbahasa yang diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa diajarkan secara terpadu. Menerapkan whole language memang agak sulit karena tidak ada acuan yang benar-benar mengaturnya. Namun Anda dapat mencoba menerapkannya dengan mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam whole language. Menurut Routman dan Froese (1991) dalam Suratinah dan Teguh Prakoso (2003: 2.3) ada delapan komponen whole language, yaitu reading aloud, sustained silent reading, shared reading, journal writing, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing. Namun sesuai dengan definisi whole language yaitu pembelajaran bahasa yang disajikan secara utuh dan tidak terpisah-pisah, maka dalam menerapkan setiap kom- ponen whole language di kelas Anda harus pula melibatkan semua keterampilan dan unsur bahasa dalam kegiatan pembelajaran.
Nah sekarang mari kita pelajari komponen whole language tersebut satu per satu. Mari kita mulai dengan reading aloud.
1. Reading Aloud
Reading Aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang benar sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini sangat bermanfaat terutama jika dilakukan di kelas rendah. Manfaat yang didapat dari reading aloud antara lain meningkatkan keterampilan menyimak, memperkaya kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa.
Nah, Anda dapat mencoba menerapkan reading aloud di kelas Anda. Coba Anda pilih cerita pendek yang menarik dari buku cerita atau dari buku teks yang Anda punya. Lakukan kegiatan ini dua-tiga kali seminggu sebelum kemudian menjadi kegiatan rutin yang Anda lakukan setiap hari. Kemudian perhatikan perubahan yang terjadi pada siswa Anda dan juga diri Anda.
2. Sustained Silent Reading
Sustained Silent Reading (SSR) adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Pada kegiatan ini guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan bacaan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut. Guru dalam hal ini sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberi contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah (a) membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan; (b) membaca dapat dilakukan oleh siapa pun; (c) membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut; (d) siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama; (e) guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca; dan (f) siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir.
3. Journal Writing
Salah satu cara yang dipandang cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa menulis adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran menulis jurnal atau menulis informal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk lancar mencurahkan gagasan dan menceritakan kejadian di sekitarnya tanpa sekaligus memikirkan hal-hal yang bersifat mekanik. Tompkins (1991:210) menyatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang bersifat mekanik membuat tulisan mati karena hal tersebut tidak mengizinkan gagasan siswa tercurah secara alami. Dengan demikian, siswa dapat bebas mencurahkan gagasan tanpa merasa cemas dan tertekan memikirkan mekanik tulisannya.
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari kegiatan menulis jurnal ini. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kemampuan menulis. Dengan menulis jurnal siswa akan terbiasa mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan yang kemudian membantunya untuk mengembangkan kemampuan menulis.
2. Meningkatkan kemampuan membaca. Siswa secara spontan akan membaca hasil tulisannya sendiri setiap ia selesai menulis jurnal. Dengan cara ini tanpa disadari siswa melatih kemampuan membacanya, sehingga dengan menulis jurnal siswa tersebut juga meningkatkan kemampuan membaca.
3. Menumbuhkan keberanian menghadap risiko. Karena menulis jurnal bukanlah kegiatan yang harus dinilai, maka siswa tidak perlu takut untuk berbuat salah. Bahkan kesempatan ini dapat digunakan sebagai sarana untuk bereksplorasi.
4. Memberi kesempatan untuk membuat refleksi. Melalui menulis jurnal dapat merefleksi apa yang telah dipelajarinya atau dilakukannya.
5. Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi. Kejadian apa saja yang dialami oleh siswa baik di sekolah mapun di luar sekolah dapat diungkapkan dalam jurnal. Dengan menghargai apa yang ditulis siswa akan membuat siswa merasa dihargai.
6. f. Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis. Terutama untuk siswa kelas tinggi, jurnal adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan pribad Jurnal ini sering disebut diary atau buku harian. Untuk jurnal jenis ini siswa boleh memilih apakah guru boleh membaca jurnalnya atau tidak.
7. Meningkatkan kemampuan berpikir. Dengan meminta siswa menulis jurnal, berarti melatih mereka melakukan proses berpikir, mengingat kembali, memilih kejadian mana yang akan diceritakan, dan menyusun informasi yang dimiliki menjadi cerita yang dapat dipahami pembaca. Dengan membaca jurnal, guru mengetahui kejadian atau materi mana yang berkesan dan dipahami siswa dan mana bagian yang membuatnya bingung.
1. Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis. Melalui menulis jurnal siswa belajar tata cara menulis seperti penggunaan huruf besar, tanda baca, dan struktur kalimat. Siswa juga mulai menulis dengan menggunakan topik, judul, halaman, dan subtopik. Mereka juga menggunakan bentuk tulisan yang berbeda seperti dialog (percakapan) dan cerita besambung. Semua ini diajarkan tidak secara formal.
2. i. Menjadi alat Siswa dapat melihat kembali jurnal yang ditulisnya dan menilai sendiri kemampuan menulisnya. Mereka dapat melihat komentar atau respon guru atas kemajuannya. Guru dapat menggunakan jurnal sebagai sarana untuk menilai kemampuan bahasa siswa, di samping juga penguasaan materi dan gaya penulisan.
3. j. Menjadi dokumen Jurnal writing dapat digunakan siswa sebagai dokumen tertulis mengenai perkembangan hidup atau pribadinya. Setelah mereka dewasa, mereka dapat melihat kembali hal-hal apa yang pernah mere- ka anggap penting pada waktu dahulu.
Anda dapat melihat bagaimana besarnya pengaruh dan manfaat menulis jurnal jika diterapkan di dalam kelas. Memang hal ini terlihat berat bagi Anda yang mempunyai kelas besar. Dapat Anda bayangkan betapa repotnya jika Anda setiap hari harus memberi komentar atau respon terhadap setiap jurnal yang ditulis oleh siswa. Namun Anda dapat menyiasatinya sendiri, bagaimana yang terbaik ketika menerapkan kegiatan ini. Bisa saja misalnya, tidak setiap hari Anda memberi komentar atau respon pada setiap anak. Anda dapat membagi siswa dalam kelompok dan Anda memberi komentar atau respon perkelompok secara bergantian. Dengan demikian Anda tidak perlu menghabiskan waktu Anda untuk merespon jurnal siswa. Ingat, ini hanyalah satu untuk contoh membagi waktu Anda dalam memberi respon, Anda sendiri dapat mencari alternatif lain yang dirasa terbaik diterapkan pada situasi dan kondisi sekolah Anda.
4. Shared Reading
Komponen whole language yang keempat adalah shared reading. Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa dan mereka harus mempunyai buku untuk dibaca bersama. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Ada beberapa cara melakukan kegiatan ini yaitu:
1. guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah),
1. guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku; dan
2. siswa membaca bergiliran
Maksud kegiatan ini adalah:
1. sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model;
2. memberikan kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya; dan
1. siswa yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar.
