Memiliki asuransi bisa menjadi usaha perlindungan
finansial terhadap hidup Anda di masa depan karena kita tidak tahu hal apa yang
mungkin terjadi baik itu asuransi harta, asuransi jiwa, ataupun asuransi
kesehatan. Dengan asuransi hal-hal buruk yang menimpa Anda akan mendapatkan
biaya ganti rugi oleh perusahaan asuransi dengan melakukan klaim. Artinya,
asuransi memiliki manfaat perlindungan bagi siapa saja yang terdaftar sebagai
peserta asuransi, baik asuransi yang dikelola pemerintah maupun pihak swasta.
Sebagai contoh, Anda terkena musibah dan mengalami
kecelakaan sehingga mengharuskan Anda dirawat inap di rumah sakit. Untungnya,
Anda memiliki asuransi kesehatan sehingga semua biaya berobat dan rumah sakit
Anda akan ditanggung oleh pihak asuransi. Jadi, Anda tidak perlu khawatir lagi
secara finansial.
Hanya saja, tidak semua masyarakat Indonesia sadar
akan pentingnya memiliki asuransi
sebagai bentuk perlindungan diri pribadi. Bahkan, sebagian umum masyarakat
masih memandang asuransi memiliki unsur yang merugikan dan bertentangan dengan
agama.
Terkait hal ini, asuransi di Indonesia ternyata
telah memiliki fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), berikut ulasan
lengkapnya.
Fatwa Tentang Asuransi
Islam tidak melarang Anda memiliki asuransi.
Asuransi diperbolehkan asalkan dana yang terkumpul dikelola sesuai dengan
syariat-syariat Islam. Hal ini disebutkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) NO: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah. Fatwa tersebut
memuat tentang bagaimana asuransi yang sesuai dengan syariat agama islam.
Berikut ringkasan pandangan MUI terhadap asuransi
yang perlu diketahui:
1. Bentuk Perlindungan
Dalam kehidupan, kita memerlukan adanya dana
perlindungan atas hal-hal buruk yang akan terjadi. Hal ini ditegaskan oleh
fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyatakan, “Dalam menyongsong masa depan dan
upaya meng-antisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi
yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.”
Salah satu upaya solusi yang bisa dilakukan adalah memiliki asuransi yang
dikelola dengan prinsip-prinsip syariah.
Asuransi dibutuhkan guna perlindungan terhadap harta
dan nyawa secara finansial yang risikonya tidak dapat diprediksi. Hal-hal yang
umumnya diasuransikan adalah rumah, kendaraan, kesehatan, pendidikan dan nyawa.
Dengan memiliki asuransi, Anda tidak perlu khawatir akan risiko yang akan
menimpa karena risiko tersebut dapat diminimalisir dan mendapat ganti rugi.
2. Unsur Tolong menolong
Semua ajaran agama yang ada pasti mengajarkan sikap
tolong-menolong terhadap sesama. Dalam kehidupan sosial tolong-menolong dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara finansial maupun kebaikan. Fatwa
MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyebutkan di dalam asuransi syariah terdapat unsur
tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.
3. Unsur Kebaikan
Dalam setiap produk asuransi syariah mengandung
unsur kebaikan atau istilahnya memiliki akad tabbaru’. Secara harfiah, tabbaru’
dapat diartikan sebagai kebaikan. Aturannya, jumlah dana premi yang terkumpul
disebut hibah yang nantinya akan digunakan untuk kebaikan, yakni klaim yang
dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
Adapun besarnya premi dapat ditentukan melalui
rujukan yang ada, misalnya merujuk pada tabel mortalita untuk menentukan premi
pada asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk menentukan premi pada asuransi
kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.
4. Berbagi Risiko dan Keuntungan
Dalam asuransi yang dikelola secara prinsip syariah,
risiko dan keuntungan dibagi rata ke orang-orang yang terlibat dalam investasi.
Hal ini dinilai cukup adil dan sesuai dengan syariat agama karena menurut MUI,
asuransi hendaknya tidak dilakukan dalam rangka mencari keuntungan komersil.
Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi pada
salah satu peserta asuransi yang terkena musibah, maka ganti rugi (klaim) yang
didapat dari peserta asuransi yang lain. Dengan kata lain, saat seorang peserta
mendapat musibah peserta lain juga ikut merasakannya. Begitu juga dengan
keuntungan yang didapat. Dalam asuransi syariah keuntungan yang didapat dari
hasil investasi premi dalam akad mudharabah dapat dibagi-bagikan kepada peserta
asuransi dan tentu saja disisihkan juga untuk perusahaan investasi.
5. Bagian dari Bermuamalah
Muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang
mengatur hubungan antar manusia. Contoh hubungan yang diatur dalam islam adalah
jual beli dan perdagangan. Hal tersebut juga menjadi landasan dari asuransi
syariah. Menurut MUI asuransi juga termasuk bagian dari bermuamalah karena
melibatkan manusia dalam hubungan finansial. Segala aturan dan tata caranya
tentu saja harus sesuai dengan syariat islam. Jadi dalam berpartisipasi dalam
bermuamalah, Anda dianggap ikut serta dalam menjalani perintah agama.
6. Musyawarah Asuransi
MUI menegaskan dalam ketentuan berasuransi,
jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
7. Akad dalam Asuransi Syariah
MUI juga menegaskan aturan akad yang digunakan dalam
asuransi. Akad yang dimaksud adalah perikatan antara peserta asuransi dengan
perusahaan asuransi. Di dalam akad tidak boleh terdapat unsur gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang haram dan maksiat karena tujuan akad adalah saling tolong-menolong
dengan mengharapkan ridha dan pahala dari Allah.
Terdapat 3 jenis akad dalam asuransi syariah yang
perlu Anda ketahui, yaitu
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan
untuk tujuan komersial. Maksud tujuan komersial dalam asuransi syariah adalah
mudharabah, yakni investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi yang
dananya didapati dari dana premi peserta asuransi. Hal ini dilakukan guna
mendapatkan keuntungan karena dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi
diwajibkan melakukan investasi.
2. Akad Tabbaru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan hanya untuk tujuan
komersial. Dana premi yang terkumpul menjadi dana hibah yang dikelola oleh
perusahaan asuransi. Selanjutnya, dana hibah yang terkumpul digunakan untuk
klaim asuransi bagi peserta yang terkena musibah.
3. Akad Wakalah bil ujrah
Akad Wakalah adalah akad di mana peserta memberikan
kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Sifat
akad wakalah adalah amanah, jadi perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai
wakil (yang mengelola dana) sehingga perusahaan tidak menanggung risiko
terhadap kerugian investasi. Selain itu juga tidak ada pengurangan fee yang
diterimanya oleh perusahaan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi
No comments:
Post a Comment