Nampaknya kegiatan ini sering Anda lakukan di kelas, bukan? Ya betul, ke- tika Anda membahas suatu topik, Anda meminta siswa membuka buku paket yang membahas topik tersebut, kemudian siswa diminta untuk membaca keras secara bergantian. Dalam hal ini Anda telah melakukan shared reading. Sebaiknya Anda meneruskan kegiatan ini dengan melibatkan keterampilan lain seperti berbicara dan menulis agar kegiatan Anda menjadi kegiatan berbahasa yang utuh dan riil.
5. Guided Reading
Komponen whole language yang kelima adalah guided reading. Tidak seperti pada shared reading, yaitu guru lebih berperan sebagai model dalam membaca, dalam guided reading atau disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan fasilator. Dalam membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri tetapi lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan se- kedar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan di kelas.
6. Guided Writing
Komponen whole language yang keenam adalah guided writing atau menulis terbimbing seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses writing seperti memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
7. Independent Reading
Komponen whole language yang ketujuh adalah independent reading. In- dependent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membacayang memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemprakasa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilator, dan pemberi respon. Menurut penelitian yang dilakukan Anderson dkk (1988), membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.
Jika Anda menerapkan independent reading, maka Anda sebaiknya menyi- apkan bacaan yang diperlukan untuk siswa Anda. Bacaan tersebut dapat berupa fiksi maupun nonfiksi. Pada awal penerapan independent reading Anda dapat membantu siswa memilih buku yang akan dibacanya dengan memperkenalkan buku-buku tersebut. Misalnya, Anda membacakan sinopsisnya atau ringkasan bu- ku yang terdapat pada halaman sampul. Atau jika Anda pernah membaca buku tersebut, Anda menceritakan sedikit tentang buku tersebut. Dengan mengetahui sekelumit tentang cerita, siswa akan termotivasi untuk memilih buku dan memba- canya sendiri. Demikian juga ketika Anda mempunyai buku baru, sebaiknya buku tersebut diperkenalkan agar siswa dapat mempertimbangkan untuk membaca atau tidak.
Dalam memperkenalkan buku, sebaiknya Anda juga membahas tentang pengarang dan ilustrator yang biasanya tertulis di halaman akhir. Jika tidak ada keterangan tertulis tentang pengarang atau ilustrator, paling tidak Anda dapat menyebutkan nama-nama mereka atau tambahkan sedikit informasi yang Anda ketahui. Hal ini penting dilakukan agar siswa sadar, bahwa sesungguhnya buku itu tertulis oleh manusia bukan mesin.
Buku yang dibaca siswa untuk independent reading tidak selalu harus didapat dari perpustakaan sekolah atau kelas atau disiapkan guru. Siswa dapat saja mendapatkan buku dari berbagai sumber seperti perpustakaan kota/kabupaten, buku-buku yang ada di rumah, di toko buku, pinjam teman atau dari sumber lain- nya. Inti dari independent reading adalah membantu siswa meningkatkan kemampuan pemahamannya, mengembangkan kosa kata, melancarkan membaca, dan secara keseluruhan memfasilitasi membaca.
8. Independent Writing
Komponen whole language yang kedelapan adalah independent writing. Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemam- puan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara lain menulis jurnal dan menulis respon.
Setelah Anda mengenal komponen-komponen whole language mungkin Anda mulai berpikir untuk menerapkan pendekatan ini di kelas Anda. Jika Anda akan menerapkan pendekatan ini, mulailah perlahan-lahan. Jangan mencoba menerapkan semua komponen sekaligus, karena akan membingungkan siswa. Cobalah dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa menggunakan komponen tersebut, baru kemudian mencoba lagi menerapkan komponen yang lain. Anderson (1985) mengingatkan bahwa perubahan menjadi kelas whole language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dan perlahan agar meng- hasilkan kelas whole language yang diinginkan.
Ciri-ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language. Pertama, kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja, lemari, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku petunjuk, dan barbagai macam barang cetak lainnya. Semua itu disusun dengan rapi berdaasrkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. Walaupun hanya satu sudut yang dijadikan perpustakaan, namun buku tersedia di seluruh ruang kelas.
Kedua, di kelas whole language guru berperan sebagai model, guru menjadi contoh perwujudan bentuk aktivitas berbahasa yang ideal, dalam kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan wicara. Over head projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
Ketiga, di kelas whole language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemamapuannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangnya, maka di kelas tersedia buku dan materi yang menunjang. Buku disusun berdasarkan tingkat kemampuan membaca siswa, sehingga siswa dapat memilih buku yang sesuai untuknya. Di kelas juga tersedia meja besar yang dapat digunakan siswa untuk menulis, melakukan editing dengan temannya, atau membuat cover untuk buku yang ditulisnya. Langkah-langkah proses menulis tertempel di dinding sehingga siswa dapat melihatnya setiap saat.
Keempat, di kelas whole language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan guru. Siswa, membuat kumpulan kata (words blank), melakukan brainstorming, dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian kelas. Buku perpustakaan dipinjam dan dikembalikan oleh siswa tanpa bantuan guru. Buku bacaan atau majalah dibawa siswa dari rumah. Pada salah satu bulletin board terpampang pembagian tugas untuk setiap siswa. Siswa bekerja dan bergerak bebas di kelas.
Kelima, di kelas whole language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual. Ada kelompok yang mem- buat perjalanan sejarah. Siswa lain, secara individual menulis respon terhadap buku yang dibacanya, membuat buku, menuliskan kembali cerita rakyat, atau mengedit draft final. Guru terlibat dalam konferensi dengan siswa atau berkeliling ruang mengamati siswa, berinteraksi dengan siswa, atau membuat catatan tentang kegiatan siswa.
Keenam, di kelas whole language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas whole language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai tingkat kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang kelas. Siswa dipacu untuk melakukan yang terbaik. Namun guru tidak mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima.
Ketujuh, di kelas whole language siswa mendapatkan balikan (feedback) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas whole language, bahwa pemberian feedback dilakukan dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapat respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
Dari ketujuh ciri tersebut dapat Anda lihat bahwa siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu lagi berdiri di depan kelas meyampaikan materi. Sebagai fasilitator guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa, dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.
Penilaian dalam Kelas Whole Language
Di dalam kelas whole language, guru sensntiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan, siswa berdiskusi baik dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat.
Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku nilai, namun guru menggunakan alat penilaian seperti format observasi dan catatan anecdote. Dengan kata lain, dalam kelas whole language guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajarn berlangsung.
Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portopolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda mengerjakan latihan berikut!
1. Jelaskan pengertian pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia !
2. Bandingkanlah pendekatan tujuan dan pendekatan struktural!
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
4. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Whole language?
5. Bagaimanakah guru melakukan penilaian dalam kelas Whole language?
Pedoman Jawaban Latihan
Bagaimana hasil latihan Anda. Coba Anda bandingkan hasil latihan Anda dengan jawaban latihan berikut ini.
1. Pendekatan adalah serangkaian asumsi yang bersifat aksiomatik tentang hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan belajar bahasa yang digunakan sebagai landasan dalam merancang, melaksanakan, dan menilai proses belajar-mengajar bahasa.
2. Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar-mengajar yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai, sedangkan pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai kaidah.
3. Pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa adalah dalam proses belajar atau belajar bagaimana belajar diperlukan keterampilan intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Ketiga keterampialan inilah yang disebut keterampilan proses. Keterampilan proses dijabarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Penjabaran sebagai berikut.
4. Mengamati,
5. menggolongkan, c. menafsirkan,
6. mengkomunikasikan, dan e. menerapkan.
7. Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham konstruktivisme. Dalam whole language bahasa dapat diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, wicara, membaca, dan menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat melihat bahasa sebagai suatu kesatuan.
8. Dalam kelas whole language penilaian dilakukan guru secara informal dan melalui portofolio
Rangkuman
Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang bersifat asiomatik mengenai hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan belajar bahasa yang digunakan sebagai landasan dalam merancang, melakukan, dan menilai proses belajar-mengajar bahasa. Pendekatan-pendekatan yang pernah digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah: pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan keterampilan proses, whole language, pendekatan terpadu, kontekstual, dan komunikatif. Keterampilan proses adalah keterampilan yang dikembangkan guru menjadi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yaitu kegiatan: (1) mengamati, (2) menggolongkan , (3) menafsirkan, (4) menerapkan, dan (5) mengkomunikasikan.
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham konstruktivis. Dalam whole language bahasa diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, wicara, membaca, dan menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat melihat bahasa sebagai suatu kesatuan. Dalam menerapkan whole language guru harus memahami dulu komponen- komponen whole language agar pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal. Komponen whole language adalah reading aloud, journal writing, sustained silent reading, shared reading, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing.
Kelas yang menerapkan whole language merupakan kelas yang kaya dengan barang cetak seperti buku, koran, majalah, dan buku petunjuk. Di samping itu, kelas whole language dibagi-bagi dalam sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara individual di sudut-sudut tersebut.
Selanjutnya, kelas whole language menerapkan penilaian yang menggunakan portofolio dan penilaian informal melalui pengamatan selama pembelajaran berlangsung.
Landasan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan kognisi, sosial-emosional, dan bahasa anak. Selain itu, kemampuan berbahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam memepelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pada umumnya dalam mengembangkan kurikulum kita dapat berpegang pada asas filosofis, asas psikologis, asas sosiologis, dan asa organisatori.
1. Asas Filosofis
Landasan filosifis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pendidikan filsafat memberikan arah pendidikan seperti hakikat pendidikan, tujuannya, dan bagaiman cara mencapai tujuan. Oleh karena itu, wajar apabila kurikulum senantiasa bertalian erat dengan filsafat pendidikan, karena filsafat mementukan tujuan yang hendak dicapai dengan alat yang disebut kurikulum.
2. Asas Psikologis
Asas ini berkenaan dengan perilaku manusia. Landasan psikologis berkaitan dengan cara peserta didik belajar, dan faktor apa yang dapat menghambat kemauan belajar mereka selain itu psikologis memberikan landasan berpikir tentang hakikat proses belajar mengajar dan tingkat-ingkat perkembangan peserta didik. Kurikulum pada dasarnya disusun agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik ini berarti bahwa kurikulum dan pengajaran yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan peserta didik sebagai peserta utama dalam proses belajar mengajar akan lebih meningkatkan keberhasilan kurikulum, dari pada kurikulum yang mengabaikan faktor psiklogis peserta didik.
3. Asas Sosiologis
Asas ini berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses sosialisasi individu dan rekontruksi masyarakat, Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingakat sekolah atau bahkan tingkat pengajaran.
4. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum)
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan (Correlated curriculum)
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/hampir semua mata pelajaran (integrated curriculum).
. Nilai Sastra bagi Anak Sastra dapat mengembangkan wawasan anak menjadi prilaku insani. Melalui karya sastra yang luas dapat membuat anak mengerti dunia. Anak dapat membayangkan dan merasakan keindahan serta anak dapat merasakan kesadaran mengenai kehidupan orang lain, bahkan bangsa lain sekalipun. Sastra mengembangkan imajinasi anak untuk memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara. Sastra dapat memberikan pengalaman seolah-olah si anak sendiri yang mengalaminya. Seperti, petualangan, perjuangan dalam menghadapi rintangan. Bagi seorang calon pendidik dikelas rendah sangatlah penting mengetahiu nilai-nilai apa saja yang akan diberikan pada anak lewat karya sastra. C. Pembelajaran Sastra bagi Pendidikan Anak-anak SD Karya sastra merupakan pembelajaran yang cocok untuk diberikan. Karena telah diketahiu oleh kita bahwa dengan membaca karya sastra hati bisa merasakan sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan. Selain itu, karya sastra juga memberikan nilai-nilai dan pengetahuan lainnya yang belum pernah diketahui oleh anak-anak seperti pengetahuan bagaimana sebaiknya mereka berinteraksi dengan sesama. 1. Membantu Perkembangan Bahasa Anak Melalui menyimak atau membaca karya sastra , secara sadar ataupun tidak sadar pemerolehan bahasa anak akan meningkat. Bertambahnya kosa kata maka akan meningkatkan pula keterampilan berbahasa anak. 2. Membantu Perkembangan Kognitif Siswa Sastra mempunyai hubungan erat dengan penalaran dan pikiran anak-anak. Semakin anak terampil berbahasa, maka akan semakin terampil pula mereka berfikir. Penalaran yang dikembangkan melalui media sastra antara lain; membandingkan, mengklasifikasikan, menghipotesis, merangkum, mengeritik, dan menerapkan. 3. Perkembangan Kepribadian Sastra mempunyai peranan penting dalam perkembangan kepribadian anak. Tokoh-tokoh dalam karya sastra secara tidak sadar akan mendorong atau mempengaruhi anak-anak mengendalikan berbagai emosi, misalnya: benci, cemas, takut, bangga, angkuh, sombong, dan lainnya. Disini guru harus pintar-pintar memilih bacaan untuk anak yang didalamnya terdapat pesan, kesan moral bagi anak. 4. Perkembangan Sosial Istilah sosialisasi mengacu pada suatu proses yang digunakan untuk anak-anak dalam membentuk perilaku, norma-norma, dan mativasi, yang selalu dipantau serta dinilai oleh keluarga dan kelompok budaya mereka. Ada tiga proses yang sangat berpengaruh dalam sosialisasi dunia anak-anak. Pertama, proses hadiah dan hukuman. Orang tua/orang dewasa kerap kali memberikan hadiah kepada anak atas prilaku yang baik. Sebaliknya, mereka memberi hukuman atas prilaku yang tidak baik. Hal ini bermakna, anak disuruh melakukan hal-hal yang baik dan melarang melakukan hal-hal yang tidak baik. Kedua, proses imitasi/peniruan. Anak-anak meniru/menyontoh prilaku atau respon orang dewasa atau teman sebaya. Pada masa ini anak belajar tentang prilaku yang diterima dalam masyarakat. Ketiga, proses identifikasi. Proses ini menuntut ikatan emosional dengan model-model yang ada. Anak-anak menginginkan agar pikiran, perasaan, dan sifat-sifat mereka sama dengan model yang disukai. Karena itu dalam karya sastra yang dipilih untuk anak SD hendaknya menampilkan tokoh model yang dapat membawa anak-anak kea rah yang lebih baik. D. Pentingnya Pembelajaran Sastra bagi Anak SD 1. Sastra Menunjukkan Kebenaran Hidup Dari karya sastra, orang akan belajar banyak tentang pengalaman hidup, persoalan dengan aneka ragamnya dan bagaimana menghadapinnya. Misalnya, dalam sastra anak-anak, dapat dijumpai cerita gadis kecil yang begitu asyik bermain dengan bonekanya, dibelai, disayang, dininabobokkan dengan bibir mungilnya yang begitu polos, murni, dan tidak ada kebohongan disini. Begitu pula dengan anak laki-laki yang dengan asyiknya bermain mainan kesukaannya. Kondisi seperti diatas, dapat dijadikan untuk menanamkan pendidikan kepada anak-anak tentang bagaimana hidup manusia itu sebenarnya. Ada masa tenang, ada masa damai. Ada masa anak-anak juga masa dewasa dan seterusnya, yang penuh dengan aneka peran, tugas, dan tanggung jawab. Dengan diajarkan pendidikan sastra sejak dini anak akan mengenal atau mengerti manusia lain. 2. Sastra untuk Memperkaya Rohani Dalam membaca sastra disamping hiburan dapat menikmati jalan cerita, pelukisan watak yang mengesankan, juga harus mempertimbangkan kebenaran. Disini pembaca sastra juga seharusnya ikut aktif mancari makna yang terkandung. Selain itu guru juga harus memilihkan bacaan sastra yang didalamnya terdapat pesan kesan yang bermakna bagi siswanya. 3. Sastra Melampaui Batas bangsa dan Zaman Karya sastra Mahabarata dan Ramayana menceritakan kejadian beberapa ratus tahun yang lalu. Cerita tersebut masih tetap hidup dalam abad kedua puluh dan sampai saat ini, berarti melampaui batas zaman.cerita ini digemari manusia kaena berisi pengalaman hidup yang mendasar yang masih terjadi sampai saat ini, seperti; kesetiaan dan penghianatan, perang antar saudara, orang tua kehilangan anak, dan lain sebagainya. Dari penjelasan diatas menjawab pertanyaan mengapa karya sastra perlu diajarkan pada anak-anak, karena karya sastra merupakan karya atau cerita turun temurun dan akan tetap ada sepanjang zaman 4. Sastra Memiliki Santun Berbahasa Dalam karya sastra begitu kaya dengan kata-kata yang tersusun secara tepat dan mempesona. Anak dapat belajar tatakrama/santun berbahasa dari pengungkapan kata-kata para sastrawan. Dengan demikian karya sastra memudahkan guru dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak, guna menjadikan anak yang sopan, santun di dalam lingkungan sekitarnya maupun dimanapun mereka berada nantinya. 5. Sastra Menjadikan Manusia Berbudaya Manusia yang berbudaya adalah manusia yang cepat tanggap terhadap segala hal yang luhur dan indah dalam hidup ini. Apabila karya sastra diajarkan sejak anak duduk dibangku SD, maka sejak dari dini ia dapat mengerti kehidupan manusia yang sederhana, berbudi luhur, dan disiplin. Hal itu dikarenakan didalam sastra terdapat gambaran kebiasaan manusia bergaul dengan kebenaran, keindahan, dan kebaikan. E. Tahapan Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Tahapan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya antara lain: 1. Tahap Penikmatan Tahap ini diawali sejak masa anak umur 3-7 tahun. Anak sekolah dasar diajak menikmati atau mendengarkan cerita, puisi syair lagu, drama anak-anak. Dengan menyimak, dan menonton maka akan timbul rasa senang, gembira, puas pada diri siswa perlahan-lahan. Sehingga akan timbul rasa cinta dan rindu terhadap karya sastra. 2. Tahap Penghargaan Pada tahap ini anak diajak setengah aktif . bagaimana menimbulkan rasa kekaguman, misalnya menayangkan tentang tokoh yang menjadi idola atau sebaliknya. Pemberian rasa pujian bila anak dapat menjawab pertanyaan yang berupa umpan balik dari karya sastra yang baru dinikmatinya maka akan muncul rasa ingin ikut memiliki atau menguasai hasil karya tersebut, sehingga muncul rasa penghargaan terhadap karya sastra. 3. Tahap Pemahaman pemahaman ini ditekankan pada pemahaman unsur intrisik dan ekstrinsik karya sastra, misalnya diberikan pertanyaan siapa tokoh yang baik dan yang jahat, dimana peristiwa itu terjadi, dan lain sebagainya guna mengukur tingkat pemahaman anak tentang sastra yang dibacakan. 4. Tahap Penghayatan Pada tahap ini siswa diajak menganalisis tema dan berdiskusi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut, mengkritik, membandingkan antara satu karya dengan karya yang lain. 5. Tahap Implikasi Tahap implikasi yaitu tahap dimana anak diberikan kesempatan mengimplikasikan kreatifitas dalam bidang sastra, sesuai dengan minatnya masing-masing seperti; yang suka puisi dibentuk kelompok puisi, yang suka drama dibuatkan sanggar, dan yang suka fiksi maupun cerpen diberkan pembinaan dalam bentuk ekstrakulikuler. F. Bentuk-bentuk Sastra Anak 1. Sastra Anak SD Kelas Rendah Sastra anak SD kelas rendah terdiri atas berbagai genre atau tipe dan dapat berbentuk lisan dan tulisan. Tipenya berbeda mulai dari lagu-lagu nina bobo, syair lagu anak, tembang dolanan, permainan huruf, buku bergambar, sampai cerita petualangan. Di bawah ini akan dibicarakan berbagai sastra anak di kelas rendah, antara lain; a. Syair Lagu, Nyanyian Anak Syair lagu atau tembang tidak lain adalah puisi. Puisi yang dilagukan ini mengandung karya seni/berbagai unsur keindahanyang menggunakan bahasa sebagai media. Keindahan bahasa puisi lagu, juga lagu-lagu anak dan tembang dolanan dirasakan melalui permainan bahasa, seperti paralisme dan perulangan, baik berupa pengulangan bunyi maupun kata. Contoh puisi lagu di bawah ini; Puk ame-ame Belalang kupu-kupu Siang makan nasi, kalau malam minm susu Kedua lirik lagu di atas terbelah menjadi dua kesatuan bunyi, mirip dengan pantun. Kedua satuan bunyi pada tiap lirik memiliki polayang sama. Itulah yang disebut paralisme. b. Puisi Tembang Dolanan Puisi tembang dolanan mengandung makna yang berkaitan dengan adat-istiadat, budi pekerti, sopan-santun, moral, serta unsur kejenakaan yang terkait dengan kondisi masyarakat setempat. Contoh puisi tembang dolanan gundul-gundul pacul; Gundul-gundul pacul-cul, gemblelengan Nyunggi-nyunggi wakul-kul, gemblelengan Wakul glimpang segane dadi saratan Wakul glimpang segane dadi seratan c. Cerita Lisan Budaya bercerita kepada anak merupakan budaya yang universal, yaitu budaya yang turun temurun. Cerita-cerita yang disampaikan usahakan jangan cerita yang itu-itu saja. Misalnya; cerita melalui tokoh binatang, jangan lagi kancil tetapi coba dimulai dari binatang sekitar seperti semut, perhatikan sifatnya. Apa pernah semut itu diam bermalas-malasan? Tulis contoh yang baik yang dapat ditiru anak. Dari cerita yang diberikan , si anak dapat memperoleh berbagai pendidikan, seperti sikap, moral, perbuatan baik dan buruk. Maka dari itu guru harus mampu memilih cerita yang mengandung pesan moral, disiplin, yang dikemas dalam cerita anak dan seisa mungkin menarik. 2. Sastra Anak SD Kelas Tinggi sastra anak SD kelas tinggi maksudnya adalah jenis-jenis karya sastra yang baik untuk siswa SD kelas IV, V, dan IV. Adapun jenis-jenisnya sebagai berikut. a. Cerita Fiksi Cerita fiksi merupakan cerita yang berisi misteri kehidupan yang berhubungan dengan kehidupan anak yaitu,, sesuatu yang menjadi isi ungkapan dan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Isinya terjalin dalam sebuah rangkaian alur yang menampilkan berbagai peristiwa dan tokoh yang dikemas dalam bahasa narasi dan dialog. Tokoh fiksi boleh siapa saja,namun mesti berkisar tentang kehidupan anak. Fiksi anak mencakup beberapa aspek antara lain; emosi, moral, perasaan, dan pikiran yang dapat dipahami oleh anak-anak usia SD. Jenis-jenis fiksi anak antara lain; a) Novel dan Cerpen Novel dan cerpen ada persamaan dan perbedannya. Persamaanya adalah sama-sama dibangun oleh unsure intrinsik yang sama ( penokohan, alur, latar, tema, moral, sudut pandang, dll ). Perbedaan novel dan cerita terletak pada pengembangan cerita. Cerpen bisa dibaca beberapa menit selesai. Novel tidak mungkin demikian. Novel berbicara mendetail dan panjang lebar, kaarena dapat menampilkan banyak tokoh. Cerpen tokohnya terbatas yang difokuskan pada kesan tunggal. Cerpen biasanya terbit pada satu buku sedangkan cerpen pada umumnya dimuat dalam berbagai majalah dan surat kabar. b) Fiksi Realistik Fiksi realistik adalah cerita yang berkisah tentang isu-isu pengalaman kehidupan anak secara nyata. Cerita fiksi realistik menampilkan model kehidupan sehari-hari seorang anak. Misalnya, bagaimana kisah kehidupan seorang anak pemulung yang berjuang untuk dapat bersekolah. Dalam cerita realistik ini berusaha menampilkan pemahaman kehidupan kepada anak-anak secara penuh dan kehidupan yang penuh problematika yang dapat dijadikan pembelajaran bagi anak. c.) Fiksi Fantasi cerita fantasi adalah cerita yang dikembangkan dengan menghadirkan sebuah dunia lain di samping dunia realitas. Cerita fantasi adalah cerita yang menampilkan tokoh, alur, karakter, dan lainnya yang kebenarannya diragukan, baik seluruh cerita maupun hanya sebagian cerita. Kebenaran disini yang dikaitkan dengan logika realitas sebagaimana halnya yang terjadi dalam kehidupan nyata. Misalnya adalah tokoh manusia yang bias terbang, bicara dengan binatang, dan tumbuhan, atau melakukan hal-hal tertentu yang luar biasa di luar jangkauan nalar manusia. Misalnya; andi dan prajurit semut d.) Fiksi Historis Fiksi historis merupakan sebuah cerita yang mengungkapkan tentang peristiwa-peristiwa yang luar biasa atau gambaran yang bersifat historis atau gambaran tentang kehidupan masa lalu. Dalam cerita ini disajikan fakta sejarah yang diramu dengan imajinasi. Cerita fiksi historis haruslah didukung oleh penggambaran latar yang secara tepat dan meyakinkan sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang ada. Misalnya; cerita Pangeran Diponegoro ( Raden Mas Antawirya ), maka pakaian dan perlengkapannya harus disesuaikan dengan Pangeran Diponegoro yang sebenarnya. e.) Komik Sastra Anak komik adalah cerita yang bertekanan pada gerak dan tindakan yang ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-kata. Seluruh teks dalam komik disusun sesuai hubungan gambar. Kata-kata berfungsi untuk menjelaskan, melengkapi, memperdalam penyampaian gambar, dan teks secara keseluruhan. Tulisan yang berupa kata-kata biasanya ditulis dalam bentuk balon-balon yang dikreasi sedemikian rupa sehingga serasi dengan gambar-gambar. Balon-balon tersebut dapat berupa ujaran, pikiran/perasaan tokoh, namun dapat pula berisi tentang deskripsi singkat tentang sesuatu.
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar/permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik
Menurut (Mackey dalam Subana, 20), metode pembelajaran di kelas rendah akan diuraikan sebagai berikut :
1. Metode Eja
Pembelajaran MMP dengan metode eja memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihapalkan dan dilafalkan murid sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A a, B b, C c, D d, E e, F f, dan seterusnya. Dilafalkan sebagai a, be, ce, de, e, ef, dan seterusnya. Kegiatan ini diikuti dengan →latihan menulis lambing tulisan, seperti a, b, c, d, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai, a, b, c, d, dan seterusnya. Setelah melalui tahapan ini, para murid diajarkan untuk perkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya :
b, a → ba (dibaca be. a → ba )
d, u → du ( dibaca de, u → du )
ba-du dilafalkan Badu
b, u, k, u menjadi b, u → bu (dibaca be, u → bu )
k, u → ku (dibaca ka, u → ku )ontoh, ambillah kata’’
Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah murid-murid dapat menulis huruf-huruf lepas, kemudian dilanjuutkan dengan belajar menulis rangkai huruf yang berupa suku kata. Sebagai contoh, ambillah kata” badu”tadi. Selanjutnya, murid diminta menulis seperti : ba - du → badu.
Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan kumunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya, pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar, dengan kehiduipan murid menuju hal-hal yang sulit dan mungkin meruipakan sesuatu yang baru bagi murid.
Kelemahan yang mendasar dari penggunaan metode eja ini meskipun murid mengenal dan hafal abjad dengan baik, namun murid tetap mengalami kesulitan dalam mengenal rangkaian huruf yang berupa suku kata atau kata.
2. Metode suku kata dan metode kata
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bu, ca, ci, cu, ce, cu, da, di ,du, de, du, ka, ki, ku, ke, ku dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkai menjadi kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya :
ba – bi cu – ci da – da ka – ki
ba – bu ca – ci du – da ku – ku
bi – bi ci – ca da – du ka – ku
ba – ca ka – ca du – ka ku – da
Kegiatan tersebut dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindak lanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan bahasa terkecil dibawahnya, yakni dari kalimat kedalam kata dan kata kedalam suku-suku kata.
Proses pembelajaran MMP yang melibatkan kegiatan merangkai dan mengupas, kemudian dilahirkan istilah lain untuk metode ini yakni metode rangkai kupas.
3. Metode Global
Metode Global artinya secara utuh dan bulat. Dalam metode global yang disajikan pertama kali pada murid adalah kalimat seutuhnya. Kalimat tersebut dituliskan dibawah gambar yang sesuai dengan isi kalimatnya. Setelah berkali-kali membaca, murid dapat membaca kalimat-kalimat itu secara global tanpa gambar.
Sebagai contoh dapat dilihat bahan ajar untuk MMP yang menggunakan metode global.
a. Memperkenalkan gambar dan kalimat
b. Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata.
Contoh: Kata menjadi huruf-huruf
Ini mama
in i ma m a
i-ni ma- ma
i–n–i m-a – m-a
4. Metode Structural Analisis Sintesis (SAS)
Merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan proses pembelajaran MMP bagi siswa pemula. Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan dua tahap, yakni menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang member makna lengkap, yakni skruktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep “ kebermaknaan” pada diri anak. Akan lebih baik jika struktur nya kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajan MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) MMP yang sesungguh nya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara.
Proses penguraian atau penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS meliputi :
a. Kalimat menjadi kata-kata
b. Kata menjadi suku-suku kata
c. Suku kata menjadi huruf-huruf
Mengenai itu, Momo (1987) mengemukakan beberapa cara, yaitu:
a. Tahap tanpa Buku, dengan cara:
1) Merekam bahasa siswa.
2) Menampilkan gambarsambil bercerita.
3) Membaca gambar.
4) Membaca gambar dengan kartu kalimat.
5) Membaca kalimat secara struktural (S).
6) Proses analitik (A).
7) Proses sintetik (S).
b. Tahap dengan Buku, dengan cara:
1) Membaca buku pelajaran.
2) Membaca majalah bergambar.
3) Membaca bacaan yang disusun oleh guru dan siswa.
4) Membaca buku yang disusun oleh siswa secara berkelompok.
5) Membaca buku yang disusun oleh siswa secara individual.
Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik adalah:
a. Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umumbahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat.
b. Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak.
c. Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Kelemahan metode SAS, yaitu:
a. Kurang praktis.
b. Membutuhkan banyak waktu
c. Membutuhkan alat peraga
5. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah suatu teknik mengajar dengan memperagakan, mempertunjukan, atau menayangkan sesuatu. Siswa dituntut memperhatikan objek yang didemonstrasikan. Melalui metode ini siswa dapat mengembangkan keterampilan mengamati, menggolongkan, menarik kesimpulan, menerapkan atau mengkomunikasikan.
6. Metode Diskusi
Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Setiap anggota kelompok saling bertukar ide atau pikiran tentang suatu isu dengan tujuan untuk memecahkan suatu masalah, menjawab suatu pertanyaan, menambah pengetahuan atau pemahaman, atau membuat suatu keputusan. Jadi setiap siswa harus aktif memecahkan masalah. Apabila proses diskusi melibatkan seluruh anggota kelas, pembelajaran dapat terjadi secara langsung dan bersifat berpusat pada siswa.
Dikatakan pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang harus dicapai melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan keberhasilan pembelajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa karena sebagian besar input pembelajaran berasal dari siswa, mereka secara aktif dan meningkatkan belajar, serta mereka dapat menemukan hasil diskusi mereka.
7. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode mengajarkan sesuatu bahan dengan penuturan, penerangan, atau penjelasan bahasa lisan kepada siswa. Keberhasilan siswa melalui teknik ceramah sangat bergantung kepada kemampuan siswa dalam menyimak.
8. Metode Penugasan
Metode penugasan adalah teknik pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk atau instruksi guru. Tugas dapat bersifat individu dan kelompok.
9. Metode Tanya Jawab
Melalui pertanyaan guru memancing waktu jawaban tertentu dari siswa jawaban yang diharapkan akan tercapai apabila siswa telah mempunyai pengetahuan siap, ingatan, atau juga penalaran tentang yang ditanyakan. Gambaran situasi yang mendahului pertanyaan sangat membantu siswa dalam menanggapi pertanyaan. Melalui metode ini dapat dikembangkan keterampilan mengamati, menafsirkan, menggolongkan, menyimpulkan, menerapkan, dan mengkomunikasikan.
10. Metode Abjad dan Metode Bunyi
Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas, misalnya:
Metode Abjad: bo-bo à bobo
la-ri à lari
Metode Bunyi: na-na à nana
lu-pa à lupa
D. Rancangan Pembelajaran MMP
1. Model Pembelajaran MMP
Pada bagian ini, kita akan berlatih bagaimana melaksanakan pembelajaran MMP dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dengan mengambil salah satu metode tertentu. Tentu saja, model ini bukanlah satu-satunya acuan yang terbaik, sebab mengajar itu adalah seni. Masing-masing orang mempunyai gaya dan seni tersendiri di dalam mengajar. Yang perlu Anda pahami di sini, bukanlah persoalan teknik dan strategi mengajar, melainkan konsep-konsep pokok langkah-langkah pembelajaran MMP yang berlandaskan pada penggunaan metode MMP tertentu.
Mengenai pemilihan metode pembelajaran MMP apa yang paling tepat digunakan oleh guru bagi pembelajar pemula tidaklah begitu penting. Guru dapat memilih metode MMP yang paling tepat dan paling cocok sesuai dengan situasi dan kondisi siswanya. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar MMP ini terbagi ke dalam dua tahapan, yakni (a) pembelaran tanpa buku, dan (b) pembelajaran dengan menggunakan buku.
a. Langkah-langkah Pembelajaran MMP Tanpa Buku
Pembelajaran membaca permulaan tanpa buku berlangsung pada awal-awal anak bersekolah pada minggu-minggu pertama mereka duduk di bangku sekolah. Hal ini dapat berlangsung kira-kira 8-10 minggu. Jika memungkinkan tenggang waktu tersebut dapat dipersingkat lagi, sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Berikut ini akan disajikan salah satu model alternatif pembelajaran membaca permulaan tanpa buku. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. Sebelum KBM dilakukan sebaiknya guru mengawalinya dengan berbagai kegiatan pra-KBM yang dapat merangsang dan menggali pengalaman berbahasa anak. Percakapan-percakapan ringan antara guru dan siswa sebelum KBM dimulai merupakan langkah awal yang bagus untuk membuka pintu komunikasi. Sapaan-sapaan hangat dan berbagai pertanyaan ringan kepada mereka akan membuat siswa termotivasi untuk betah dan mau belajar di sekolah. Pilihan variasi-variasi kegiatan belajar mengajar berikut.
1) Menunjukkan gambar
Variasi ini dilakukan dengan cara guru memperlihatkan sebuah gambar yang melukiskan sebuah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan dua anak (laki-laki dan perempuan). Hal ini dimaksudkan utnuk menarik minat dan perhatian anak.
2) Menceritakan gambar
Guru menceritakan gambar tersebut dengan memberi nama terhadap peran-peran yang terdapat di dalam gambar. Penamaan tokoh-tokoh hendaknya menggunakan huruf-huruf yang pertama-tama hendak diperkenalkan kepada anak. GBPP dan Buku Paket dapat dijadikan acuan untuk penamaan tokoh-tokoh tersebut. Misalnya, Anda dapat menyebutkan: “mama” untuk gambar ibu, “mimi” untuk gambar anak perempuan, dan“nana” untuk gambar anak laki-laki, “bapak” untuk gambar ayah. Tema cerita dapat disesuaikan dengana tema-tema yang terdapat dalam GBPP/Kurikulum atau tema-tema yang diperkirakan menarik perhatian anak dan akrab dengan kehidupan anak.
3) Siswa bercerita dengan bahasa sendiri
Selanjutnya, satu dua orang siswa diminta menceritakan kembali gambar tersebut dengan bahasanya sendiri.
4) Memperkenalkan bentuk-bentuk huruf (tulisan) melalui bantuan gambar
Pada fasse ini, guru mulai melepaskan gambar-gambar tadi secara terpisah dan menempelinya dengan tulisan sebagai keterangan atas gambar tadi. Sebagai contoh: dibawah gambar ibu tertera tulisan yang berbunyi, “ini mama” atau “ini ibu”(bergantung kepada pemilihan metode MMP yang Anda gunakan: Metode SAS, Metode Kata, Metode Eja, dan seterusnya).
5) Membaca tulisan bergambar
Pada fase ini, guru mulai melakukan proses pembelajaran membaca sesuai dengan metode yang dipilihnya. Jika menggunakan Metode Eja atau Metode Bunyi pengenalan lambang tulisan akan diawali dengan pengenalan huruf-huruf melalui proses drill (teknik tubian) atau proses hafalan. Jika menggunakan Metode Global atau Metode 26
6) Membaca tulisan tanpa gambar
Setelah proses ini dilalui, langkah selanjutnya guru secara perlahan-lahan dapat menyingkirkan gambar-gambar tadi dan siswa diupayakan untuk melihat bentuk tuliannya saja. Kegiatan ini dapat disertai dengan penyalinan bentuk tulisan di papan tulisan dan guru menyajikan wacana sederhana yang dapat memberikan keutuhan makna atau keutuhan informasi kepada anak. Misalnya, guru dapat menyajikan wacana seperti berikut. ini mama ini mimi ini nana ini mama mimi ini mama nana
7) Memperkenalkan huruf, suku kata, kata, atau kalimat dengan bantuan kartu
Berikut ini akan disajikan berbagai alternatif pengenalan berbagai unsur bahasa melalui kartu-kartu.
(a) memperkenalkan unsur kalimat/kata
ini mama
… mama
ini ….
… …
E. Penerapan Metode Pembelajaran MMP
Bagi siswa kelas rendah (I dan II), penting sekali guru menggunakan metode membaca. Depdiknas (2000:4) menawarkan berbagai metode yang diperuntukkan bagi siswa permulaan, antara lain: metode eja/bunyi, metode kata lembaga, metode global, dan metode SAS
Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari engeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem. Metode kata lembaga didasarkan atas pendekatan kata, yaitu cara memulai mengajarkan membaca dan menulis permulaan dengan menampilkan kata-kata. Metode global adalah belajar membaca kalimat secara utuh. Adapun pendekatan yang dipakai dalam metode global ini adalah pendekatan kalimat. Selanjutnya, metode SAS didasarkan atas pendekatan cerita.
Metode pembelajaran di atas dapat diterapkan pada siswa kelas rendah (I dan II) di sekolah dasar. Guru dianjurkan memilih salah satu metode yang cocok dan sesuai untuk diterapkan pada siswa. Menurut hemat penulis, guru sebaiknya mempertimbangkan pemilihan metode pembelajaran yang akan digunakan sebagai berikut:
Ø Dapat menyenangkan siswa
Ø Tidak menyulitkan siswa untuk menyerapnya
Ø Bila dilaksanakan, lebih efektif dan efisien
Ø Tidak memerlukan fasilitas dan sarana yang lebih rumit
Salah satu metode pembelajaran membaca permulaan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah metode membaca global. Menurut Purwanto (1997:32), “Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan. Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli pendidikan bangsa Belgia yang bernama Decroly.” Kemudian Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf.
Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut:
1) Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya:
Ini nani
2) Menguraikan kalimat dengan kata-kata: /ini/ /nani/
3) Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i – ni na – ni
4) Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf, misalnya: i – n – i – a – n – i
PENILAIAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR
A. Penilaian Proses dan Penilaian Hasil dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar
Penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia sama dengan penilaian mata pelajaran lain, meliputi 3 ruang lingkup, yaitu:
1. Penilaian program pengajaran ( penilaian terhadap tujuan, isi program, dan strategi pengajaran );
2. Penilaian proses pengajaran ( kesesuaian antara rencana dan PBM ); kesiapan guru dalam melaksanakan PBM; kesiapan siswa mengikuti PBM; minat dan perhatian siswa; keaktifan dan partisipasi siswa; peranan BP terhadap siswa yang memerlukan; interaksi komonikasi yang terjadi dikelas; pemberian penguatan; pemberian tugas);
3. Penilaian hasil pengajaran penguasaan siswa terhadap tujuan yang direncanakan.
Melalui pembacaan, pengkajian secara individu atau kelompok ( dengan memanfaatkan CAI dan atau VCD ) dan pemahaman materi subunit ini, diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia SD serta dapat mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru.
Penilaian Proses dan Penilaian Hasil Pembelajaran Bahasa Indonesia SD
Salah satu ciri KBK adalah adanya system penilaian acaun kriteria dan standar pencapaian yang diterapkan secara konsisten. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi guru harus mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi yang diwujudkan dalam penilaian berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan mengindentifikasikan pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang jelas standarnya dan disertai peta kemampuan belajar secara terpadu dengan PBM. Penialain dilakukan melalui Portofolio, produk, proyek, kinerja, atau tes. Dalam Depdiknas ( 2005 ) bahwa penilaian otentik memiliki beberapa syarat, yaitu:
1. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran.
2. Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata.
3. Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metode, dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4. Penialain harus bersifat holistik, mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.
Menurut Suparman ( 2001 ), penilaian kelas yang tersusun secara terencana dan sistematis oleh guru memiliki beberapa fungsi, yaitu motivasi, fungsi belajar tuntas, fungsi efektifitas, dan fungsi umpan balik.
Tujun penilaian menurut Sudjiono ( 2005 ), adalah:
1. Untuk memberikan informasi kemajuan hasil belajar siswa secara individu dalam mencapai tujuan sesuai dengan kegiatan belajar yang dilakukan.
2. Informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan belajar mengajar lebih lanjut; informasi yang dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa.
3. Memberikan motivasi belajar siswa, mengimformasikan kemauannya agar teransang untuk melakukan usaha perbaikan.
4. Memberi informasi tentang semua aspek kemajuan siswa.
5. Member bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan sesuai dengan keterampilan, minat, dan kemampuannya.
Untuk dapat melaksanakan penilaian pembelajaran bahasa Indonesia dengan baik, perlu juga diketahui prinsipnya. Secara umum penilaian harus:
1. Menyeluruh, artinya penilaian menyangkut seluruh aspek yang dimiliki siswa, yaitu pengetahuan, sikap, serta keterampilan berbahasa Indonesia sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia.
2. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus menerus, berencana artinya sejak menyusun rencana penyajian sudah dipikirkan cara dan jemisnya. Bertahap artinya penilaian dilaksanakan sesuai dengan tahapan penyajian materi pembelajaran sebagaimana disusun dalam unit-unit program. Terus-menerus artinya penilaian dilaksanakan setiap penyajian unit pelajaran ( di awal, dalam proses, dan di akhir ) tes formatif/blok, tes sumatif/semester, sampai pada akhir jenjang pendidikan.
3. Bermakna, artinya hasil penilaian itu harus bermakna, baik ditinjau dari segi guru, siswa maupun program pengajaran.
4. Berorientasi pada tujuan, artinya evaluasi disusun dan disesuaikan dengan tujuan pengajaran bahasa Indonesia yakni standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indicator, serta isi, ruang lingkup sajian materi yang diberikan dalam kegiatan belajar-mengajar.
5. Objektif, artinya penialian harus menghindarkan diri dari unsur-unsur yang bersifat subjektif sehingga hasil evaluasi dapat menggambarkan aspek-aspek yang sebenarnya diukur.
6. Terbuka, artinya hasil penilaian dapat diketahui oleh semua pihak, siswa, orang tua, dan masyarakat boleh mengetahui hasil evaluasi.
7. Kesesuaian, artinya evaluasi harus sesuai dengan pendekatan kegiatan belajar bahasa Indonesia, yaitu pendekatan komunikatif, integratif, tematik, CBSA, dan pendekatan keterampilan proses.
8. Bersifat mendidik, artinya hasil penilaian dapat digunakan untuk membimbing dan memberi dorongan kepada siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajar.
Dalam penilaian pembelajaran bahasa Indonesia, penilaian yang dilakukan harus meliputi penilaian hasil belajar bahasa Indonesia dan penilaian proses belajar bahasa Indonesia. Penilaian hasil belajar bahasa Indonesia dapat diperoleh dengan menggunakan evaluasi berupa tes dan nontes. Alat tes berupa soal-soal dan alat nontes berupa tugas-tugas yang diberikan. Evaluasi proses belajar bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan observasi, kuesioner, dan sebagainya. Dinyatakan oleh Munandir ( 1997 ) untuk mengetahui apakah tujuan atau kompetensi yang dikehendaki sudah dikuasai siswa atau belum, dan seberapa besar tingkat penguasaan tersebut, diperlukan pengukuran dan penilaian. Pada praktiknya ada beberapa istilah yang digunakan untuk pengukuran dan penilaian, yaitu: pengukuran, tes, penilaian/evaluasi, dan pengambilan keputusan. Pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi secara kuantitatif, salah satu alat ukurnya berupa tes hasil pengukurannya disebut skor. Penilaian/evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu program telah berhasil atau belum, mengartikan skor yang diperoleh melalui pengukuran dengan cara membandingkan skor yang diperoleh siswa, mengkaji hasil perbandingan itu, lalu menyimpulkan: memuaskan atau tidak, baik atau tidak, lulus atau tidak, dan seterusnya.
Contoh penilaian proses pembelajaran bahasa Indonesia
Mata pelajaran : bahasa Indonesia
Kelas/semester : II/I SD
Standar kompetensi : membaca (pemulaan)
Kompetensi dasar : mampu membaca huruf dan kata
Indicator : dapat membaca dengan lafal yang tepat
Tema : pengalaman
Subtema : pengalaman siswa ke took buku
Waktu : 2x35 menit
Keterampilan yang dilatihkan:
• Melatih pelafalan huruf dan kata
• Melatihkan membaca dengan intonasi yang benar
• Pemahaman isi bacaan
Kegiatan pembelajaran
• Dua atau tiga anak bergiliran diminta membaca teks yang sudah disediakan guru yang berjudul, contoh “Pergi ke Toko Buku” dengan bersuara.
• Siswa mengamati pembacaan temannya dan memberikan tanggapan. Jika ada anak yang mengatakan belum benar, guru meminta siswa lain mencoba memperbaiki cara membaca. Selanjutnya, secara bersama-sama membaca seperti contoh, terutama cara pelafalan.
Penialian dilakukan selama kegiatan pembelajaran itu menggunakan lembar pengamatan membaca seperti berikut:
Lembar pengamatan membaca bersuara
NO NAMA SISWA LAFAL INTONASI KENYARINGAN KRITERIA
A B C D A B C D A B C D
A : baik sekali
B : baik
C : cukup
D : kurang
No comments:
Post a Comment